Danantara Injek Uang Rp 6,7 T ke Garuda

Breaking News
- Advertisement -

Oleh Erizeli Bandaro

Mudanews.com OPINI – Sore hari saya santai bersama Lilian, David dan Ricky di Burgundy  “ Saya engga ngerti, kenapa semakin lama semakin serba tidak pasti ekonomi global. Sepertinya kemajuan yang selama sekian decade yang dipacu dengan kerja keras akhirnya berujung kepada pertumbuhan rendah. Kemana saja uang yang ada selama ini. Kemana pasar yang selama ini bergairah ? tanya Lilian. Dia punya bisnis di Singapura sebagai supply chain agency.

“ Sebenarnya engga sulit dipahami. Seperti ungkapan tempalah besi selagi panas. Innovasi tekhnologi juga melahirkan innovasi pemasaran. Tentu menciptakan peluang investasi dari hulu ke hilir. Ingat kasus overload-nya jaringan fiber optic tahun 90an. Mewabahnya bisnis dotcom. Berkembang pesatnya industry migas dan petrokimia. Terakhir, miliaran USD mengalir ke bisnis IT, AI, Biotech, renewal energy. Namun tak ubahnya dengan membangun istana pasir di tepi pantai.

“ Mengapa ? Tanya Lilian.

“ Ya karena semua itu dibiayai dari hutang. Setiap hutang digali, dalam system monetarism itu sama saja menambah uang beredar. Dari pemerintah tercipta Government Bond untuk membiayai defisit APBN. Dari bank central tercipta uang lewat pelonggaran moneter berupa penurunan suku bunga, relaksasi perbankan dan kebijakan macroprudential. Dari pasar modal tercipta uang lewat short selling, Repo, corporate bond.

Tentu semua itu ada batasnya. Kalau pertumbuhan kapasitas ekonomi melebih demand market, itu pasti akan terkoreksi dengan sendirinya. Ya seperti sekarang ini yang kita rasakan. Biasa aja. Sebagai konsekuensi rakus itu bagus.” Kata saya tersenyum seraya seruput kapucino.

Lilian tersenyum menatap sejurus ke David. “ Tahu kan alasannya.” Serunya.” Kenapa tadi saya mau ikutan kongko. Karena saya mau ketemu dengan Ale. Enak ngobrol dengan dia. Apalagi udah lama engga ketemu “ Kata Lilian kepada David.

“ Ah bilang aja kamu kangen Ale. “ David nyeletuk. Saya senyum aja.

“ Baca engga berita. Seru Ricky. “ Danantara jadi juga suntik uang lewat skema shareholders loan sebesar USD 405 juta ke GIA. Suntikan ini adalah bagian dari paket yang direncanakan mencapai US $1 miliar atau sekitar Rp 16,3 triliun. Itu untuk memberikan darah segar kepada GIA yang kini kondisi nya negatif ekuitas “. Kata Ricky. Dia teman saya. Bisnisnya kontraktor  proyek APBN.

“ Ya. Benar. Tapi aneh… “ Jawab David. “ Kan tahun 2022 Garuda Indonesia sudah menyelesaikan restrukturisasi utang sekitar US$ 6,2 miliar melalui PKPU. Waktu buat proposal restruktur utang. Pasti dong ada business plan yang exciting. Kalau engga, mana mungkin kreditur mau ikut program restrukturisasi utang. Lah sekarang lapor rugi dan negative equity. Aneh. “ Lanjut David.

“ Engga aneh. Itu wajar. “  Kata Ricky kibaskan tangan. “ Tujuannya untuk mengubah posisi ekuitas negatif menjadi positif agar perusahaan terhindar dari delisting dan bisa kembali mendapatkan akses pembiayaan korporasi ” Lanjutnya seperti influencer pemerintah.

“ Dulu juga tahun 2022 alasannya sama. Kenapa berulang lagi kisah lama.  Apa memang begini cara mainnya?. Itu sama saja begal uang negara” LIlian nyeletuk.

“ Suntikan uang Danantara itu bukan PMN” Jawab  Ricky cepat berusaha menegakan benang basah.

“ Emangnya duit Danantara berasal dari kantongnya Wowok ? Kan engga. “ Lilian keliatan sewot. “  dan lagi memberikan pinjaman kepada perusahaan merugi itu sama saja given. Apa engga sadar kalau duit Danantara itu berasal dari PNBP. Sekarang enak aja bilang duitnya bukan dari APBN. Rakyat awam bisa aja dibegoin. Saya sih ogah.“ Tangkis Lilian.

“ Yang saya tahu, “ kata Ricky. “ program suntikan dana itu karena alasan nasionalisme. Maklum Garuda itu sebagai maskapai flag carrier. Simbol nasional dan infrastruktur penting diplomasi Indonesia. “ Lanjut Ricky.

“ Emang ada BUMN yang tidak ada kepentingan nasional. ? tangkis Lilian “ Kan keberadaan BUMN itu tugasnya menjaga kepentingan nasional. Nah kalau karena alasan nasionalisme, Danantata suntik uang lagi. Saya kawatir nanti akan menimbulkan moral hazard. Akan banyak BUMN rame rame nyatakan rugi dan minta bailout. “ Lanjut Lilian.

“ Memang engga masuk akal ada alasan nasionalisme, sementara bisnis nya profit oriented ke rakyat sendiri. Tuh lihat ticket Garuda paling mahal kok”  David  geleng geleng kepala.

“ Menurut saya di mana mana kalau perusahaan mengalami negatif ekuitas, itu karena adanya rugi terus-menerus, yang berdampak kepada penurunan nilai aset. Penyebab nya hanya satu yaitu salah kelola. Yang selalu menyelesaikan masalah lewat hutang dan hutang. Makanya utang terus membesar. Jadi udah moral hazard.” Kata saya.

” Akhirnya direksi todong pemegang saham minta suntikan fresh money. Begitu aja terus “ Kata David dengan senyum masam.

” Kalau saya direksi begitu, saya pecat semua.” Lilian menimpali. “Jual semua asset perusahaan untuk bayar utang. Ngapain dipertahankan. Kalau tiap tahun dapat laporan rugi terus. Tiap tahun dapat janji doang akan untung nantinya. Itu bukan bisnis.Tapi onani” Sambung Lilian, Saya senyum aja.

“ Solusinya gimana ? Tanya Ricky mulai bisa mencerna dan berusaha rasional

“ Solusi nya bukan uang atau bailout utang tetapi perubahan bisnis model dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada.” Jawab saya dengan sederhana.

“ Maksud business model itu apa ? Tanya Ricky

“ Garuda Indonesia itu  kan premium flight dan LCC. Nah itu business model nya. Kan udah terbukti selama ini engga feasible mencetak laba. Kenapa harus dipertahankan? Ya ubah lah business model nya. tetapi tetap bisnis airline “ Kata saya menjelaskan.

Ricky dan David masih kelihatan bingung.

“ Contoh Korean Air tadinya merugi. Tetapi setelah ganti business model dari focus passenger berubah ke cargo. Terbukti mencetak laba. Bahkan 80% laba berasal dari cargo. Secara tidak langsung bisnis cargo mesubsidi bisnis angkutan penumpang, Qatar Airways juga. Engga pernah rugi karena business modelnya dari awal memang cargo, penumpang hanya complimentary saja. Bahkan mereka berinvestasi dalam digitalisasi logistik dan traceability barang. Dalam skala Global memastikan mereka pemain utama dalam bidang cargo udara. “ Kata saya lebih konkrit menjelaskan.

“ Terus gimana modal pengadaan pesawat? Tanya Ricky “ Apa injek modal lagi ? Kan belum tentu sukses bisnis model  baru itu “ lanjut Ricky

“ Ah engga perlu tambahan modal lagi “ jawab saya cepat. “ Kan Garuda itu sudah punya ekosistem dan sumber daya sebagai airline. Itu aja di generate. Tetapi lewat pembaharuan bisnis model. “ Kata saya seraya seruput kopi.

“ Ya gimana dapatkan pesawat kalau tidak ada tambahan modal? Kejar Ricky.

“ Dalam financial engineering itu bisa disiasati lewat skema ACMI dry lease atau  PBH atau power-by-the-hour agreement, Jadi engga perlu beli pesawat atau leasing. Dengan Skema itu cash flow jadi secure, karena bayarnya sesuai pemakaian. Kalau engga pakai ya engga bayar.” Sambung saya.

“ Wah baru tahu saya nih. “  Ricky tertegun. “ Mana lebih untung beli atau PBH? Tanyanya.

“ Dalam jangka pendek jelas lebih untung PBH tetapi dalam jangka panjang punya pesawat sendiri lebih menguntungkan. Namun kalau terbukti 3 tahun untung, artinya kan feasible. Tentu engga sulit beli pesawat lewat skema revenue bond “ Kata  saya.

“ Apa udah ada contoh Airline gunakan skema PBH”  Tanya Ricky.

“ Tuh,  Lion Air sebagian besar pesawat  awalnya nya gunakan PBH. Setelah terbukti trayek nya nguntungi barulah dia beli pesawat lewat skema revenue bond. Ya business as usual “ Kata saya dengan tersenyum.

“ Wah business model cargo udara itu cara efektif sebagai total solusi. Nasionalisme dapat, bisnis juga dapat. Apalagi era ecommerce kan permintaan cargo udara sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun” Kata Ricky seraya mengangguk angguk. Mungkin dia paham dan tidak bertanya lagi.

“ Jadi sebenarnya tidak ada bisnis yang salah..” Kata Lilian. “ Yang salah ya management. Dan kesalahan itu berhubungan dengan kompetensi yang ala kadarnya. Tidak ada spirit niat baik. Etos kerja yang rendah dan kepemimpinan yang tidak visioner.  Itulah yang terjadi  pada BUMN kita. “ Sambungnya.

“ Dan itu cerminan dari pemerintahnya. “ David nyeletuk.

“ Ya engga bisa disalahkan pemerintah doang. Yang lebih salah lagi rakyat yang milih. Pada bego semua. “ Timpal Lilian. Ricky senyum masam.

“ Dan sekarang pemerintah dengan enteng mengatakan kepada rakyat. APBN tidak punya leverage untuk menyediakan lapangan kerja. Sebaiknya pengangguran kerja di luar negeri. Semakin lama semakin vulgar menunjukan bahwa kita dijajah oleh system kekuasan kleptokrasi. Kemerdekaan yang diproklamirkan tahun 1945, dengan janji keadilan social, kini jadi omong kosong. “ Kata David. Saya senyum aja. Jam 6 sore saya undur diri karena mau sholat Maghbrib.

 

Berita Terkini