Bung Karno Dalam Kenangan Dan Bayangan

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com OPINI – Langit mendung menggelayut di langit Tanah Air di tanggal 21 Juni 1970. Bung Karno telah berpulang menghadap Sang Khalik dalam duka dan luka yang menganga, di tahanan orba di Wisma Yaso. Rakyat bersedih, menangis dalam sesak ditinggalkan Pemimpinnya , si pembebas bangsa yang kesepian.

Keluarga kami menangis sejak mendengar kepergian beliau melalui RRI mulai menjelang subuh, seperti yang menempel di ingatan saya. Bagi pencinta dan pengagum beliau, hanya bisa menangis dalam suasana mencekam, tanpa setitik damaipun yang dirasakan.

Rezim yang represif terhadap sang pembebas bangsa, hanya bisa dirasakan tanpa rakyat menyaksikan. Hanya sedikit orang saja yang benar benar menyaksikan peristiwa tragis itu. Bung Karno selama sakit , berada di dalam ” restricted area ” yang dijaga superketat oleh penguasa.

Selama memimpin Indonesia, Bung Karno mengalami situasi gejolak politik berkepanjangan tanpa jeda. Lawan lawan politik tidak pernah berhenti mengganggu dengan menciptakan berbagai konflik ditubuh pemerintahan Soekarno. Sosok Bung Karno adalah tipe pemimpin yang kokoh dalam pendirian dan pantang menyerah. Prinsip tersebut dibawa sampai akhir hayatnya bahkan masalah duniawi tidak pernah terfikiran.

Ketika beliau wafat bukan harta yang diwariskan melainkan kemantapan ideologi di tengah santernya serangan ideologi import yang ingin menembus jantung Indonesia. Dalam kesederhanaan itulah, kecintaan masyarakat tidak pernah pudar, artinya tidak menyurutkan keinginan untuk ikut hadir dalam upacara pemakaman di Blitar sebagai tempat peristirahatan terakhir yang sepi, muram dan kelam

Untuk tokoh sebesar Bung Karno sebenarnya tidak layak untuk dimakamkan disudut pulau Jawa nan jauh serta terpencil. Masyarakat luaspun menduga itu memang disengaja oleh rezim orba yang ingin mengucilkan Bung Karno dari rakyatnya. Fakta Sejarah tidak dapat disembunyikan dan itu terbukti puluhan tahun kemudian makam Bung Karno menjadi tempat ziarah yang dikunjungi jutaan orang dari seluruh penjuru Tanah Air.

Kembali ke momen pemakaman Bung Karno tersebut, ada serombongan  aktivis GMNI Undip ingin bertakziyah tetapi terkendala oleh keterbatasan dana. Tanpa diminta, secara spontan ayah( alm) yang baru saja berpraktek dokter pagi hari itu langsung menyerahkan hasil prakteknya untuk  nyangoni mas Nang( alm ) dkk. Suasana mengharukan, disaksikan oleh segenap keluarga ada almh ibu, yu Ipiek, Gemek( almh) dan saya sendiri Melepas mereka untuk melayat ke Blitar dengan menumpang bus Peristiwa ironis yang menggores hati bangsa telah berlalu dalam sunyi. Rakyat jelata hanya bisa meratap , menangis dan berdoa mengiringi kepergiannya.

Untuk kemudian memasuki era orde baru  yang militeristis dibawah pimpinan Presiden Soeharto.Di era orba itulah, setelah 8 tahun kemudian kami sejumlah PNS muda( junior staff ) dari kantor BKPMDJateng memberanikan diri untuk berziarah ke Blitar, diantaranya mbak Soes, dik Ida, dik Wiwit, dik Wati ( almh ) dikawal oleh mendiang dik Slamet dan drivernya alm.pak Tarno.

Saat berpamitan dengan Ketua BKPMD yaitu alm .bapak Ir Subiyanto, beliau me ” wanti wanti ”  agar berhati hati di jalan, apalagi menaiki mobil dinas plat merah. Betul betul nekad tanpa rasa takut sedikitpun, namun mulut tiada berhenti berdoa. Perjalanan yang berbau avonturir tersebut  terjadi pada saat libur akhir pekan di bulan Juli 1978. Sebuah perjalanan ziarah yang cukup panjang melalui Solo, langsung ke Malang yang memakan waktu hampir 10 jam. Di Malang , rombongan kecil ini menginap di kediaman eyangnya dik Ida, di kawasan jalan Ijen yang asri dan sejuk. Perumahan elit dihiasi jajaran pohon palm yang rapih, di lengkapi taman kota yang menawan. Untuk sarapan kita tidak lupa menyantap bakso Malang yang legendaris, menggoyang lidah.

Setelah berkeliling kota Malang dan beristirahat sejenak, petualangan ber risiko ini dilanjutkan ke Blitar, sejauh kira kira 3 jam perjalanan non stop Tanpa terasa, kita sudah memasuki kota Blitar yang sepi menjelang sore, dengan terlebih dahulu mampir ke Istana Gebang, kediaman keluarga besar Bung Karno merangkap museum mini, yang letaknya tidak jauh dari pemakaman umum di desa Bendogerit.

Saya tercenung dengan mata basah memandang makam yang sangat sederhana  dari seorang Bapak Bangsa yang terpinggirkan, seolah tidak pernah dihargai betapa jasanya yang sangat besar bagi Indonesia. Makamnya tidak terawat sama sekali tanpa nisan sebagai pertanda, juga tanpa bunga tabur penutup, hanya ada sebuah payung lusuh yang menaungi makam tersebut.

Ketika kita beristirahat dan sholat di mesjid kecil dekat makam, doa yang dipanjatkan semoga pada suatu saat Pemerintah orde baru sadar dengan melakukan pemugaran atas makam Bung Karno seindah mungkin. Sebagai bentuk penghormatan atas jasa jasa Bung Karno sekaligus bentuk penebusan dosa pada perlakuan yang kurang manusiawi ketika Bung Karno menderita sakit didalam tahanan.

Akhirnya seiring berjalannya waktu, Pemerintah memugar makam Sang Proklamator menjadi sebuah monumen yang megah pada tahun 1978 dan diresmikan pada tanggal 21Juni 1979. Rakyat merasa lega dan sejak itulah para peziarah ber bondong bondong dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri mengunjungi makam Bung Karno.

Kota Blitar yang terpencil sudah berubah menjadi kota yang berkembang dari segi ekonomi dan pariwisata. Hotel modern maupun penginapan berlabel melati tumbuh pesat, demikian pula pusat kuliner bertaburan yang diikuti pedagang pedagang kaos yang semakin kreatif . Siapa yang mengira desa kecil Bendogerit telah mengenyam  berkah rezeki melimpah dari kehadiran makam  Bung Karno.

Bung Karno memang sudah tiada selama 55 tahun,  tetapi masih mampu memakmurkan rakyatnya secara tidak langsung .

Terima kasih  Bapakku, Guruku dan Panutanku.Sosokmu akan selalu melekat di sanubari kami sampai kapanpun

🇮🇩  PENUTUP

Bayangan Bung Karno yang gagah, simpatik, berwibawa, memesona, Flamboyan, cerdas, humanis , senantiasa melekat di banyak orang, baik pengagum maupun musuhnya. Rasanya sulit untuk memisahkan sosok Bung Karno dengan Indonesia yang sangat dicintainya sampai ketulang tulangnya , kharismanya akan membayang abadi di dalam bingkai NKRI

Semarang, 27 Juni 2025

Ny.Oerip Lestari Djoko Santoso, Eksponen Mathaenis tinggal di Semarang.

 

Berita Terkini