Petani Dimiskinkan Karena Sistem

Breaking News
- Advertisement -

Erizeli Bandaro
Mudanews.com OPINI – Burhan mengelola kantor konsultan. Dia mengundang saya dalam diskusi terbatas. Dia mau release laporan seputar bisnis pertanian. Maklum dia juga agen untuk pendanaan filantropi international sektor petanian bagi masyarakat desa. Saya sudah mengenal lama dia. Mungkin dia tahu saya sangat concern dengan pertanian makanya dia undang saya. Saya datang bersama Aling.

Selama 30 tahun terakhir, sebuah transformasi telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Thailand Timur Laut (Isan).  Demikian kata salah satu narasumber. Banyak  daerah pedesaan di Asia Timur dan Tenggara, tadinya secara historis dianggap (dan bahkan dicemooh) sebagai “petani kampungan”, ya bertani untuk sekedar ganjel perut. Kini mereka bermitra dengan trading house international dan menjadi supply chain industry global. Itu berkat peningkatan pendidikan bagi petani. By process lewat sains memicu serangkaian perubahan dari bertani tradisional ke industry. Dari petani inferior menjadi superior.

Transformasi ini disertai dengan pergeseran dari sistem sosial yang berpusat pada desa ke jaringan yang lebih luas. Perubahan yang dihasilkan secara dramatis mengubah tatanan sosial, termasuk demografi, organisasi sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, serta aspirasi dan identitas. Transformasi masih berlangsung, lewat proses globalisasi kawasan yang semakin meningkat.

Dalam buku orisinal dan provokatif, Kate Zhou berpendapat bahwa China, yang merupakan seperlima dari populasi dunia, petaninya telah menjadi kekuatan pendorong dibalik pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial China yang fenomenal selama lima belas tahun terakhir. Dipandu oleh kekuatan partai komunis yang in-lane dengan kepentingan petani sendiri, mampu menciptakan pasar baru, mendirikan industri pedesaan yang sekarang menghasilkan lebih dari setengah PDB China.

Bahwa kemajuan pertanian China bukan karena supply uang ke petani lewat subsidi dan TopDown, tetapi berkat  adanya UU kebebasan berproduksi dan mengorganisir dirinya sendiri. Menurut Zhou, para petani itu efektif justru karena gerakan mereka spontan, tidak terorganisir, tanpa pemimpin, non ideologis, dan apolitis. Tanpa disadari terjadi “Reformasi dari bawah”. Mereka sukses menghasilkan perubahan mendasar.

Harus diakui baik di Thailand maupun China, yang membuat pertanian menjadi mesin pertumbuhan dan  sumber kemakmuran rakyat, karena suksesnya land reform atau reforma agraria.  Pemerintah merampas semua lahan milik perusahaan diatas 10 hektar yang tidak dimanfaatkan secara optimal lebih dari 2 tahun.  Tanah itu dibagikan kepada rakyat petani. Prinsip pembagian lahan adalah pembagian atas dasar manfaat untuk hidup layak. Demikian uraian dari narasumber. Saya menyimak saja

“ Total produk pangan yang hilang pada tahap produksi, pasca-panen, dan pemrosesan, dan dibuang saat di pasar retil karena busuk, mencapai Rp. 500 triliun pertahun. Itu sama dengan 4-5% PDB. 10 komoditas pertanian yang jatuh harga karena rendahnya kualitas pengeringan mencapai Rp 50 triliun pertahun. Beras yang rusak selama penyimpanan mencapai 8 juta ton setahun atau lebih Rp. 80 triliun” Kata narasumber lain menyitir data riset sejak tahun 2000 sampai tahun 2019. Dari tahun 2019 sampai kini tentu lebih buruk lagi.

Saya tersentak mendengar data yang dipaparkannya. Artinya begitu buruknya dampak dari kebijakan sector pertanian dan perdagangan di Indonesia. Begitu besar sumber daya tetapi malah melahirkan inefisiensi. Itu sebab petani sulit naik kelas dan tentu sulit tumbuh sustain. Entah apa yang dipikirkan ketika pemerintah bicara tentang swasembada pangan yang mengandalkan kepada proyek estate food. Karena problem utama kita  bukan volume produksi tetapi management produksi yang tidak efisien

“ Itulan alasan mengapa sulit sekali dapatkan dana filantropi untuk pengembangan sector pertanian di pedesaan. Lebih sulit lagi dapatkan  project financial resource dari luar negeri untuk pengembangan ekonomi desa. “ Lanjutnya. Saya senyum aja.

“ Gimana pendapat Pak Ale ” Tanyanya Burhan.

“ Saya orang bisnis. Tentu berpikir dan bersikap dengan ukuran bisnis. “ Disclaimer saya menegaskan apa yang saya sampaikan bisa saja tidak akademis. “  Kekuatan bisnis dalam produksi barang itu bertumpu kepada finance dan logistic. Apapun itu. Lihatlah fakta, negara yang system logistiknya hebat, pasti menjadi hub perdagangan dan tentu hub financial. Contoh Singapore, Hong Kong, Dubai, Belanda, New York, Shanghai, Shenzhen. Yang kini sedang tumbuh adalah Ho Chi Minh City dan Danang sebagai international financial centre, Astana dengan  AIFC dan Istanbul  dengan  Istanbul Financial Centre.

Nah, logistics Performance Index Indonesia jangankan bersanding dengan negara maju, di ASEAN saja kita kalah jauh dengan Singapore, Thailand, Vietnam Malaysia dan Philipina. Secara global kita masuk katagori mid-to-low performers untuk logistic. Inefisiensi pertanian Indonesia itu penyebabnya ada pada system logistic. Pasti tidak akan mungkin ada uang mengalir ke bisnis yang system logistic nya tidak efisien. Kecuali niat bisnis rente dan korup.” Kata saya seraya seruput kopi.

“Artinya yang harus dibenahi lebih dulu adalah system logistiknya? Tanyanya salah satu narasumber. Seakan menyimpulkan akar masalah yang dihadapi Indonesia. “ Era Jokowi, kita bangun banyak jalan tol, bandara dan Pelabuhan. Mengapa Index logistic kita masih mid-to-low performers” Tanyanya dengan mengerutkan kening.

“ Memang kita banyak bangun jalan toll, tetapi itu tidak dalam design logistic system. Itu just project dan pasti tidak efisien. “ Kata saya tersenyum. “ Karena kita bukan negara continental, tetapi negara kepulauan. Jadi dalam design logistic system,  yang harus di-provide adalah kapal berserta Pelabuhan modern. Nah menghubungkan Pelabuhan dan pusat produksi dengan kereta api, bukan truk. “ sambung saya.

“ Jadi selama ini kita salah konsep. Wasting time dan wastime money” Katanya menyimpulkan. Saya senyum aja meresponse nya “ Jadi apa solusi praktis mengatasi ketertinggalan kita? Tanyanya. “ Kasihan petani kita..” sambungnya.

“ Anda pernah dengar warehousing e-commerce market place untuk agro” Tanya saya.

‘ Pergudangan? Jawabnya.

“ Beda jauh dengan gudang Bulog, kalau itu yang anda makasud. “ jawab saya. Dia mengerutkan kening.“ Gudang itu mengacu kepada phisik. Sementara warehousing e-commerce market place mengacu kepada system, yang terkait dengan tekhnologi penyimpan, pencatatan atau databased, dan pengelolaan lalu lintas barang masuk dan keluar secara efisien. Pasar yang teritegrasi” Sambung saya.

Mereka menyimak.

“Jadi yang dimaksud warehousing itu seperti gudang penyimpanan pendingin agar produk pertanian yang mudah busuk tidak rusak. Dilengkapi dengan silo agar komoditas seperti jagung, beras tidak rusak karena kelembaban. Lengkapi dengan sarana delivery. Karena warehousing bersifat market place. Maka baik penjual maupun pembeli terhubung dalam satu platform membership. Local maupun global. Administrasinya secara IT system yang terhubung dengan financial technologi. Sehingga system warehousing juga bagian dari ekosistem financial. Likuiditas terjamin. Everybody happy” Lanjut saya.

“ Memang mudah dipahami idea itu. Apa ada yang sudah sukses menerapkan dalam skala besar ? tanyanya.

“ Pernah dengar Pinduoduo? Tanya saya. Saya yakin mereka tahu “ Itu pengelola warehousing E-commerce market place di China. Baru 10 tahun berdiri. Tetapi udah punya member 12 juta petani dan 800 juta konsumen  dalam dan luar negeri. Pembelinya dari end user seperti restoran sampai kepada pabrikan yang butuh bahan baku. Petani tinggal kirim produksi mereka ke warehousing selanjutnya soal market, dan delivery, diatur oleh Pinduoduo. Duit masuk kekantong petani langsung lewat virtual account tanpa perantara, tanpa rente.

Mereka menyimak.

Seperti Pinduoduo itu di China ada beberapa.  Yang besar seperti JD Logistics & Cainiao, member petani ada 32 juta. Mereka juga punya Warehousing  di Kawasan bouded di 90 negara di dunia. Mendekati konsumen agar cepat delivery nya. Ada juga Neijiang China Agri‑Wholesale City yang luasnya hampir 100 hektar. Freshippo khusus produk pertanian segar seperti sayuran dan buah buahan. Masih banya lagi. Yang jelas sejak tahun 2020, pemerintah China telah membangun sekitar 3.000 pusat logistik e-commerce tingkat kabupaten dan lebih dari 158.000 stasiun agro desa.

“ Gila ya. “ kata Burhan spontan terkesima. “ Itu pertanian engga lagi tradisional. Sudah menjelma jadi ekosistem bisnis yang solid. Itu udah benar benar industry mindset.” Lanjutnya.

“ Nah bangunlah warehousing e-commerce market place. Usulkan itu kepada pemerintah. Setidaknya satu provinsi ada satu namun interkoneksi dengan stasiun agro di tingkat kabupaten dan desa. Bangunnya tidak sulit kok. Kita punya PT. Pos Indonesia, restruktur bisnis modelnya. Kemudian untuk IT system,  kita punya PT. Telkom untuk menggelar jaringan secara nasional. Untuk ekosistem financial yaitu sebagai fund provider kita punya Bank BRI. Semua ada. Tinggal jalan aja selagi ada niat.” Kata saya.

“ Ya kalau dibangun, pasti pemborosan akibat distribusi, kerugian jatuhnya kualitas sebesar Rp 200-500 triliun per tahun tidak akan terjadi lagi. Make sense. Solusi nya ada pada tata niaga dan logistic. Memang apapun kebijakan harusnya business as usual. Cash flow akal sehat. Bukan sosial yang berdimensi politik populisme. Ujung nya massive corruption dan distorsi.” Kata Burhan.

Usai diskusi, di dalam kendaraan Aling berkata kepada saya. “ Semua kita tentu paham bagaimana memberdayakan petani, kaum lemah, tetapi tidak banyak yang punya niat baik membela mereka. Pemerintah beri subsidi pupuk, pupuk dikorup. Beri dana desa, uang desa dikorup. Beri Bansos, uang bansos dikorup. Bahkan dari sejak belum panen  petani sudah dimiskinkan lewat kebijakan rente. “

Saya senyum aja. Perjuangan kaum marhaen masih panjang. Maklum Aling waktu masih muda pernah jadi aktifis marhaen. Saya hanya melihat semua karena bisnis. Selagi politik terjerat dalam lingkaran oligarki, selalu orang lemah dimakan. Biasa saja.

Berita Terkini