Mudanews.com OPINI – Pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tapi Dwitunggal tak berumur panjang, persis pada 1 Desember 1956, ia menjadi Dwitanggal.
Ada perbedaan pandangan politik yang begitu mencolok antara dirinya dan Bung Karno sehingga Bung Hatta pun memutuskan mundur.
Dalam buku Meutia Farida Hatta yang berjudul Bung Hatta, di Mata Tiga Putrinya (Penerbit Buku Kompas, 2015), ketika berlangsungnya pemerintahan RI hubungan keduanya semakin lama semakin renggang bahkan dirundung berseberangan.
Misalnya, Bung Hatta menyesalkan putusan Bung Karno lantaran menandatangani pemecatan Sosrodanukusumo oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo I pada 1955 tanpa berkonsultasi dengan dirinya. Apalagi prosedur pemecatannya tidak wajar.
Selain itu yang membuat Bung Hatta kesal, yaitu sikap Bung Karno yang suka melakukan lawatan ke luar negeri tanpa diundang.
Pada sisi lain, Bung Hatta menilai Bung Karno terlalu percaya pada PKI, dan selaku Wakil Presiden telah memperingatkan Bung Karno agar “tidak membesarkan anak ular”. Siapa yang dimaksud dengan istilah “anak ular” tentulah PKI.
Berbagai kekecewaan Bung Hatta terhadap Bung Karno itu mau tak mau menyebabkan suasana kerja yang tidak nyaman sehingga menjadi salah satu alasan Bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden RI. Namun penyebab utamanya adalah menyangkut suatu prinsip yang selalu dia pegang teguh.
Hatta berpendapat, setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja dan Konstituante pilihan rakyat sudah tersusun, tiba saatnya bagi Hatta untuk mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI.
Sejak awal Hatta sudah berpendirian, tidak perlu ada jabatan Wakil Presiden dalam sistem Kabinet Parlementer. Begitulah disebutkan dalam surat Bung Hatta tanggal 20 Juli 1956 kepada DPR.
Bung Hatta masih sempat mengatakan bahwa, “…banyak soal-soal yang kalau konsepsi saya dijalankan tidak akan mengakibatkan keruwetan seperti ini … dalam banyak hal saya tidak diajak berunding oleh Bung Karno dan dilampaui begitu saja…”
Mundurnya Hatta sempat membuat Bung Karno kecewa dan sedih. Dalam usahanya meluluhkan hati karibnya agar mengurungkan niatnya, Bung Karno membujuk Rahmi Hatta dengan manis, “Yuke, bilang dong sama Bung Hatta supaya tidak mengundurkan diri.”
Namun Rahmi mengatakan, “Om, apa yang sudah menjadi keputusan Kak Hatta, itu sudah dianggapnya sebagai hal terbaik. Karena itu saya ikut saja dengan keputusan Kak Hatta.”
Selanjutnya melalui surat kabar atau forum-forum, Bung Hatta sering mengecam dan menggugat kebijakan-kebijakan Bung Karno dan menganggapnya sebagai seorang diktator. Namun Bung Karno tak pernah membantah kecaman-kecaman Bung Hatta.
Dalam tanggapannya, paling Bung Karno hanya mengucapkan terima kasih atau menanyakan kapan mereka bisa bertemu untuk membahasnya. Sebaliknya, ketika Bung Hatta berkunjung ke Amerika Serikat dan mendapati Bung Karno diberondong cemooh dan hinaan, Bung Hatta tegas menukas, “Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya!”
–
Sumber: intisari.grid