MENGULIK KEKUATAN ZULHAS

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Jengiskan Kader PAN Banten

Mudanews.com-Opini | Zulkifli Hasan bukan politisi biasa. Ia bukan orator ulung, bukan pemikir murni, dan bukan pula teknokrat sejati. Tapi ia menguasai satu hal: membaca peta kekuasaan dengan insting dagang. Zulhas adalah pedagang politik yang piawai—menjual loyalitas ke atas, menjaring pengaruh ke bawah—dengan harga fleksibel, tergantung siapa pembelinya.

Dalam kacamata data-driven, kekuatan Zulhas tidak terletak pada ide, melainkan pada kemampuannya menciptakan jaringan distribusi kekuasaan. Ia tahu siapa yang lapar jabatan, siapa yang haus logistik, dan siapa yang cukup diberi panggung agar tetap diam. Zulhas tak membangun partai. Ia membangun pasar. Dan PAN adalah kiosnya.

1. Kekuatan Distribusi Jabatan

Data internal menunjukkan bahwa lebih dari 70% struktur PAN daerah dikuasai oleh loyalis Zulhas. Bukan karena kapasitas, tapi karena koneksi dan transaksi. Mereka dipilih bukan karena ide, melainkan karena komitmen “setia” dalam struktur vertikal. Ini membuat partai mudah dikendalikan, tapi kehilangan arah perjuangan.

2. Manajemen Konflik ala Pedagang

Zulhas bukan pemadam konflik. Ia pedagang damai. Ketika terjadi friksi di bawah, ia tak menyelesaikannya dengan keadilan, tapi dengan bagi-bagi. Ia tidak menjahit luka, hanya menutupnya dengan uang saku. Praktis. Efektif. Tapi jangka pendek. Partai pun tumbuh seperti tubuh penuh tambalan.

3. Koneksi Elit

Zulhas paham satu hal penting: jaringan istana lebih kuat dari suara akar rumput. Maka ia tak terlalu peduli berapa banyak kader muda yang kecewa, asalkan satu dua elit kekuasaan tersenyum. Dalam logika kekuasaan, Zulhas tahu: bertahan bukan lewat ide, tapi dengan tetap dekat ke matahari—agar tetap hangat dan eksis.

4. Kalkulasi Emosional vs Elektoral

Zulhas bukan politisi ideologis. Ia pragmatis murni. Maka langkah-langkah politiknya sering membingungkan, bahkan bagi kader sendiri. Hari ini bicara soal Islam moderat, besok bergandengan dengan siapa saja yang menjanjikan tambahan kursi. Prinsip? Bisa dinegosiasikan. Yang penting, “angkanya masuk.”

Analisis Penutup

Zulhas bukan ancaman karena kecerdasan intelektualnya. Ia berbahaya justru karena tak punya beban ideologis. Ia seperti algoritma Google—selalu menyesuaikan diri dengan tren, bergeser ke mana pun arah klik terbanyak. Licin, fleksibel, dan sulit dijatuhkan lewat debat.

Namun di situlah titik lemahnya: ia tak punya basis sejati. Tak akan ada gelombang massa yang turun ke jalan membelanya jika partai runtuh. Tak ada pasukan ide yang melindunginya saat sejarah menggugat.

Maka ketika kader muda mulai bersuara, ketika akar rumput menggeliat, Zulhas hanya punya dua pilihan: bernegosiasi, atau tersapu. Sebab di zaman ini, kekuasaan yang tak punya nilai akan tumbang oleh suara yang punya keberanian.**()

Berita Terkini