InJourney dan Tantangan Tanpa Maskapai: Garuda Harus Bangkit

Breaking News

- Advertisement -

 

Oleh: Erick Herlangga, S.H. (Advokat, Kurator & Konsultan Hukum Pariwisata)

Garuda Indonesia bukan sekadar maskapai penerbangan. Ia adalah simbol kebanggaan nasional, layanan kelas dunia, serta representasi kehadiran internasional Indonesia. Selama puluhan tahun, nama Garuda telah mencerminkan komitmen Indonesia terhadap kualitas dan keramahan dalam layanan udara.

Namun, dalam lanskap industri aviasi yang semakin kompetitif, menjaga nama besar kadang berarti harus berani melepaskan perusahaan lama yang sudah terlalu berat bebannya.

Pada kuartal pertama tahun 2025, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan kerugian sebesar Rp1,2 triliun. Angka ini bahkan melebihi kerugian sepanjang tahun buku 2024 yang sebesar Rp1,15 triliun.

Meskipun perusahaan ini telah berhasil keluar dari proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), tantangan finansial dan operasional tetap membayangi. Struktur utang yang besar dan efisiensi yang rendah membatasi ruang gerak strategis perusahaan untuk berkembang.

Di saat yang sama, InJourney BUMN holding pariwisata dan aviasi hingga kini belum memiliki maskapai penerbangan di bawah naungannya. Padahal, sejak awal InJourney dibentuk untuk menjadi penghubung strategis antara industri pariwisata dan konektivitas udara nasional.

Tidak adanya maskapai yang beroperasi di bawah InJourney menciptakan kekosongan besar dalam ekosistem yang semestinya ia pimpin.

Inilah Momen untuk Bertindak

Alih-alih terus menyelamatkan entitas Garuda Indonesia yang sekarang, kita seharusnya berfokus pada menyelamatkan hal yang paling penting: nama, reputasi layanan, serta kepercayaan masyarakat dan komunitas internasional terhadap Garuda.

Salah satu solusi realistis adalah memindahkan kepemilikan merek dagang “Garuda Indonesia” kepada perusahaan baru yang dibentuk di bawah InJourney. Perusahaan baru ini akan mengelola merek, menanamkan modal baru, menjalankan sistem manajemen profesional, dan beroperasi dengan struktur yang lebih ramping dan kompetitif.

Selain merek, perusahaan baru juga dapat mengajukan pengambilalihan rute-rute penerbangan strategis yang sebelumnya dioperasikan oleh Garuda lama, dengan tetap mematuhi ketentuan Kementerian Perhubungan.

Meski rute tidak dapat langsung dialihkan secara hukum, pengajuan ulang oleh entitas baru yang ditunjuk secara nasional dapat difasilitasi melalui jalur percepatan perizinan.

Sementara itu, PT Garuda Indonesia yang lama dapat tetap menjalankan operasi terbatas dengan membayar lisensi penggunaan nama tersebut. Dana dari transaksi lisensi atau akuisisi merek ini dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi keuangan perusahaan lama.

Namun, untuk menjalankan skema ini secara efektif, dukungan politik dan hukum dari pemerintah harus bersifat penuh dan tegas. Pemerintah dapat menerbitkan peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, bahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) bila diperlukan, guna memberikan payung hukum yang kuat bagi restrukturisasi ini.

Langkah seperti ini pernah dilakukan oleh pemerintah Malaysia saat menyelamatkan Malaysia Airlines, termasuk melalui akuisisi oleh Khazanah Nasional Berhad dan pembentukan entitas baru, Malaysia Airlines Berhad (MAB), dengan landasan hukum yang solid dan strategi transformasi jangka panjang.

Contoh dari negara lain juga menunjukkan bahwa membangun perusahaan baru dengan membawa nama lama bisa menjadi strategi keberhasilan.

Swiss International Air Lines lahir dari bubarnya Swissair, ITA Airways menggantikan Alitalia, dan beberapa nama legendaris di industri hospitality seperti Hilton, Ritz-Carlton, Stouffer, serta Howard Johnson by Wyndham tetap hidup meskipun kepemilikannya telah berganti entitas.

Inilah cetak biru yang seharusnya diikuti oleh Garuda Indonesia. Biarkan InJourney memimpin kelahiran kembali maskapai nasional dengan nama dan semangat yang sama, namun dengan wajah baru yang lebih profesional, tangguh, dan kompetitif.

Dalam waktu yang tepat, Garuda Indonesia bisa bangkit kembali, bukan sebagai warisan masa lalu, melainkan sebagai simbol baru keunggulan di langit Asia.

Garuda tidak perlu menghilang. Garuda hanya perlu dilahirkan kembali dengan cara yang lebih cerdas, lebih kuat, dan lebih sesuai dengan masa depan industri penerbangan Indonesia.

Berita Terkini