Ditulis: Heru Subagia Pengamat Politik dan Ekonomi
Mudanews.com OPINI – Kabar gembira untuk negeri yang konon negeri agraris akan tetapi doyan impor produk pertanian. Baru sekian puluhan tahun, di bawah kendali Pemerintahan Prabowo, Indonesia berhasil melakukan swasembada pangan dan saat ini Indonesia surplus beras dan siap melakukan ekspor perdana.
Diberitakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan rilis tertulis berkaitan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dinyatakan resmi menembus empat juta ton. Menurutnya, keberhasilan terjadinya lonjakan stok ini menjadi bukti nyata ketahanan pangan nasional yang terjaga dan kuat.
Surplus pangan adalah indikator penting bagaimana kesiapan Indonesia untuk memainkan peran lebih besar dalam sistem pangan internasional. Perlu diketahui saat ini dunia dan secara spesifik setiap negara sedang menghadapi tekanan seperti perubahan iklim, krisis geopolitik, dan gangguan rantai pasok internasional.
Amran menyatakan, ketika banyak negara mengalami tekanan pangan, Indonesia justru mencatatkan peningkatan produksi dan stok secara signifikan.
Menurut Amran, tidak lagi hanya bicara swasembada, tapi sudah bicara kedaulatan. Dengan angka serapan seperti ini, Indonesia secara tidak langsung siap mengambil peran lebih besar dalam sistem pangan dunia.
Ekspor Beras
Indonesia akan mengekspor 2 ribu ton beras per bulan ke Malaysia, dengan beras yang berasal dari Kalimantan Barat.
Rencana Indonesia akan ekspor perdana sebesar 2 ribu ton beras ke Malaysia. Menurut rencana kirim dari yang terdekat (dengan Malaysia), dari Kalimantan Barat.
Amran mengungkapkan bahwa telah dijalin kerja sama ekspor beras ke Malaysia antarbisnis (business to business/B-to-B). Indonesia nantinya akan mengekspor beras ke Malaysia sebesar 2 ribu ton per bulan, atau tepatnya 24 ribu ton per tahun.
Indonesia Surplus Beras
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras pada Januari dan Februari 2025 masing-masing mencapai 1,31 juta ton dan 2,08 juta ton. Pada Maret, produksi diperkirakan melonjak menjadi 5,20 juta ton, melampaui konsumsi beras bulanan yang sekitar 2,5 juta ton. Tren surplus ini diprediksi akan berlanjut hingga April dan Mei, seiring dengan musim panen raya.
Menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa produksi padi pada Januari hingga Maret 2025 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. “Data BPS menunjukkan produksi Januari naik 50 persen, Februari naik 49 persen, dan Maret naik 51 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pangan Nasional menargetkan 70 persen dari total 3 juta ton setara beras dapat diserap pada semester pertama 2025.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyampaikan Indonesia mengalami surplus beras sebesar 2,5 juta ton pada Januari-April 2025. Bahkan Zulhas menyebut stok beras Indonesia tertinggi sepanjang 7 tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan produksi beras selama Januari-April tahun ini sebanyak 13,95 juta ton.
Angka ini merupakan tertinggi selama 7 tahun terakhir. Untuk itu, Zulhas meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena stok beras melimpah hingga Lebaran.
Belanja Gabah
Diketahui jika Perum Bulog mengklaim telah menggelontorkan Rp 15,15 triliun untuk menyerap gabah hasil panen petani. Jumlah tersebut setara 91% dari alokasi anggaran yang diberikan sebesar Rp 16,58 triliun.
Sesuai arahan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Perum Bulog telah ditetapkan sebagai operator investasi pemerintah pada 2025 dan mendapatkan alokasi anggaran Rp 16,58 triliun untuk pengadaan beras.
Bulog ditugaskan menyerap hasil panen petani 3 juta ton setara beras. Dari dana tersebut, hingga 15 Mei 2025, Bulog telah membelanjakan Rp 15,15 triliun.
Pangan dan Portofolio Politik
Banyak pihak sepakat Pemerintah Prabowo sedang menjalankan misi besar yakni swasembada pangan menjadi portofolio politik dan juga kedaulatan pemerintahan.
Pangan menjadi isu dan manifestasi politik jangka panjang yang harus diraih dan dibuktikan oleh Prabowo. Dalihnya adalah di tengah geopolitik global tidak menentu, sektor pangan alam menjadi produk global yang akan dibutuhkan dan sekaligus juga dipertahankan untuk kepentingan ketahanan pangan dalam negeri.
Ancaman perebutan sumber pangan akan menjadi babak baru dalam ketegangan dan konflik politik internasional. Dengan begitu, kekuatan dan juga ketahanan suatu negara pada saatnya harus menitipkan dan menitikberatkan produksi dan juga menyimpannya dalam skala dan waktu tak terbatas.
Kebijakan Populis dan Paradoksnya
Program populis ketahanan pangan tidak serta merta menjadi kabar baik bagi masyarakat luas. Sebaliknya, perlu dipertanyakan betulkah kebijakan tersebut telah menguras kantong APBN ?
Bagaimana cara mengukur produksi konon surplus beras dan hubungannya produktivitas kerja petani yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan mereka?
Dua pertanyaan yang sangat menohok untuk menihilkan kesombongan pemerintah yang sedang pamer surplus beras. Sebuah sebab dan akibat beserta dampaknya yang terlalu tergesa-gesa disimpulkan. Karena wajar jika banyak kecurigaan tersembunyi dari klaim-klaim sepihak atas keberhasilan surplus pangan terutama beras hingga menjadi portofolio politik di tengah-tengah penurunan daya beli masyarakat dan defisit APBN 2025 yang semakin bengkak.
Fenomena Surplus Beras
Kalau diamati di daerah, indikator surplus terutama beras nyata-nyata redup dan tersembunyi dan diduga tidak ada signifikansi pertumbuhan stok beras. Justru sebaliknya yang ada terjadi skema menurunnya jumlah lahan pertanian untuk berbagai kebutuhan proyek strategis ataupun pemakaian untuk properti dan pabrik yang menjadi kekuasaan pemerintah daerah.
Di sinilah letak permainan dijalankan hingga ijin dan prosedur lainnya lahan pertanian diperebutkan, alih fungsi dan menimbulkan dampak penyempitan lahan pertanian.
Kalau adanya surplus beras, perlu dipertanyakan juga stok tersebut berasal dari mana. Bisa jadi karena pemerintah menggelontorkan dana jumbo padi ke petani dengan harga tinggi karena yang stok di gudang -gudang pengepul atau mungkin tengkulak jadi kosong.
Shifting Subsidi Ke mana?
Kedua, besaran subsidi pupuk ke petani harus dihitung dan dikonversi dalam nilai penambahan produktivitas. Artinya persoalan daya beli yang merosot tajam saat ini harusnya bisa ditolong oleh kenaikan daya beli dari petani.
Pertanyaan, ke mana shifting atau larinya subsidi pupuk ini pergi hingga tidak berdampak ke penguatan daya beli masyarakat di level petani?
Diketahui jika pada Tahun Anggaran 2025, alokasi pupuk bersubsidi pupuk i ditetapkan sebesar Rp44,16 triliun untuk 9,03 juta ton, yang terdiri dari pupuk Urea, NPK, dan organik.
Siapa sebenarnya mata rantai subsidi pupuk ini yang diuntungkan?
Tarik Hutang Baru
Terdapat kecurigaan jika ada proyek tersembunyi hingga pemerintah berkoar-koar surplus padi hingga rencana akan melakukan ekspor perdana ke Malaysia.
Pertanyaan akhir, jangan -jangan Prabowo sedang mau menarik portofolio kepercayaan internasional dari isu surat beras dan ekspor beras untuk menarik hutang baru donatur internasional ?