Krisis Etika di Kalangan Pemain Game Online Mobile Legends

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Sardiman Manurung dan Willy Stepanus Manalu.

Etika merupakan fondasi dalam setiap bentuk interaksi, baik di kehidupan nyata maupun di dunia digital. Ia menuntun kita untuk memahami batas antara kebebasan dan tanggung jawab, serta antara menyampaikan pendapat dan menghargai sesama. Sayangnya, prinsip-prinsip etika ini mulai memudar, terutama dalam komunitas gim daring yang semestinya menjadi wadah hiburan dan latihan kerja sama.

Padahal, etika seharusnya melekat dalam setiap kegiatan manusia, termasuk saat bermain game. Etika membimbing kita dalam bersikap, berkomunikasi, dan memperlakukan orang lain dengan hormat, meskipun dalam situasi yang penuh persaingan. Namun, belakangan ini kita melihat pergeseran nilai secara terbuka di dalam permainan online terutama pada kalangan pemain mobilegend.

Mobile Legend Bang Bang merupakan sebuah arena game online multiplayer game mobile yang berhasil dikembangkan dan diterbitkan oleh perusahaan Moonton. Perusahaan ini berhasil merilis game Mobile Legend Bang Bang pada sistem Android yaitu pada tanggal 14 Juli 2016 dan kemudian disusul pada sistem iOS ditanggal 9 November 2016.

Mobile Legend Bang Bang adalah game MOBA yang memang sudah dirancang khusus untuk sebuah ponsel. Setiap tim sama-sama bertempur untuk mencapai dan menghancurkan base lawan dan sebisa mungkin untuk mempertahankan base mereka sendiri. (Mutando 2022).

Mobile Legends tumbuh sebagai salah satu game online paling populer di Indonesia, dengan jutaan pengguna aktif dari berbagai kalangan usia. Sayangnya, popularitas ini tidak dibarengi dengan kesadaran etis yang memadai. Ruang obrolan dalam game kerap dipenuhi kata-kata kasar, hinaan terhadap performa rekan tim, bahkan ancaman personal. Ketika sikap saling menyalahkan lebih dominan daripada semangat kerja sama maka mengakibatkan krisis etika.

Krisis etika yang dimaksud bukan hanya sekadar perilaku kasar saat bermain, tapi kegagalan memahami bahwa setiap interaksi digital tetap membutuhkan tanggung jawab moral. Banyak pemain Mobile Legends terutama dari kalangan muda melupakan bahwa di balik avatar dan nickname, ada manusia lain yang punya perasaan dan harga diri.

Mengolok-olok pemain yang dianggap beban tim, menuduh tanpa dasar, bahkan mengutuk rekan sendiri saat kalah, adalah potret dari etika yang retak. Fajri, Mubina, dan Aisha (2024) menjelaskan bahwa agresi verbal dalam game ini bukan hanya reaksi emosional, tapi bersumber dari lemahnya kontrol diri dan kegagalan membedakan realitas permainan dengan interaksi sosial yang etis.

Saat pemain tidak bisa menerima kekalahan dan melampiaskan frustrasi dengan menyerang orang lain, di situlah etika benar-benar hilang. Krisis ini bukan lagi masalah teknis, tapi persoalan karakter. Hal ini di perkuat oleh pendapat (Amirul Fathin Fadhil, 2023) yang megatakan bahwa Kecanduan terhadap game online dapat menyebabkan seseorang kesulitan dalam mengendalikan perilaku impulsif.

Perilaku impulsif sendiri adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara spontan tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakannya.
Fenomena ini diperparah oleh minimnya edukasi etika digital di lingkungan keluarga maupun sekolah. Banyak orang tua yang kurang memahami dunia game online sehingga abai terhadap perilaku anak-anaknya di dunia maya.

Di sisi lain, sistem pelaporan pelanggaran di dalam game seringkali tidak efektif menindak pelaku secara tegas, sehingga perilaku negatif terus berulang. Jika dibiarkan, budaya saling merendahkan dan menyalahkan akan menjadi norma baru yang membahayakan perkembangan karakter generasi muda.

Walaupun memiliki dampak positif, permainan Mobile Legends juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap etika generasi muda. Penggunaan bahasa kasar yang semakin sering terdengar di kalangan remaja sering dikaitkan dengan kemajuan teknologi, termasuk meningkatnya popularitas Mobile Legends.

Dalam permainan ini, pemain cenderung mengucapkan kata-kata tidak pantas saat mengalami kekalahan atau saat permainan tidak sesuai dengan harapan mereka. Mobile Legends sendiri dirancang dengan unsur kompetisi dan tantangan yang dapat memicu kecanduan, yang pada akhirnya menguntungkan pihak pengembang.

Ketika seseorang sudah kecanduan, mereka cenderung mengesampingkan tanggung jawab harian dan memprioritaskan permainan. Hal ini berdampak pada perilaku dan etika sosial, seperti meningkatnya sifat emosional, sikap tidak peduli terhadap sekitar, serta mengabaikan peringatan dari orang tua demi kesenangan bermain.

Mengatasi krisis etika dalam komunitas Mobile Legends membutuhkan upaya bersama. Pertama, edukasi etika digital harus menjadi bagian penting dalam pendidikan, baik di sekolah maupun keluarga. Anak-anak dan remaja perlu diajarkan bahwa dunia maya bukan ruang tanpa hukum, dan setiap tindakan di dalamnya tetap memiliki konsekuensi moral. Kedua, pengembang gim seperti Moonton harus memperkuat sistem moderasi dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran etika.

Ketiga, komunitas pemain juga harus aktif menciptakan lingkungan yang positif, misalnya dengan membudayakan apresiasi, saling mendukung, dan mengingatkan rekan yang berperilaku buruk. Pada akhirnya, etika adalah kunci agar dunia gim daring tetap menjadi ruang yang sehat, menyenangkan, dan mendidik. Jika setiap pemain mampu menempatkan etika di atas ego, maka Mobile Legends dan gim daring lainnya akan benar-benar menjadi sarana hiburan sekaligus pembelajaran karakter.

Inilah saatnya kita bersama-sama mengembalikan etika ke dalam setiap interaksi digital, demi masa depan komunitas gim yang lebih bermartabat. (din)

Tulisan ini dibuat oleh mahasiswa program studi Pendidikan Antropologi FIS UNIMED dan tidak mewakili pandangan redaksi Mudanews.com.

Berita Terkini