“Hard Day’s Night” Lagu The Beatles, Sebuah Cermin Semangat Indonesia yang Lelah

Breaking News

- Advertisement -

 

Mudanews.com OPINI – Lagu “A Hard Day’s Night” bukanlah lagu asing bagi para pecinta musik The Beatles, terutama generasi yang tumbuh di era 1960–1970-an. Tapi, lagu ini kembali mendapat tempat di hati banyak kalangan, termasuk generasi muda seperti Gen Z, yang mulai menggali musik lintas zaman dan menemukan bahwa pesan dalam lagu ini tetap relevan disetiap kelompok masyarakat di seluruh dunia.

Lagu yabg ditulis oleh John Lennon dan dirilis pada 10 Juli 1964 menurut sumber terpercaya meripakan bagian dari album dan film dengan judul yang sama, “A Hard Day’s Night”. Judul itu diambil dari celetukan apa adanya dan spontan keluar dari ucapan Ringo Star penggebuk drum The Beatles, yang berkata, “It’s been a hard day’s night,” yang menggambarkan kelelahan dirinya sepulang bekerja dari siang hingga malam. Jhon Lennon menangkap ucapan Ringo sebagai esensi hidup manusia yang terjadi setiap hari, lalu ia mengubahnya menjadi lagu yang menggambarkan kerja keras, cinta, dan harapan nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu.

Hari ini, pesan itu bisa menjadi cermin bagi kita bangsa Indonesia, saat-saat menghadapi malam panjang transisi kekuasaan dari mantan Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto. Lagu ini bisa menjadi pengingat, bahwa kerja politik sejatinya bukan untuk kemewahan kekuasaan, tetapi untuk menenangkan hati rakyat, tanpa kecurigaan, kegelisahan, dan kelelahan publik atas sandiwara kekuasaan yang seolah tak ada akhir.

“It’s been a hard day’s night, and I’ve been working like a dog.”

Kalimat pembuka lagu ini, yang terdengar ringan, sejatinya mencerminkan realitas rakyat Indonesia yang bekerja keras, siang dan malam, bukan untuk kekuasaan, melainkan untuk bertahan hidup. Namun disisi lain sebagian elite politik justru sibuk kasak kusuk mencari dan menjaga kursi, melanggengkan dinasti, dan menegosiasikan kekuasaan di belakang layar, demi status quo.

“But when I get home to you, I find the things that you do, will make me feel alright.”

Lirik ini bukan sekadar ungkapan cinta romantis, tetapi bisa dimaknai sebagai “road map etis” seorang pemimpin, bahwa kerja keras seorang pemimpin hanya bermakna jika rakyat, saat “disapa oleh negara”, merasakan ketenangan, keadilan, dan pemulihan harapan. Bukan menghadirkan proyek-proyek mercusuar tanpa pemerataan dan kebangkitan ekonomi rakyat, yang membuat rakyat merasa asing di negerinya sendiri.

Presiden Prabowo benar-benar ingin dikenang sebagai pemimpin rakyat, ia perlahan dengan insting nalurinya membuktikan menjadi sebagai sosok pemimpin yang adil, berbudaya dan beradab. Langkahnya sedang sedang mengobati ketakutan oleh adanya bayang-bayang Jokowi, ia memilih jalan pengabdian sejati, bukan menjadi “jembatan dinasti”, namun berupaya menjadi “pemutus rantai kecurangan politik”. Bagaimana pun Jokowi punya kesan tersendiri bagi pendukungnya yang nyata mereka juga berada di lingkaran Prabowo, sehingga perlu cara yang tak mudah.

Hari ini kita melihat ironi yang begitu transparan telanjang, Gibran putra sulung Jokowi sebagai Wapres RI, Bobby menatunya Gubernur Sumatera Utara, dan Kaesang sebagai ketua umum suatu Parpol. Inilah demokrasi yang tercekik oleh loyalitas semu dan kompromi politik. Namun apapun opininya inilah kenyataan yang terjadi.

Prabowo telah berupaya menghadapi semua ini dengan membuktikan berbagai kebijakan yang mengarah pada pilihan moral yang bukan menjadi alat dari kekuasaan yang lama, untuk menjadi negarawan yang benar-benar baru.

The Beatles menutup lagunya bukan dengan amarah, tetapi ketenangan. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini, dan Prabowo telah memulainya perlahan bukan suara bising elite, tapi ketenangan rakyat.
Bukan stabilitas yang dibangun di atas ketakutan, tapi harapan yang tumbuh dari keberanian memutus pola lama.

Jika malam ini memang berat seperi lirik lagu ini, namun biarkanlah jadi malam terakhir dari politik yang muram. Dan jika fajar esok datang,
maka datanglah dengan pemimpin yang mampu membuat rakyat berkata, “We feel alright.” Prabowo sedang buktikan itu semua.

Penutup.

Lagu ini memang bukan ditulis untuk urusan politik, tapi musik yang jujur selalu punya gema sosial. Dan hari ini, gema itu bisa menjadi peringatan dan harapan. Indonesia butuh pemimpin yang bekerja seperti lirik itu, lelah karena mengabdi, bukan lelah karena menjaga kekuasaan, dan Presiden Prabowo telah berjuang untuk buktikan itu, maka kita pantas untuk sama-sama mendukungnya.

Oleh: Agusto Sulistio – penikmat lagu The Beatles, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo).

Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Mei 2025, 07:45 Wib.

Berita Terkini