Gengsi Gaya Hidup Mahasissa: Antara Kebutuhan dan Keinginan

Breaking News

- Advertisement -

Oleh: Edriati H Silaban dan Muhammad Ilyas

Mahasiswa saat ini, terutama dalam konteks konsumsi dan pengelolaan keuangan. Gambar ilustrasi yang ditampilkan memperlihatkan dua situasi yang kontras namun menghasilkan hasil akhir yang sama: perut kenyang.

Di sisi kiri, seorang mahasiswa makan di warteg (warung makan sederhana), yang mewakili pemenuhan kebutuhan dasar secara sederhana dan hemat. Sementara di sisi kanan, mahasiswa lain memilih makan di restoran elit yang mahal, sebagai bentuk pemenuhan keinginan, bukan sekadar kebutuhan.

Keduanya sama-sama kenyang, namun dengan konsekuensi finansial yang berbeda. Inilah yang disebut sebagai fenomena gaya hidup konsumtif berbasis gengsi, di mana banyak mahasiswa lebih mementingkan penampilan sosial dibanding kebutuhan aktual mereka.

Gengsi dalam konteks mahasiswa kerap kali muncul karena pengaruh media sosial, lingkungan pergaulan, dan tekanan sosial untuk tampil “keren” atau “berkelas”. Hal ini sering kali menyebabkan mahasiswa terjerumus dalam perilaku konsumtif yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan mereka, bahkan rela berutang demi memenuhi keinginan yang bersifat sementara dan simbolik.

Dalam teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow, makan adalah kebutuhan fisiologis paling dasar, namun tempat makan seperti restoran mewah sudah termasuk dalam kategori aktualisasi diri atau status sosial, yang bukan merupakan prioritas utama.

Fenomena ini sangat berbahaya karena tidak hanya berdampak pada keuangan pribadi mahasiswa, tapi juga membentuk karakter dan pola pikir konsumtif yang berkelanjutan. Penelitian oleh Anggraini dan Wahyuni (2020) dalam jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menyebutkan bahwa gaya hidup konsumtif di kalangan mahasiswa sering kali disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan dan lemahnya kontrol diri. Padahal, masa kuliah seharusnya menjadi momen untuk belajar hidup hemat dan bijak, bukan malah mempertontonkan gaya hidup hedonis yang tak sejalan dengan kemampuan.

Dengan demikian, gambar ini menjadi sindiran visual yang efektif terhadap perilaku tidak bijak dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Mahasiswa seharusnya mampu menyadari bahwa kebutuhan bisa dipenuhi tanpa harus mengejar gengsi, dan bahwa gaya hidup sederhana bukanlah tanda kegagalan, melainkan bentuk kecerdasan finansial dan kematangan sikap.

Pendidikan tentang literasi keuangan dan pengendalian diri perlu terus ditanamkan agar mahasiswa dapat membentuk gaya hidup yang sehat secara ekonomi dan sosial. (*)

Tulisan tidak mewakili pandangan redaksi Mudanews.com.

Berita Terkini