Jebakan Infrastruktur di Era Jokowi

Breaking News

- Advertisement -

Mudanews.com OPINI –  Selama 10 tahun Jokowi menggelontorkan dana infrastruktur berlabel Proyek Strategis Nasional (PSN). Perinciannya : 2015-2019 sebanyak Rp 4.796,2 triliun dan 2019-2024 sebanyak Rp 6.445 triliun. Total Rp 11.200 trilun lebih

Skema pelaksanaan pembangunannya PSN menggunakan Goverment to Bussines (GtoB), artinya investor dari manapun boleh masuk dengan uangnya sendiri dan pemerintah menjamin pembayarannya dengan APBN. Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/…/10-tahun-warisan-jokowi…

Pemerintah tidak keluar uang sepeserpun, tapi seandainya proyek tersebut rugi atau tidak profit, maka APBN menjadi jaminannya pembayarannya. Skema kerjasama G to B melahirkan perjanjian BOT, artinya setelah proyek jadi, pihak investor memegang kepemilikan sementara sampai batas waktu tertentu. Jika sudah balik modal plus keuntungan maka infrastruktur dipindahtangan jadi milik pemerintah.

PSN yang dibangun Jokowi 80% berstatus LOW VALUE, artinya sebagian besar tidak ekonomis karena baru akan menghasilkan pemasukan 10 tahun yang akan datang, dengan catatan jika tidak mangkrak atau gagal menghasilkan keuntungan. Sebagai contoh Jalan Tol luar Jawa, Trans Papua, embung, bendungan tanpa PLTA, bandara perintis, Food Estate yang gagal panen, Tower BTS dan IKN menjadi deretan PSN yang paling kontroversi

Sementara PSN dengan HIGH VALUE yang dibangun dengan sistem BOT memiliki kontrak kerjasama di atas 50 tahun bahkan sampai 80 tahun baru jadi milik pemerintah. Contoh : Kerete cepat Whooss, Tol Cisumdawu, Tol Semarang Surabaya Banyuwangi, Terminal 3 Bandara Soeta, MRT, LRT.

Banjir Infrastruktur untuk dengan Low Value cicilannya dibayar oleh pajak (APBN), sementara PSN High Value keuntungannya masuk ke kantong investor asing sebagai pengelola. Nanti generasi cucu kita baru bisa memiliki namun dengan nilai penyusutan sudah di atas 50%.

Fakta mencengangkan terkait infrastruktur di awal tahun 2024, PPATK mengendus dana PSN bocor 36,5%, Sumber : https://nasional.kompas.com/…/ppatk-3667-persen
Artinya dari 11.200 triliun ada penyelewengan 3.500 triliun yang mustahil dilakukan oleh tukang siomay, pedagang kaki lima atau buruh harian pabrik. Tapi oleh para elite atas kesepakatan politik dengan pusat kekuasaan.

Jokowi paham skema banjir infrastuktur beresiko sistemik jangka panjangnya. Sementara jangka pendeknya secara politik dia punya over logistik untuk mengatur Trias Politika pada masanya.

Beban infrastruktur era Jokowi menghasilkan kenaikan utang negara sebesar Rp 8.319,22 triliun dimana 79,6 persen adalah utang swasta yang dijamin pemerintah.

Di negara berkembang sekelas Indonesia, saat pemerintah menghabiskan kebijakan anggarannya untuk infrastruktur, maka ada kebijakan sosial dan ekonomi yang dikorbankan. Kesenjangan berbagai sektor terjadi karena negara gagal mengelola kebijakan yang berpihak ke bawah.

Dalam sejarah peradaban negara di dunia, keberhasilan membangun infrastruk hanya bisa dilakukan oleh negara yang dipimpin dengan sistim otoriter yang kejam pada pelaku korupsi. Contohnya : China, Korut, Iran, Philiphina (era Ferdinan Marcos)

Jokowi ngotot membangun infrastruktur dengan tangan demokrasi. Yang kemudian terjadi adalah kompromi politik dengan oligarki di lingkarannya. Korupsi tidak hilang, hanya saling ganti pelaku saja.

Jadi… kebanggaan pada infrastruktur era Jokowi bersifat semu alias halusinasi. Karena kita hanya akan menjadi pembayar infrastruktur bonus anak cucu kita yang menanggung hutang investasinya.
@Dahono Prasetyo

Berita Terkini