Oleh: Yesaya Fransdigo Simorangkir, Afiqah Allya Sartika, Denni Damayanti Nainggolan, Helen Ketlyn Damanik, Martini N lumban Batu, dan Ridho Aflianda.
Perubahan sosial merupakan proses yang tidak dapat dihindari dalam dinamika masyarakat modern. Mahasiswa, sebagai kelompok intelektual, memiliki peran strategis sebagai agen perubahan sosial.
Tulisan ini membahas bentuk-bentuk perubahan sosial yang signifikan di kalangan mahasiswa, terutama dalam aspek penggunaan teknologi digital, peningkatan kesadaran terhadap kesehatan mental, serta pergeseran pola konsumsi fashion. Analisis dilakukan dengan mengaitkan fenomena tersebut dengan teori sosiologi, terutama teori modernisasi dan teori difusi inovasi.
Data empiris diambil dari berbagai laporan dan kajian institusi pendidikan dan organisasi sosial di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa mahasiswa tidak hanya menjadi objek perubahan, tetapi juga aktor yang aktif dalam menyikapi dan memengaruhi arah perubahan sosial secara kritis dan reflektif.
Dalam masyarakat yang terus mengalami transformasi akibat globalisasi dan kemajuan teknologi, perubahan sosial menjadi keniscayaan. Perubahan ini dapat dilihat dari bergesernya nilai, norma, serta pola interaksi sosial yang memengaruhi perilaku individu maupun kelompok. Mahasiswa, sebagai salah satu kelompok sosial yang memiliki akses terhadap informasi dan pendidikan tinggi, memainkan peran penting dalam memahami dan menyikapi perubahan tersebut.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada ranah penggunaan teknologi, kesadaran kesehatan mental, dan perilaku konsumsi fashion menjadi cerminan dari dinamika sosial yang berkembang di kalangan mahasiswa. Untuk memahami dinamika ini secara sosiologis, teori modernisasi dan teori difusi inovasi digunakan sebagai landasan analisis.
Secara substansial merek menyoroti tiga bentuk perubahan sosial yang tengah terjadi yakni, penggunaan teknologi digital, meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan mental, dan tren konsumsi produk fashion.
Ketiganya dianalisis melalui pendekatan teori sosiologi seperti teori modernisasi dan difusi inovasi.
Perubahan dalam Penggunaan Teknologi Digital.
Pandemi COVID-19 menjadi momentum percepatan transformasi digital dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Perguruan tinggi di Indonesia secara masif mengalihkan sistem pembelajaran dari luring ke daring. Mahasiswa menjadi terbiasa menggunakan platform seperti Zoom, Google Meet, serta Learning Management System (LMS) seperti Moodle dan SPADA. Menurut laporan Kemendikbudristek (2021), lebih dari 95% perguruan tinggi telah mengadopsi pembelajaran daring selama pandemi.
Fenomena ini sejalan dengan teori modernisasi yang menekankan pentingnya adaptasi terhadap kemajuan teknologi sebagai bagian dari transformasi menuju masyarakat modern. Pembelajaran daring tidak hanya mengubah cara mahasiswa mengakses ilmu pengetahuan, tetapi juga memengaruhi pola komunikasi, manajemen waktu, hingga keterampilan digital yang semakin dibutuhkan dalam dunia kerja.
Peningkatan Kesadaran terhadap Kesehatan Mental.
Perubahan signifikan lainnya adalah meningkatnya perhatian terhadap isu kesehatan mental. Tekanan akademik, isolasi sosial selama pandemi, serta tuntutan prestasi memicu peningkatan gangguan kecemasan dan stres di kalangan mahasiswa. Data dari Universitas Indonesia (UI, 2022) menunjukkan lonjakan permintaan layanan konseling mahasiswa sebesar hampir 60% pada periode 2020–2021.
Dulu dianggap tabu, isu kesehatan mental kini lebih terbuka dibahas melalui forum-forum kampus, media sosial, dan layanan konseling daring. Perubahan ini mencerminkan proses difusi inovasi sosial, di mana nilai baru yakni keterbukaan dan kepedulian terhadap kondisi psikologis menyebar melalui agen-agen perubahan, seperti komunitas mahasiswa, organisasi kampus, hingga tokoh publik. Ini menunjukkan pergeseran norma sosial ke arah yang lebih inklusif dan suportif.
Tren Konsumsi Fashion dan Kesadaran Ekologis.
Sektor fashion juga mengalami dinamika yang signifikan. Kemudahan akses terhadap produk fast fashion mendorong perilaku konsumtif di kalangan mahasiswa. Namun, kesadaran akan dampak lingkungan dari industri tekstil yang menurut Greenpeace Indonesia (2022) menyumbang 10% limbah kota mendorong munculnya gerakan konsumsi berkelanjutan.
Praktik thrifting atau membeli pakaian bekas, kampanye slow fashion, dan kritik terhadap eksploitasi dalam rantai produksi pakaian mulai mendapat tempat di kalangan mahasiswa. Di Universitas Indonesia, kegiatan “Thrift Market” oleh mahasiswa FIB menjadi contoh nyata transformasi nilai konsumsi yang lebih etis dan ekologis. Dalam konteks ini, mahasiswa menjalankan fungsi reflektif terhadap nilai pasar dominan dan berupaya menawarkan alternatif sosial yang lebih bertanggung jawab.
Kesimpulan.
Mahasiswa bukan sekadar penerima dampak perubahan sosial, tetapi juga aktor yang aktif dalam mengarahkan perubahan tersebut. Melalui adopsi teknologi, keterbukaan terhadap isu kesehatan mental, dan kritik terhadap budaya konsumsi, mahasiswa menunjukkan kapasitasnya sebagai agen perubahan. Dengan menggunakan teori modernisasi dan difusi inovasi sebagai alat analisis, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial di kalangan mahasiswa bersifat multifaset dan memerlukan pemahaman yang kontekstual serta interdisipliner.
Penulis adalah Mahasiswa program studi Pendidikan Antropologi FIS UNIMED angkatan 2022.