Oleh: Fahreza Hakim mahasiswa program studi Pendidikan Antropologi FIS UNIMED
Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Medan menghadapi peningkatan signifikan dalam kasus tawuran antar remaja. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan masalah keamanan, tetapi juga menunjukkan perubahan dalam pola interaksi sosial di kalangan generasi muda.
Salah satu faktor utama yang memicu perubahan ini adalah penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi utama. Platform seperti Instagram dan Facebook sering digunakan oleh remaja untuk saling menantang atau mengejek, yang kemudian berujung pada pertemuan fisik dan tawuran.
Contohnya, Sabtu (17/5/2025), tiga orang anggota g3m0t yang konvoi sambil membawa senjata tajam jenis Kelewang membuat kekacauan di kawasan Jalan Helvetia Sumarsono, Medan. Aksi mereka tak berlangsung lama. Menurut Muhammad Ihsan, ada Polisi Militer yang kebetulan sedang melintas langsung membuntuti dan melakukan pengejaran. Ketiganya sempat mencoba kabur, namun akhirnya terjatuh dan langsung diamankan.
Selain itu, perubahan dalam struktur komunitas dan kurangnya ruang sosial yang positif bagi remaja turut berkontribusi pada meningkatnya kekerasan. Kurangnya kegiatan ekstrakurikuler dan fasilitas umum yang mendukung interaksi sehat membuat remaja mencari identitas dan pengakuan melalui kelompok-kelompok yang cenderung agresif.
Dampak dari tawuran ini sangat serius. Pada Mei 2025, seorang remaja berusia 17 tahun tewas akibat dibacok dalam sebuah tawuran di Medan Deli. Kasus serupa terjadi pada Maret 2025, di mana seorang remaja tertusuk senjata tajam saat tawuran di Jalan Halat, Medan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan karakter, peningkatan fasilitas publik, dan pengawasan terhadap aktivitas daring remaja menjadi langkah penting dalam mencegah eskalasi kekerasan di kalangan generasi muda. (*)
Tulisan ini tidak mewakili pandangan redaksi Mudanews.com