Bullying Kill Us: Luka Batin yang Tidak Mudah Sembuh

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Henidar Nesya Ramona Pasaribu dan Piola Wantri Pasaribu mahasiswa program studi Pendidikan Antropologi FIS UNIMED.

Lingkungan sekolah harusnya menjadi tempat yang mendukung pertumbuhan anak secara optimal. Namun, ironisnya sekolah justru menjadi salah satu ruang yang rentan terhadap tindakan bullying. Berdasarkan data dari komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas HAM, tercatat bahwa hampir 15 persen pelajar di Indonesia pernah mengalami perundungan di sekolah. Pada tahun 2023, jumlah kasus bullying meningkat secara signifikan yang mencapai 3.800 kasus bullying, yang terjadi di sebagian lingkungan sekolah formal dan pesantren.

Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori psikoanalisis Sigmund Freud yang menekankan bahwa tindakan manusia berakar dari dorongan naluriah dan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-kanak, yang berkaitan dengan cinta, kehilangan, seksualitas, kematian, dan emosional kompleks yang tidak disadari. Freud menyebutkan bahwa manusia memiliki dua dorongan utama yakni Eros (insting hidup) dan Thanatos (insting kematian).

Hal ini diperkuat oleh pandangan Aini Silvi Nurrahmatin (2021), yang meneliti perilaku cyber bullying pada remaja dan menemukan bahwa tindakan tersebut dipengaruhi oleh dorongan Eros dan Thanatos. Dimana ketika Eros gagal mengendalikan Thanatos, maka remaja cenderung melampiaskan emosi dan perasaan interiornya melalui cyber bullying.

Secara umum, tindakan bullying di sekolah terbagi menjadi dua bentuk yaitu bullying nyata (fisik maupun verbal) dan cyber bullying (media sosial). Kedua bentuk ini memiliki karakteristik serta dampak psikologis yang berbeda, namun keduanya sama-sama menyebabkan kerusakan mental korbannya.

Pertama, bullying secara nyata atau fisik melibatkan perilaku agresif yang dilakukan secara langsung, dengan tujuan untuk merusak dan membahayakan korban. Tindakan ini umumnya dilakukan secara berulang-ulang. Bullying ini menyebabkan rasa kecemasan dan depresi yang kuat terhadap korban bully. Contoh dari tindakan bullying ini yaitu memukul, meludahi, berbicara kasar, dan menjambak. Perilaku ini menyebabkan luka fisik serta trauma emosional yang mendalam bagi korban.

Kedua, bullying secara online atau cyber bullying merupakan bentuk perundungan yang terjadi melalui media digital. Perundungan ini termasuk penghinaan terhadap penampilan atau bentuk fisik seseorang serta melecehkannya melalui platform online seperti Facebook, Twitter, Instagram dan aplikasi lainnya. Cyber bullying ini juga berbentuk komentar negatif, rumor palsu,atau gambar yang merendahkan korban. Karena sifatnya yang tidak terbatas oleh waktu dan ruang, cyber bullying dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.

Kedua bentuk bullying ini menunjukkan bagaimana agresif dan intimidasi dapat merusak kehidupan seseorang, baik secara langsung maupun melalui media digital. Pencegahan dan penanganan yang efektif diperlukan untuk mengatasi masalah ini, dengan melibatkan edukasi, dukungan emosional serta kebijakan yang mendukung lingkungan yang aman dan sehat untuk semua individu.

Menurut artikel dari sekolah murid merdeka, homeschooling dapat menjadi solusi efektif bagi anak-anak yang mengalami perundungan di sekolah formal. Homeschooling menawarkan alternatif pendidikan yang dapat mendukung kesejahteraan psikologis anak-anak yang rentan terhadap perundungan di lingkungan sekolah mereka. (*)

Tulisan ini tidak mewakili pandangan redaksi Mudanews.com.

Berita Terkini