Mudanews.com OPINI | Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PP (Persero) Tbk pada Rabu, 30 April 2025 menjadi wajah suram tata kelola BUMN yang masih jauh dari ideal. Alih-alih menjadi forum akuntabel dan terbuka untuk evaluasi kinerja dan pembenahan strategis, forum tertinggi tersebut justru diwarnai tindakan walkout oleh salah satu pemegang saham, Sdr. A, sebagai bentuk protes atas ketertutupan dan pengesahan laporan keuangan yang dianggap tidak kredibel.
Aksi walkout ini bukan sekadar ekspresi kecewa, melainkan minimnya transparansi. Laporan keuangan yang tidak mencantumkan dampak kerugian akibat korupsi internal yang pelakunya telah ditangkap oleh KPK membuktikan bahwa manajemen PT PP gagal memegang prinsip keterbukaan informasi. Lebih ironis lagi, tata tertib RUPS disusun sedemikian rupa agar membatasi ruang perubahan dan inisiatif korektif dari para pemegang saham. Terlihat beberapa pemegang saham tidak diperkenankan ikut RUPS, padahal mereka mendapat undangan resmi, alasan panitia tak menjawab pertanyaan mereka yang kecewa. Panitia mengarahkan agar mengikuti RUPS melalui online dan membaca laporan yang telah disediakan panitia dalam “budy bag”.
Tersangka Korupsi di PT PP Rp 80 Miliar: Inisial DM dan HNN. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan eksklusif manajemen PT PP Tbk yang tidak memperkenankan media pers meliput jalannya RUPS tanpa undangan atau persetujuan resmi dari panitia internal. Sikap ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip transparansi publik, tetapi juga berpotensi melanggar hak kebebasan pers sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang secara tegas menyatakan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3). Selain itu, pembatasan terhadap akses informasi publik juga bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mengamanatkan bahwa badan publik, termasuk BUMN, wajib menyediakan informasi yang relevan dan dapat diakses publik, kecuali informasi yang dikecualikan secara jelas oleh hukum.
Pertahyaannya apakah manajemen PT PP takut terhadap pengawasan publik dan pemberitaan yang objektif? Padahal, keterbukaan kepada pers adalah salah satu indikator dari komitmen terhadap akuntabilitas. Tanpa kehadiran media sebagai pengawas independen, publik kehilangan kesempatan untuk mengetahui bagaimana arah kebijakan dan tanggung jawab perusahaan yang sebagian besar sahamnya milik negara.
Perilaku manajemen semacam ini merusak bukan hanya citra PT PP Tbk, tetapi juga mencederai nama besar Danantara sebagai badan pengelola investasi nasional yang menjadi tumpuan baru pemerintah Prabowo dalam merestrukturisasi dan mensinergikan aset BUMN. PT PP, sebagai bagian dari ekosistem Danantara. Kenyataannya, justru menjadi sandungan dalam langkah awal Danantara membangun kredibilitas publik.
Presiden Prabowo Subianto sendiri, dalam peluncuran resmi Danantara di Halaman Istana Kepresidenan pada 24 Februari 2025, menegaskan komitmennya terhadap pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi:
“Saya bersama pemerintah yang saya pimpin didukung oleh koalisi yang solid bertekad keras untuk membangun suatu pemerintahan yang bersih yang bebas dari korupsi, saya akan melawan korupsi dengan sekeras-kerasnya dengan segala tenaga dan upaya yang bisa saya kerahkan tanpa pandang bulu. Prinsip yang sama akan menjadi fondasi dalam pengelolaan Danantara Indonesia,” ujar Presiden Prabowo. (Setkab.go.id, 24/2/2025)
Komitmen ini diperkuat oleh pernyataan CEO Danantara, Rosan Roeslani, yang menyatakan bahwa evaluasi total terhadap direksi BUMN akan dilakukan, dan bahwa praktik lama yang tidak produktif serta rawan penyelewengan akan dihentikan demi lahirnya kepemimpinan yang bersih dan bertanggung jawab.
Namun demikian, kejadian di PT PP menunjukkan betapa masih kuatnya resistensi terhadap perubahan. Bahwa di tengah upaya Presiden membangun Danantara sebagai fondasi tata kelola nasional yang transparan, masih ada entitas yang beroperasi dengan pola lama: tertutup, transaksional, dan elitis.
Kita tidak bisa membiarkan momentum reformasi ini dikandaskan oleh ketidakmauan untuk berubah. Keberanian Presiden Prabowo dalam menyatakan perang terhadap korupsi harus didukung dengan pembenahan struktural dan aksi nyata di level operasional. Para pemegang saham, regulator, dan publik luas mesti terus mengawasi dan menuntut agar janji itu bukan hanya slogan, tetapi menjadi standar baru dalam pengelolaan BUMN.
Jika tidak, kita hanya akan melihat Danantara menjadi wadah besar yang gagal menanamkan nilai-nilai baru yang diharapkan. Dan pada akhirnya, rakyatlah yang kembali menanggung ongkos dari korupsi dan ketidakbecusan birokrasi bisnis.
*Sumber*: Keterangan Sdr.A (Pemegang Saham), Pantauan Lapangan, Dua Tersangka Korupsi di PT PP Rp 80 Miliar: Inisial DM dan HNN.***
_Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo)._
Jakarta, 6 Mei 2025, 02.45 Wib.