Oleh : Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH (Praktisi Hukum)
Mudanews.com – Setiap 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional—sebuah momen solidaritas dan perjuangan kelas pekerja. Namun, pada Mei Day 2025 ini, suasananya lebih kelam dari biasanya. Ribuan buruh di berbagai penjuru Indonesia tidak turun ke jalan dengan semangat perayaan, melainkan dengan getir atas ancaman kehilangan pekerjaan, pengabaian kebijakan, dan tekanan sosial-politik yang semakin menyesakkan. Indonesia berada di ambang krisis ekonomi dan politik yang saling memperkuat satu sama lain.
Gelombang PHK: Potret Rapuhnya Daya Tahan Industri
Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunjukkan bahwa lebih dari 60.000 buruh telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya dalam dua bulan pertama tahun 2025. Hal ini diperkuat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mencatat setidaknya 40.000 PHK terjadi pada Januari-Februari, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik.
Penyebabnya berlapis: dari penurunan pesanan ekspor akibat ketidakpastian global, hingga melonjaknya biaya produksi domestik akibat pemotongan subsidi energi dan lemahnya koordinasi kebijakan fiskal. PHK massal ini bukan sekadar angka—ia adalah sinyal awal dari melebarnya ketimpangan dan memburuknya daya beli rumah tangga kelas pekerja, yang selama ini menjadi tulang punggung konsumsi nasional.
Dalam perspektif teori ekonomi-politik, krisis ini mencerminkan apa yang disebut David Harvey sebagai “akumulasi melalui perampasan” (accumulation by dispossession), di mana krisis sistemik dimanfaatkan untuk mendorong deregulasi pasar tenaga kerja dan mengabaikan hak sosial pekerja demi kepentingan kapital.
Makan Siang Gratis vs Pendidikan Gelap: Prioritas yang Dipertanyakan
Sementara jutaan pekerja menghadapi ketidakpastian, pemerintah pusat justru menggelontorkan anggaran Rp 460 triliun per tahun untuk program makan siang gratis—sebuah program populis yang membebani fiskal. Akibatnya, anggaran pendidikan dan subsidi sosial lainnya mengalami pemotongan drastis. Protes mahasiswa yang menjalar di berbagai kota dengan tajuk “Indonesia Gelap” mencerminkan kegelisahan generasi muda terhadap hilangnya arah kebijakan negara.
Menurut laporan Financial Times dan Reuters, pemotongan anggaran pendidikan telah menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan sumber daya manusia Indonesia. Ini menciptakan ketegangan antara kebutuhan populis jangka pendek dan pembangunan berkelanjutan jangka panjang.
Dalam teori kebijakan publik, pengambilan keputusan berbasis short-term political gains seperti ini berisiko menciptakan “krisis legitimasi”—saat negara kehilangan kepercayaan publik karena gagal menyeimbangkan antara janji politik dan kepentingan rakyat secara luas.
Krisis Politik di Balik Panggung: Tuntutan Purnawirawan dan Fragmentasi Elit
Tidak berhenti di isu buruh dan mahasiswa, tekanan politik juga datang dari kalangan purnawirawan TNI-Polri. Sebuah surat terbuka dilayangkan kepada Presiden Prabowo Subianto, menuntut pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, penghentian proyek IKN, dan pengembalian UUD 1945 versi asli. Sebuah desakan yang sarat dengan nuansa otoritarianisme dan ketidakpuasan terhadap rekayasa politik Pilpres 2024 yang dinilai menggerus konstitusi.
Laporan The Australian dan Kompas.com mengungkap bahwa ketegangan dalam tubuh elite militer ini bukan hanya tentang jabatan, tetapi juga tentang arah ideologis negara. Di sinilah krisis kepercayaan mulai menular ke institusi tinggi negara: Mahkamah Konstitusi, MPR, hingga partai-partai besar yang terjebak dalam kompromi kekuasaan.
Menurut ilmuwan politik seperti Guillermo O’Donnell, situasi ini bisa mengarah pada fenomena delegative democracy—di mana pemerintahan dipilih secara demokratis, tetapi menjalankan kekuasaan secara otoriter tanpa akuntabilitas.
Penindasan terhadap Protes dan Kebebasan Sipil
Di tengah tekanan ekonomi dan politik ini, negara tampak semakin tidak toleran terhadap kritik. Amnesty International dalam laporan tahunan 2024/25 menyoroti bahwa setidaknya 344 orang ditangkap selama demonstrasi, 152 mengalami kekerasan fisik, dan 17 terkena gas air mata. Pemerintah dituding menggunakan spyware untuk memata-matai jurnalis dan aktivis HAM.
Kebebasan sipil sebagai penyangga demokrasi kini berada dalam ancaman. Seperti yang diingatkan oleh Habermas, ruang publik yang sehat hanya mungkin tercipta jika negara menghormati diskursus kritis. Jika tidak, maka yang tersisa hanyalah ilusi partisipasi tanpa makna substantif.
May Day: Momentum Bangkitnya Gerakan Rakyat?
Mei Day 2025 bukan sekadar seremoni tahunan, tapi sinyal bahaya bahwa republik ini tengah menuju titik kritis. Di tengah PHK massal, fragmentasi elite, represi kebebasan sipil, dan kegamangan arah kebijakan, rakyat pekerja dan mahasiswa memanggul kembali peran historis mereka sebagai kekuatan perubahan.
Apakah krisis ini akan melahirkan perubahan kebijakan yang berpihak pada rakyat, atau justru memperdalam jurang otoritarianisme dan ketimpangan?
Seperti kata Gramsci, “Krisis adalah ketika yang lama belum mati, dan yang baru belum lahir.” Indonesia, hari ini, berdiri di ambang sejarah itu.
Demikian
Penulis merupakan anggota perkumpulan KontrAS Sumut, Medan 30 April 2025
—
Refrensi
1. Kompas.com. (2025, 13 Maret). KSPI: 60.000 Pekerja Kena PHK dalam 2 Bulan Pertama 2025. Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2025/03/13/140625926/kspi-60000-pekerja-kena-phk-dalam-2-bulan-pertama-2025
2. Bisnis.com. (2025, 20 Maret). Apindo: 40.000 Pekerja Kena PHK pada Januari–Februari 2025. Diakses dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20250320/12/1863145
3. Reuters. (2025, 20 Februari). Students lead ‘Dark Indonesia’ protests against budget cuts. Diakses dari: https://www.reuters.com/world/asia-pacific/students-lead-dark-indonesia-protests-against-budget-cuts-2025-02-20/
4. Financial Times. (2025, 22 Februari). Indonesia’s student protests raise alarm over Prabowo’s populist budget. Diakses dari: https://www.ft.com/content/288c3985-8986-4932-a2fe-a0cdd6d1e51b
5. Kompas.com. (2025, 26 April). Usulan Forum Purnawirawan, Bisakah Gibran Dicopot dari Jabatan Wapres?. Diakses dari: https://nasional.kompas.com/read/2025/04/26/06265471
6. The Australian. (2025, 15 April). Indonesian military powerbrokers call time on Prabowo-Jokowi bromance. Diakses dari: https://www.theaustralian.com.au/world/indonesian-military-powerbrokers-call-time-on-prabowojokowi-bromance/news-story
7. APNews. (2025, 24 April). Amnesty says Indonesia suppresses free speech with crackdowns on public protests. Diakses dari: https://apnews.com/article/d604e050110bb42614642245d7e4ccc8
8. Amnesty International. (2025). Annual Report 2024/25: Indonesia. Diakses dari: https://www.amnesty.org/en/location/asia-and-the-pacific/south-east-asia-and-the-pacific/indonesia/