Catatan Redaksi: Menakar Prosedur Hukum dan Etika Jurnalistik dalam Kasus Direktur JAK TV

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com – Opini | Penetapan Direktur JAK TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan perintangan penyidikan atas beberapa perkara korupsi besar, menimbulkan perdebatan publik, terutama dalam ranah kebebasan pers dan prosedur hukum.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa langkah Kejagung seharusnya lebih dahulu menempuh mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers, seperti pemberian hak jawab dan pelibatan Dewan Pers, sebelum membawa kasus ini ke ranah pidana.

Penilaian serupa disampaikan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), yang menegaskan bahwa penilaian atas suatu karya jurnalistik berada dalam kewenangan Dewan Pers.
(Sumber: Kompas.com, 23 April 2025)

Pernyataan Resmi Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan Jaktivi tidak berkaitan dengan aktivitas jurnalistik atau konten pemberitaan media tersebut. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangan pers yang disiarkan sejumlah media, termasuk Kompas TV.

“Penting untuk kami luruskan bahwa pasal yang dikenakan kepada Direktur Pemberitaan Jaktivi bukanlah karena isi beritanya. Apa yang dipersoalkan adalah dugaan tindak pidana permufakatan jahat yang dilakukan secara personal,” tegas Ketut, menanggapi polemik yang sempat mencuat di media sosial dan menuai simpati dari sejumlah kalangan pers.

Ketut juga menegaskan bahwa Kejaksaan tidak alergi terhadap kritik.

“Justru karena media, saya sendiri bisa menjadi Kapuspenkum. Kritik adalah bagian dari demokrasi. Tapi dalam hal ini, yang diusut bukan soal karya jurnalistik,” ujarnya.

Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan kejahatan tertentu yang melibatkan sejumlah pihak, salah satunya Direktur Pemberitaan Jaktivi. Namun, belum ada penjelasan resmi mengenai bentuk permufakatan jahat yang dimaksud.

Refleksi Redaksi
Jika tuduhan tersebut terbukti secara sah melalui proses peradilan, maka akan muncul persoalan serius mengenai independensi media serta potensi penyalahgunaan profesi jurnalistik untuk kepentingan di luar prinsip etik.

Catatan ini tidak bertujuan menyudutkan salah satu pihak, melainkan mendorong agar proses hukum berjalan seimbang dengan prinsip kebebasan pers. Penegak hukum penting untuk memperhatikan koridor yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pers, sementara insan media dituntut menjaga integritas dan profesionalisme agar tidak membuka celah bagi komersialisasi informasi yang melenceng dari etika jurnalistik.

Kasus ini dapat menjadi momen reflektif bagi semua pihak, baik lembaga hukum, institusi media, maupun publik untuk memperkuat kembali kesadaran akan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab. Ketika pers bekerja secara profesional, dan hukum ditegakkan dengan menghargai prinsip-prinsip demokrasi, maka kepercayaan publik akan tetap terjaga.**(RED)

Disclaimer: Tulisan ini merupakan catatan redaksi yang bersifat opini dan tidak mewakili pandangan institusi manapun.

Berita Terkini