Bung Moegiono SH Pejuang Hukum Bagi Kaum Marhaen

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com OPINI – Saat matahari muncul di hari Minggu 20 April, suasana hati terasa gelisah tanpa sebab, ada rasa sedih mendalam seakan peristiwa khusus terjadi.
HP saya bergetar, berita masuk yang mengabarkan bung Moegiono  dalam kondisi kritis di RS Elizabeth Semarang.Bergegas saya putuskan untuk menjenguknya pada jam 10.00 sesuai peraturan berkunjung.

Sekitar sejam setelah itu , anak saya berkata ” mama , oom Moegi sudah kapundhut baru saja dengan tenang”
Innalillahi wainnaillaihi rojiun, Mata basah mengaliri wajah tanpa kusadari. Seorang rekan seperjuangan telah Dikau panggil, di hari suci bagi umat Katholik sedunia.

Beliau seorang muslim nasionalis marhaenis yang telah mengaplikasikan makna toleransi dengan sangat baik sampai akhir hayatnya.

Sosok bung Moegi melintas di kepala, penampilannya selalu ” mboyis “, berkalung, bergelang dan ciri khas lain, dua kancing bajunya di lepas.
Badannya yang kecil terlihat macho seperti aktivis kampus lainnya yang saya kenal.
Stylenya di bawa sampai
usia lanjut, selalu ” ngenomi ” kira kira itulah istilah yang paling tepat.

Dalam suatu diskusi serius tapi santai di rumah, si Bung menumpahkan rasa bangganya ketika putra satu satunya laki laki mas Setho , berhasil terpilih sebagai anggota Dewan tingkat Provinsi dari Fraksi PDI Perjuangan  ( periode 2024 – 2029)
” Se-tidak tidaknya perjuangan saya membela rakyat sudah ada yang meneruskan mbak” kata beliau dengan wajah sumringah.
Pembicaraan personal , kemudian dilanjutkan dengan kasus hukum yang dialami oleh seorang siswa SMK Negeri di Semarang.
Si siswa tersebut dituding membully temannya, tanpa diberi kesempatan untuk membela diri fihak sekolah langsung mengeluarkannya
“Ketidak adilan inilah yang akan selalu saya tegakkan sampai kapanpun” , tegasnya penuh semangat.

Dari seorang aktivis buruh migran bernama mbak Novi, banyak cerita tentang kegigihan nya mengejar dokumen putusan pengadilan berhari-hari.
Bolak-balik sambil berkendara sepeda motor di tengah teriknya matahari Semarang
Kekerasan terhadap perempuan berupa women trafficking juga beliau tangani sampai tuntas.

Sebenarnya saat bung Moegi menjadi aktivis kampus di Fakultas Hukum UNDIP, di tahun 70-an saya sudah lulus kuliah dari Fakultas Ekonomi.
Dengan demikian saya tidak sempat melihat sepak terjang dan keberaniannya dalam berjuang menegakkan keadilan.
Yang kemudian membawanya sebagai seorang Advokat sekaligus Lawyer, sembari memimpin LBH Perjuangan.

Baru setelah saya pensiun dan menjadi Guru Kader PDI Perjuangan, silaturakhmi bertaut kembali. Dalam banyak diskusi tentang masalah IPOLEKSOSBUD (Ideologi Politik Ekononomi Sosial dan Budaya)  kita bertemu dan saling bertukar pendapat.
Kesederhanaanya tetap awet, di tengah badai hedonisme , pragmatisme dan dunia transaksional yang makin menggila.
Sepeda motor bututnya,.selalu membawa kemana saja pergerakannya.
Banyak kliennya yang tidak nampu membayar dilayani dengan sangat baik bahkan pemberian bayaran dalam bentuk in natura di terimanya dengan tangan terbuka, tersenyum sambil merokok terselip diujung bibirnya.
Ketaqwaannya pada Allah memberi jalan dan sarana membesarkan putra putrinya yang semuanya Sarjana.
Tentu peran garwa pendamping setianya berkontribusi tak terhingga sebagai seorang Notaris. Perempuan paruh baya saya dekap,.walau belum pernah kenal sebelumnya sebagai bentuk empati atas kehilangan pendamping hidupnya.Selamat jalan kawan, sugeng kondhur ngadep ing ngarsanipun Allah Azza wa Jalla.

Mengakhiri tulisan ini saya tumpahkan perasaan dalam bahasa Inggris , sekedar ekspresi jiwa untuk kenangan hidup yang sangat mendalam terhadap beliau sebagai seorang penjuang yang peduli pada sesama kaum marhaen yang termajinalkan

” Farewell my buddy, all the sincere prayers from the grass roots will go along with you up in the blue sky, between the moon and stars ”

MERDEKA

Semarang 22 April 2025
Ny.Oeoel Djoko Santoso, matan dosen dan Ekspponen Marhaenis Semarang

 

 

Berita Terkini