Eksploitasi Negara Dunia Ketiga oleh Kapitalisme Global: Tinjauan Kritis atas Confessions of an Economic Hit Man

Breaking News
- Advertisement -

(Oleh: Drs. Muhammad Bardansyah, Ch, Cht )

Mudanews.com – Opini | Beberapa waktu lalu, seorang teman mengirimkan kepada saya cuplikan buku Confessions of an Economic Hitman. Ketika saya mengulik buku ini, tentu saya juga menelaah buku-buku lainnya dari John Perkins seperti The New Confessions of an Economic Hit Man.

Buku ini sangat menarik, terutama ketika dikaitkan dengan teori lawas seperti Dependency Theory dan lainnya. Saya mencoba menafsirkan kembali buku Perkins dan mengaitkannya dengan teori-teori lain, sembari mengajak pembaca merenungi apakah ada kaitan buku ini dengan situasi dunia saat ini, khususnya di negeri kita.

Dalam beberapa hal, saya lebih menitikberatkan analisis pada kasus Indonesia.

John Perkins, dalam Confessions of an Economic Hit Man (2004), mengungkap bagaimana negara-negara kapitalis—khususnya Amerika Serikat—menggunakan berbagai taktik untuk mengeksploitasi sumber daya dan ekonomi negara-negara dunia ketiga.

Melalui agen ekonomi, intervensi kebijakan, serta kolaborasi dengan elite lokal yang korup, negara maju mempertahankan hegemoni ekonomi global.

Buku ini memberikan contoh nyata, terutama di Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia, di mana proyek-proyek pembangunan yang didanai lembaga keuangan internasional justru menjerat negara dalam utang dan ketergantungan.

Mekanisme Eksploitasi Ekonomi dan Politik

Economic Hit Men (EHM) dan Perangkap Utang
Menurut Perkins, Economic Hit Men (EHM) adalah agen-agen yang bekerja untuk korporasi multinasional, bank internasional, dan pemerintah AS.

Tugas mereka: membujuk pemimpin negara dunia ketiga agar menerima pinjaman besar dari Bank Dunia atau IMF untuk proyek infrastruktur yang kerap kali tidak dibutuhkan. Saat negara gagal membayar utang, mereka dipaksa menyerahkan kontrol atas sumber daya alam dan kebijakan ekonomi.

Contoh Kasus:

Ekuador: Pada 1970-an, EHM (atau konsultan ekonomi asing) berhasil meyakinkan pemerintah Ekuador untuk meminjam miliaran dolar guna membangun infrastruktur minyak. Utang itu membuat Ekuador tergantung pada AS, dan perusahaan seperti Chevron mengambil alih ladang minyak (Perkins, 2004).

Indonesia: Rezim Orde Baru di bawah Soeharto bekerja sama dengan AS dan IMF, menerima pinjaman besar yang justru menguntungkan korporasi asing sementara rakyat menanggung beban utang (Chomsky, 1999).

Peran AS dan Lembaga Keuangan Internasional

Kepentingan Geopolitik AS: Pada masa Perang Dingin, AS mendukung rezim Soeharto yang anti-komunis. Dukungan ekonomi dan militer diberikan agar Indonesia tetap di pihak Barat.

IMF dan Bank Dunia: Memberikan pinjaman besar untuk “stabilisasi ekonomi” dan “pembangunan infrastruktur”, namun disertai syarat liberalisasi ekonomi seperti privatisasi BUMN dan pembukaan pasar bagi investor asing.

Utang untuk Proyek Korporasi Asing

Banyak proyek infrastruktur dikerjakan perusahaan AS/Eropa seperti Bechtel, Halliburton, Freeport-McMoRan. Contohnya:

Tidak berkelanjutan, seperti proyek PLTA Kedung Ombo yang menggusur ribuan warga tanpa ganti rugi layak.

Korup, karena kontrak diberikan pada perusahaan asing yang bermitra dengan elite Orde Baru (misalnya Freeport di Papua).

Utang tetap harus dibayar rakyat, meski keuntungan dinikmati korporasi asing.

Beban Rakyat Indonesia

Utang Nasional Membengkak: Dari $3 miliar (1970) menjadi lebih dari $130 miliar (akhir 1990-an).

Rakyat Menanggung: Cicilan utang dibayar lewat pajak dan pengurangan anggaran sosial.

Deregulasi Ekonomi: Penghapusan subsidi BBM dan pangan memperberat beban rakyat miskin.

Eksploitasi SDA: Korporasi asing menguasai tambang dan hutan, lingkungan rusak, rakyat terpinggirkan.

Kritik Noam Chomsky (1999)
Dalam The New Military Humanism, Chomsky mengungkap bagaimana AS dan lembaga keuangan global menciptakan sistem “neo-kolonial” melalui utang dan globalisasi. Orde Baru dijadikan contoh rezim yang mengorbankan kedaulatan ekonomi demi elite dan kepentingan asing.

Pertanyaannya, apakah sistem ini masih berlangsung hari ini?

Intervensi Melalui Kebijakan Keuangan Internasional

IMF dan Bank Dunia kerap memaksakan Structural Adjustment Programs (SAPs) yang mewajibkan privatisasi BUMN, pengurangan subsidi, dan pembukaan pasar. Kebijakan ini justru memperkaya korporasi global dan memiskinkan rakyat.

Contoh Kasus:

Bolivia (1985): IMF mendorong liberalisasi ekonomi yang menyebabkan privatisasi air oleh Bechtel dan memicu protes besar (Klein, 2007).

Keterlibatan CIA dan Kudeta Politik

Jika pemimpin negara menolak kebijakan EHM atau neoliberal, CIA kerap turun tangan melalui kudeta.

Contoh Kasus:

Guatemala (1954): Presiden Jacobo Árbenz digulingkan karena mencoba mereformasi lahan milik United Fruit Company (Chomsky, 2003).

Iran (1953): Operasi Ajax menggulingkan PM Mossadegh setelah nasionalisasi minyak (Kinzer, 2003).

Teori-Teori Pendukung

Dependency Theory
Tokoh: Raúl Prebisch, Andre Gunder Frank, Samir Amin.
Teori ini menjelaskan ketimpangan sistem ekonomi global, di mana negara-negara pusat mengeksploitasi negara pinggiran.

Negara pinggiran bergantung pada ekspor bahan mentah dan impor teknologi mahal.

Tidak ada transfer teknologi; negara pinggiran terjebak dalam siklus ketergantungan.

Kaitannya dengan Perkins:

Pinjaman IMF/Bank Dunia mendorong Indonesia menerima kebijakan ekonomi neoliberal.

Contoh: UU PMA 1967 membuka jalan bagi korporasi asing menguasai SDA.

Negara terpaksa utamakan bayar utang dibanding kesejahteraan rakyat.

Freeport di Papua adalah contoh ekstraksi surplus—keuntungan besar bagi asing, rakyat tetap miskin.

Contoh Orde Baru:

Industri tekstil hancur akibat banjir impor murah.

Indonesia tetap pengekspor bahan mentah, bukan produk bernilai tambah.

Neo-Imperialisme
Tokoh: Vladimir Lenin (1917), David Harvey (2003).
Lenin melihat kapitalisme berekspansi lewat kontrol ekonomi atas negara lain. Harvey menambahkan konsep “accumulation by dispossession”—perampasan melalui utang dan privatisasi.

Hegemoni Gramsci dan Peran Elit Lokal
Gramsci menekankan hegemoni juga dicapai lewat persetujuan elit lokal yang berkolaborasi dengan kekuatan asing.**(RED)

Daftar Pustaka

Amin, S. (1976). Unequal Development: An Essay on the Social Formations of Peripheral Capitalism. Monthly Review Press.

Chomsky, N. (1999). Profit Over People: Neoliberalism and Global Order. Seven Stories Press.

Chomsky, N. (2003). Hegemony or Survival: America’s Quest for Global Dominance. Metropolitan Books.

Harvey, D. (2003). The New Imperialism. Oxford University Press.

Klein, N. (2007). The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism. Metropolitan Books.

Lenin, V.I. (1917). Imperialism, the Highest Stage of Capitalism. Progress Publishers.

Perkins, J. (2004). Confessions of an Economic Hit Man. Berrett-Koehler Publishers.

Prebisch, R. (1950). The Economic Development of Latin America and Its Principal Problems. UNECLAC.

Frank, A.G. (1967). Capitalism and Underdevelopment in Latin America: Tentang bagaimana investasi asing justru melanggengkan keterbelakangan.

Harvey, D. (2003). The New Imperialism: Analisis “akumulasi lewat perampasan” pasca-kolonial.

Gramsci, A. (1929–1935). Prison Notebooks: Konsep hegemoni dan peran intelektual.

Berita Terkini