Analisis Kebijakan Tarif Trump terhadap Rusia dan Ketahanan Ekonomi Rusia di Bawah Sanksi: Pelajaran untuk Indonesia

Breaking News

- Advertisement -

Oleh: Drs. Muhammad Bardansyah Ch.Cht

Mudanews.com-Opini | Masih membicarakan dampak kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Trump terhadap negara-negara tertentu termasuk Indonesia. Dalam menganalisis dampak kenaikan tarif ini, ada hal menarik yang merangsang kita untuk mengulik hal yang terlihat anomali dari kebijakan Presiden Trump ini.

Mengapa Trump Tidak Menaikkan Tarif Impor ke Rusia Seperti kepada China dan Kanada?

Kebijakan tarif impor Donald Trump terhadap Rusia berbeda dari tindakannya terhadap China dan Kanada karena beberapa faktor strategis dan geopolitik:

Hubungan Dagang yang Lebih Kecil:
Perdagangan AS-Rusia hanya bernilai sekitar $35 miliar pada 2019 (USTR, 2020), jauh di bawah volume AS-China ($559 miliar) atau AS-Kanada ($612 miliar). Kenaikan tarif terhadap Rusia tidak akan memberi dampak signifikan bagi ekonomi AS.

AS telah menerapkan sanksi ekonomi yang sangat keras terhadap Rusia, terutama setelah invasi ke Ukraina pada 2022. Sanksi ini jauh lebih luas daripada sekadar tarif, termasuk:

• Pembekuan aset bank sentral Rusia
• Larangan impor minyak, gas, dan komoditas kunci
• Pembatasan teknologi tinggi (semikonduktor, aerospace)
• Pemutusan akses ke sistem keuangan global (SWIFT)
• Tarif dianggap kurang efektif dibandingkan sanksi langsung yang melumpuhkan perekonomian Rusia

Ketahanan Ekonomi Rusia di Bawah Sanksi Barat

Rusia tetap stabil meski terkena sanksi karena:

• Diversifikasi Mitra Dagang: Rusia mengalihkan ekspor energi dan komoditas ke China, India, dan Turki. Pada 2023, 45% ekspor minyak Rusia ditujukan ke Asia (IMF, 2023).
• Kebijakan Substitusi Impor: Pemerintah Rusia mendorong produksi lokal di sektor pertanian dan manufaktur, mengurangi ketergantungan pada Barat (World Bank, 2022).
• Stabilisasi Makroekonomi: Cadangan devisa besar ($580 miliar pada 2023) dan kebijakan “fortress economy” (pengendalian modal, nilai tukar mengambang) membantu menahan guncangan (Central Bank of Russia, 2023).

Pelajaran untuk Indonesia Menghadapi Kenaikan Tarif AS

Indonesia dapat belajar dari strategi Rusia dengan:

• Memperkuat Pasar Domestik: Mendorong industri substitusi impor, terutama di sektor strategis seperti pangan dan teknologi (Kemenperin, 2023).
• Diversifikasi Ekspor: Memperluas pasar non-AS (e.g., Afrika, Timur Tengah) untuk mengurangi ketergantungan pada satu mitra (BPS, 2023).
• Kolaborasi Regional: Memanfaatkan kerangka ASEAN dan kerja sama South-South untuk negosiasi tarif kolektif (ADB, 2022).

Berikut ulasan mendalam mengenai tiga strategi yang dapat dipelajari Indonesia dari Rusia dalam menghadapi kenaikan tarif AS, disertai contoh konkret dan analisis tantangan:

Penjelasan

Memperkuat Pasar Domestik melalui Substitusi Impor

Rusia mengurangi ketergantungan impor pangan dengan meningkatkan produksi gandum (menjadi eksportir terbesar dunia) dan swasembada daging sapi (naik 85% sejak 2014). Di sektor teknologi, mereka mengembangkan sistem pembayaran Mir (alternatif Visa/MasterCard) dan platform IT lokal seperti Yandex.

Aplikasi di Indonesia:

Sektor Pangan:
Proyek ‘Food Estate’ di Kalimantan Tengah (2020–2023) bertujuan swasembada kedelai dan jagung, tetapi terkendala infrastruktur dan alih fungsi lahan. Contoh sukses adalah swasembada beras sejak 2019 melalui program Kementan dengan varietas unggul seperti Inpari 32.

Sektor Teknologi:
Gojek dan Tokopedia (GoTo) menjadi contoh unicorn lokal, tetapi ketergantungan pada chip impor dan cloud asing masih tinggi. Upaya Kemenkominfo dengan “100 Startup Digital” perlu diintegrasikan dengan industri hulu seperti pabrik chip LEN Industri.

Tantangan:
• Infrastruktur logistik yang belum merata (Indeks Logistik Indonesia 3,4/5 pada 2023)
• Risiko proteksionisme berlebihan yang menghambat transfer teknologi

Rekomendasi:
• Kolaborasi BUMN (PT Pupuk Indonesia) dengan startup agritech (eFishery) untuk efisiensi produksi
• Insentif pajak untuk riset chip nasional (contoh: kerja sama ITB–PT Telkom dalam pengembangan 5G)

Diversifikasi Ekspor ke Pasar Non-AS

Setelah sanksi 2022, Rusia mengalihkan 70% ekspor minyak ke India dan Tiongkok, serta meningkatkan penjualan pupuk ke Brasil. Ekspor gandum Rusia ke Afrika naik 40% (2023).

Aplikasi di Indonesia:

Pasar Timur Tengah:
Kerja sama bilateral dengan UAE (2023) membuka ekspor halal produk UMKM seperti kopi Toraja dan kosmetik Wardah. Nilai perdagangan Indonesia–UAE naik 28% (2023).

Pasar Afrika:
Ekspor minyak sawit ke Nigeria dan Kenya meningkat 15% (2023), meski terkendala isu deforestasi. PT Semen Indonesia membangun pabrik di Vietnam dan Myanmar untuk menghindari tarif AS.

Tantangan:
• Standar produk Indonesia yang belum memenuhi persyaratan pasar baru (misal: sertifikasi HACCP untuk ekspor daging ke Timur Tengah)
• Kompetisi dengan produsen murah seperti Vietnam (tekstil) dan Brasil (komoditas)

Rekomendasi:
• Diplomasi ekonomi berbasis komoditas strategis (contoh: tawarkan CPO ke Pakistan sebagai imbalan akses pasar tekstil)
• Pemanfaatan Diaspora Indonesia di Eropa Timur (Polandia, Hungaria) sebagai distributor produk UMKM

Kolaborasi Regional melalui ASEAN dan Kerja Sama Selatan–Selatan

Rusia memanfaatkan blok ekonomi EAEU (Eurasian Economic Union) untuk memperkuat posisi tawar dengan Tiongkok dan India, serta kerja sama BRICS untuk transaksi non-Dolar.

Aplikasi di Indonesia:

ASEAN sebagai Kekuatan Kolektif:
Indonesia memprakarsai ASEAN Agreement on Electronic Commerce (2023) untuk harmonisasi tarif digital. Dalam kasus tarif baja AS (25%), Indonesia bisa mengajukan protes via forum ASEAN-US Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA).

South-South Cooperation:
Kemitraan dengan Kenya dalam proyek geothermal (PT Pertamina Geothermal Energy) dan dengan Fiji dalam ketahanan iklim (dana hibah Rp 200 miliar, 2023).

Tantangan:
• Fragmentasi kepentingan ASEAN (contoh: Vietnam lebih terbuka ke AS, sementara Myanmar terisolasi)
• Minimnya leverage Indonesia di G20 untuk menggalang dukungan negara berkembang

Rekomendasi:
• Memperkuat ‘ASEAN Centrality’ dalam negosiasi RCEP dengan AS/EU
• Membentuk aliansi komoditas strategis (minyak sawit, nikel) dengan Malaysia dan Filipina untuk menekan Uni Eropa

Analisis Kritis: Apa yang Bisa dan Tidak Bisa Ditiru dari Rusia?

Bisa Ditiru:
• Strategi “geo-ekonomi” menggunakan sumber daya alam sebagai alat diplomasi (contoh: nikel untuk baterai EV)
• Penguatan sistem keuangan lokal (penggunaan BI-FAST sebagai alternatif SWIFT)

Tidak Bisa Ditiru:
• Model ekonomi Rusia yang terlalu bergantung pada energi (60% APBN) tidak cocok untuk Indonesia yang lebih diversifikasi
• Konfrontasi langsung dengan AS berisiko merusak posisi Indonesia sebagai “negara netral” di kancah global

Kesimpulan

Indonesia perlu memodifikasi strategi Rusia dengan mempertimbangkan:

Keunikan Demografi: Pasar domestik 270 juta jiwa adalah aset, tetapi perlu pemerataan daya beli (contoh: program BBM satu harga)

Konektivitas Global: Hindari isolasionisme ala Rusia; perkuat kerja sama dengan multiple blok (ASEAN, OECD, G20)

Inovasi Berkelanjutan: Alokasi 1% APBN untuk riset teknologi hijau (biofuel, EV) agar produk Indonesia kompetitif di era tarif karbon

Dengan pendekatan ini, Indonesia bisa mengurangi kerentanan tanpa mengorbankan integrasi dengan ekonomi global.

Tulisan ini hanyalah sebuah analisa dari masyarakat yang mencermati situasi yang terjadi. Tentu masih bisa diperdebatkan dengan kajian yang lebih detail dan menyeluruh.**(RED)

Referensi

1. Brookings Institution. (2018). ‘The Paradox of U.S.-Russia Relations Under Trump’. https://www.brookings.edu

2. Congressional Research Service. (2022). ‘U.S. Sanctions on Russia’. https://crsreports.congress.gov

3. IMF. (2023). ‘World Economic Outlook: Russia’s Adaptation to Sanctions’. https://www.imf.org

4. USTR. (2020). ‘U.S.-Russia Trade Facts’. https://ustr.gov

5. ASEAN Secretariat. (2023). ‘ASEAN Agreement on Electronic Commerce 2023’. Jakarta: ASEAN.

6. Asian Development Bank (ADB). (2022). ‘Strengthening Regional Collaboration in ASEAN: Policy Recommendations’. Manila: ADB.

7. Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). ‘Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 2023’. Jakarta: BPS.

8. Bank Indonesia. (2022). ‘Implementasi BI-FAST dalam Sistem Pembayaran Nasional’. Jakarta: Bank Indonesia.

9. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2023). ‘Laporan Swasembada Beras 2019–2023’. Jakarta: Kementan.

10. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2023). ‘Pengembangan Industri Substitusi Impor: Strategi dan Implementasi’. Jakarta: Kemenperin.

11. Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2023). ‘Program 100 Startup Digital: Evaluasi dan Proyeksi’. Jakarta: Kemenkominfo.

12. PT Pertamina Geothermal Energy. (2023). ‘Laporan Proyek Geothermal Indonesia-Kenya: Sinergi Energi Terbarukan’. Jakarta: Pertamina.

13. PT Semen Indonesia. (2023). ‘Ekspansi Pasar Global: Pembangunan Pabrik di Vietnam dan Myanmar’. Jakarta: PT Semen Indonesia.

14. World Trade Organization (WTO). (2023). ‘Global Trade Outlook 2023: Dampak Kebijakan Tarif AS’. Geneva: WTO.

Berita Terkini