Mewaspadai Berbagai Kemungkinan

Breaking News

- Advertisement -

 

Penulis : SUKIDI (Pemikir Kebinekaan)

Mudanews.com OPINI | Saatnya kita mempersiapkan diri untuk mewaspadai segala kemungkinan pada Indonesia. “Situasi kita serius, kalau bukan gawat. Kita harus terus berju ang,” kata guru bangsa Franz Magnis-Suseno melalui pesan Whatsapp pada Rabu, 2 April 2025. Meskipun belum terjadi krisis ekonomi dan politik, Indonesia bergerak ke situasi yang bisa membuat cemas, mulai dari ketidakpatuhan pada etika publik, supremasi hukum, institusi yang inklusif, tata kelola yang baik, hingga pada aturan dan norma demokrasi yang tak tertulis.

Hal-hal buruk yang merusak Indonesia berasal bukan dari kekuatan asing, melainkan dari dalam diri bangsa. Para pejuang kemerdekaan telah berhasil mengusir kekuatan asing berjubah kolonialisme dari Bumi Pertiwi hampir 80 tahun silam. Namun, Bapak Proklamator dan pendiri Republik Indonesia, Soekarno, mengingatkan bahwa “perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Kita merasakan betapa sulitnya berjuang melawan perilaku yang otoriter dan koruptif. Alih-alih menyalakan cahaya untuk menyinari kegelapan bangsa dengan keteladanan bernegara yang jujur, sejumlah pemimpin justru merusak Indonesia dari dalam melalui tata kelola pemerintahan yang buruk. Prinsip seleksi kepemimpinan berdasarkan meritokrasi yang menjadi kunci kemajuan suatu bangsa dikangkangi dengan sistem kakistokrasi yang ditandai dengan meluasnya defisit integritas di kalangan penyelenggara republik.

Etika kehidupan berbangsa juga dirusak melalui praktik normalisasi konflik kepentingan antara kekuasaan dan bisnis, antara negara dan partai, dan bahkan antara bangsa dan ormas keagamaan. Konsekuensinya, loyalitas pada kapital, partai, dan ormas tetap dipertahankan ketika loyalitas pada bangsa dimulai.

Kebiasaan mayoritas di antara penyelenggara negara yang bersikap permisif dan bahkan terlibat aktif dalam menyuburkan berbagai bentuk konflik kepentingan telah ikut serta merusak Indonesia secara sistematis. Kerusakan ini terbukti pada tata kelola pemerintahan yang buruk, yakni pemerintah bekerja untuk kepentingan politik kekuasaan.

Dengan sistem korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah merusak sendi kehidupan berbangsa, peringatan Profesor Lawrence Lessig di Universitas Harvard dalam Republic, Lost (2011) berlaku bukan hanya pada pemerintahan Amerika, melainkan juga pada pemerintahan kita: “many of us think of our government as little more than criminal, or as crime barely hidden.” Pemerintahan, yang dikelola melalui tata kelola yang buruk, “tak lebih dari sekadar penjahat, atau sebagai kejahatan yang nyaris tidak disembunyikan.”

Kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pemerintahan dikerjakan oleh mereka yang berpakaian bagus, yang menurut Profesor Lessig mencakup segerombolan pelaku yang berjiwa jahat (evil souls), yang dengan sengaja ikut dalam pemerintahan untuk tindak kejahatan korupsi dan bahkan termasuk orang-orang baik (decent people) yang terjerumus ke dalam sistem yang korup. Kisah orang baik dan sederhana pun berubah menjadi penjahat dalam sistem pemerintahan yang di-rusak sebegitu parah.

Tata kelola pemerintahan yang buruk mengakibatkan bukan sekadar pelayanan birokrasi yang korup, melainkan juga kepercayaan yang hilang, terutama di kalangan investor, pelaku pasar, dan komunitas internasional. Hilangnya kepercayaan itu yang membuat mereka berpikir bahwa tidak ada kabar baik dalam kebijakan publik.

Kita perlu mewaspadai segala kemungkinan. Banyak di antara kita mulai khawatir bahwa situasi ekonomi yang memburuk akhirnya bertemu dengan krisis kepercayaan publik pada kinerja pemerintahan. Saatnya seluruh pe-nyelenggara negara perlu dijauhkan dari segala pujian yang hanya menjauhkan mereka dari realitas obyektif Indonesia, karena “pujian tiada memberi petunjuk dan tak sedikit pemimpin yang jatuh karena pujian” demikian peringatan Bung Hatta dalam Agama, Dasar Negara, dan Karakter Bangsa (2023).

Simaklah kritik-kritik publik dengan pikiran yang terbuka dan jiwa yang lapang, wahai para pemimpin, karena gerundelan orang republik, sesuai petuah bijak Rama Mangunwijaya, mencerminkan spirit warga yang masih punya semangat handarbeni, dengan kemauan untuk ikut prihatin, melibatkan diri secara aktif, dan mencintai Republik sebagai patriot yang jujur (1995). Republik kita membutuhkan para patriot jujur yang tulus berjuang untuk kemajuan Indonesia sesuai dengan cita-cita ideal para pendirinya.

(Sumber : Analisa Politik Kompas, 3 April 2025)

Berita Terkini