Penulis: Heru Subagia Pengamat Politik dan Ekonomi
Mudanews.com OPINI | Entitas usaha kecewa berat karena kondisi ekonomi nasional kian lesu dan menuju keterpurukan mendapatkan ekosistem usaha. Harusnya momen Ramadan dan menjelang Hari Raya Idulfitri atau Lebaran menjadi harapan terakhir bagi pengusaha menikmati keuntungan sesaat.
Transaksi ekonomi Ramadan dan jelang Lebaran biasanya berjubel para pembeli dan keseluruhan aktivitas ekonomi menggeliat. Karenanya kegiatan tersebut menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia. Pasalnya, momen ini selalu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun ini, Ramadan dan Lebaran jatuh pada bulan Maret dan April 2025. Diharapkan ekonomi makro positif, dengan demikian, Ramadan dan Lebaran diharapkan menjadi motor utama pertumbuhan di kuartal I-2025. Sayangnya, momentum Ramadan dan Lebaran kali ini diwarnai dengan ‘awan gelap’.
Awan Gelap
Banyak data dan survei ekonomi masyarakat yang menunjukkan kemeriahan Ramadan dan Lebaran tahun ini bakal meredup, dibandingkan tahun sebelumnya. Konsumsi masyarakat diyakini tidak sederas tahun-tahun sebelumnya. Salah satu pendorongnya adalah badai PHK yang melanda di awal tahun.
Untuk memahami lebih lanjut prospek ‘gelap’ ekonomi RI di masa Lebaran, berikut ini data dan survei yang menopang kondisi ini:
Perputaran Uang
Perputaran uang selama Idul Fitri 2025 diprediksi turun. Ramalan ini merujuk pada jumlah pemudik yang mengalami penurunan.
Sebelumnya, berdasarkan hasil survey yang dilakukan badan kebijakan transportasi, pusat statistik, Kementerian Perhubungan dan akademisi, jumlah pemudik diperkirakan hanya 146,48 juta orang atau sekitar 52% dari penduduk Indonesia. Angka itu turun 24% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
“Jika tahun lalu asumsi perputaran uang selama Idul Fitri 2024 mencapai Rp 157,3 triliun, maka asumsi perputaran uang libur Idul Fitri 2025 diprediksi mencapai Rp 137.975 triliun,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, dalam pernyataan pers, Selasa (18/3/2025).
“Prediksi tersebut dihitung dari jumlah pemudik tahun ini sejumlah 146,48 atau setara dengan 36,26 juta keluarga dengan asumsi per keluarga empat orang,” ujarnya.
“Jika rata- rata keluarga membawa uang sebesar Rp 3.75 juta naik 10% dari tahun lalu maka potensi perputaran uang diprediksi sebesar Rp 137.975 triliun.”
Jumlah ini, lanjutnya, sebenarnya masih berpotensi naik meski sedikit, masih turun dibanding 2024. Hal ini jika angka rata rata per keluarga diambil angka yang minimal dan moderat.
Jika per keluarga membawa rata- rata Rp 4 juta, jelas Sarman, maka potensi perputaran bisa mencapai Rp 145.040 triliun. Sehingga potensi perputaran dikisaran Rp 137-145 triliun.
Lebih lanjur dikatakan Sarman, penurunan pemudik ini terjadi karena beberapa hal. Pertama jarak libur Nataru (Natal dan Tahun Baru) serta Idul Fitri yang sangat berdekatan.
“Sehingga yang sempat berlibur selama Nataru tidak lagi merencanakan liburan atau pulang kampung saat libur Idul Fitri,” ujar sosok yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia).
Kedua, tambah dia, dengan kondisi ekonomi saat ini masyarakat cenderung menghemat (saving). Mengingat dalam beberapa bulan kedepan akan memasuki tahun ajaran baru yang memerlukan biaya masuk sekolah.
“Ketiga, maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” kata Sarman.
Keempat, lanjutnya, penurunan daya beli masyarakat serta faktor cuaca juga mempengaruhi niat masyarakat untuk pulang kampung. Bank Indonesia telah mempersiapkan uang layak edar (ULE) sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada periode Ramadan dan Idulfitri 2025 namun diprediksi uang layak edar tersebut tidak akan terserap sepenuhnya.
Jumlah Pemudik Turun
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi jumlah pemudik pada lebaran atau Idulfitri 1446 hijriah atau 2025 akan menurun dibandingkan tahun 2024 lalu. Penurunan tersebut mencapai sekitar 24% dibandingkan tahun lalu yang mana mencapai 193,6 juta pemudik.
Berdasarkan survei dari Balitbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengenai potensi pergerakan masyarakat selama libur Lebaran tahun 2025, diperkirakan akan ada sekitar 146,48 juta orang melakukan mudik. Angka ini setara dengan 52% dari jumlah total penduduk di Indonesia.
Mengutip data survei Kemenhub, provinsi dengan tujuan perjalanan yang paling ramai adalah Jawa Tengah. Jumlah pemudik ke Jawa Tengah diperkirakan mencapai 36,6 juta orang. Provinsi kedua dengan paling banyak pemudik adalah Jawa Timur (27,4 juta orang), disusul Jawa Barat (22,1 juta orang). Warga RI juga akan pulang ke Yogyakarta 9,4 juta orang dan Sumatra Utara sekitar 6,2 juta orang.
PHK Dimana-mana
Adapun, jumlah pekerja Indonesia yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) makin meningkat. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan sebanyak 3.325 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per Januari 2025.
Total jumlah tenaga kerja yang terkena PHK telah mencapai 81.290 tenaga kerja per Januari 2025. Angka ini meningkat 4,26% dari Desember 2025 sebesar 77.965.
Semakin banyaknya jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, maka kemampuan atau daya beli masyarakat pun akan menurun. Hal ini dapat berujung pada kesengsaraan masyarakat dalam menjalani hidup.
Tabungan Masyarakat Terkuras
Bukan hanya daya beli masyarakat yang melemah, namun soal tingkat tabungan kelompok bawah terus dalam tren yang melemah dan merupakan yang terendah saat ini yakni pada level 79,4 (Februari 2025).
Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yakni pada level 82,4. Sejalan dengan kelompok bawah, tingkat tabungan kelompok menengah juga melandai dan merupakan yang terendah sejak Maret 2024.
Dengan semakin terdepresiasinya indeks tabungan kelompok bawah, artinya semakin banyak masyarakat yang melakukan makan tabungan (‘mantab’) untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Impor Konsumsi Turun
Pada Februari 2025, jelang Ramadan dan Lebaran, impor barang konsumsi tercatat turun 10,61% secara bulanan (mtm) dan secara volume penurunannya mencapai 27,63% (mtm). Adapun, secara tahunan, penurunan nilai impor barang konsumsi lebih besar lagi, yakni mencapai 21,05%
“Pertama adalah buah-buahan HS 08, secara bulanan nilainya turun US$ 60,9 juta. Kemudian daging hewan HS 02 yang secara bulanan turun US$ 44,8 miliar dan juga HS 10 atau serelia terutama beras di dalamnya, bulanan turun US$ 37,8 miliar,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dalam rilis statistik BPS, Senin (17/3/2025).
Untuk diketahui, impor barang konsumsi adalah barang yang dibeli dari luar negeri untuk digunakan langsung oleh masyarakat tanpa melalui proses produksi lebih lanjut. Barang-barang ini biasanya memiliki sifat siap pakai dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Belanja Lesu
Sepinya pusat-pusat perbelanjaan menjelang Lebaran atau Idul Fitri 2025 menjadi fenomena baru di tanah air. Padahal, Lebaran biasanya menjadi momentum masyarakat berbelanja dan berpergian.
Menurut ekonom dari Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana mengungkapkan trem konsumsi lebaran yang menurun disebabkan penurunan kemampuan daya beli masyarakat.
Menurutnya, penurunan daya beli ini tercermin dari data tren deflasi yang terjadi. Bahkan Yudistira juga menyoroti beberapa indikator ekonomi lain yang mengkhawatirkan.
Perbedaan tren konsumsi ini berkaitan dengan tren deflasi yang berlangsung hingga sekarang, melemahnya nilai tukar, kenaikan harga emas yang tinggi, penurunan IHSG, itu adalah hal-hal yang mengindikasikan indikator ekonomi makro sedang kendor.
Teguran Ke Pemerintah
Apakah kiranya pemerintah sadar jika telah terjadi anomali arus mudik tahun ini?
Begitu juga, para elite politik dan para pembantu presiden paham bahayanya penurunan arus mudik dan pengaruhnya bagi perekonomian nasional?
Terakhir, apakah negara juga paham bahwa pihak negara telah mereduksi budaya mudik lebaran?
Stimulus Fiskal Gagal
Momentum mudik Lebaran bukan sekadar tradisi sosial. Mudik selalu melahirkan dampak ekonomi yang signifikan. Geliat ekonomi bergerak dari perkotaan ke daerah.
Ratusan juta pemudik berkontribusi besar bagi pendapatan daerah, milyar rupiah biaya belanja untuk transportasi biaya jalan tol. Mudik lebaran juga menimbulkan kontraksi positif bagi geliat UMKM di daerah, industri pariwisata dan juga perhotelan. j
Jika Pemerintah telah memberikan sejumlah stimulus fiskal agar daya beli warga meningkat saat Lebaran, namun ternyata stimulus tersebut tidak bermanfaat bagi pemudik. Menyapa? Paket stimulus tersebut hanya menyasar golongan atas, bukan masyarakat yang saat sedang sekarat secara ekonomi.
Diskon tiket pesawat, diskon tarif tol, pencairan tunjangan hari raya adalah contoh bagi mereka golongan menengah atas sementara penyaluran bansos dilakukan pemerintah bagi masyarakat kecil terpaksa mengalami keterlambatan atau bahkan diputus karena dananya tidak ada.
Gagal Melayani Publik
Stimulus (yang diberikan pemerintah) dari Januari hingga Maret ini menunjukkan bahwa perekonomian, terutama dari sisi konsumsi, sedang tidak baik-baik saja. Negara wajib minta maaf pada rakyat Indonesia yang gagal mudik ke kampung halamannya.
Sementara akibat bantuan langsung tunai gagal atau ditunda pencairannya, jutaan masyarakat Indonesia di perkotaan gagal untuk mudik. Tidak ada lagi pendapatan untuk mobilitas mudik. Mereka adalah masyarakat perkotaan dan urban yang saat ini sedang jatuh karena korban PHK, dirumahkan karena efisien, dan juga mereka adalah pedagang yang sudah bangkrut berakhir menjadi pengangguran terselubung.
Dalam kondisi ekonomi makro terpuruk ditambah sektor riil berhenti atau mengalami perlambatan yang berdampak sistemik bagi masyarakat luas, namun pemerintah justru gagal fokus menjaga pertumbuhan ekonomi, justru berhenti memberikan stimulus bagi pengusaha dan parahnya sudah gagal untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Saat ini pemerintah sibuk bekerja untuk korporasi, melayani nafsu dan kepentingan oligarki. Parahnya, produk kebijakan ekonomi hanya merepresentasikan kepentingan oligarki, umat pendukung Prabowo saat Pilpres 2024. Contohnya adalah pembentukan Danantara adalah perbuatan yang jelas ditujukan untuk menyediakan pendanaan bagi investasi jumbo dengan menyuplai asupan vitamin ke gorup korporasi kakap beserta afiliasinya.
Danantara telah membegal dana efisien anggaran dan kemudian akibatnya tindakan kebijakan tersebut berdampak negatif bagi kegiatan dan kepentingan masyarakat luas. Penulis meyakinkan jika jutaan pemudik batal pulang kampung adalah efek kronis dari keseluruhan kebijakan ekonomi Prabowo yang tidak berpihak ke masyarakat
Harus Mengakui Kesalahan
Sudah tahu di bulan Maret 2025 masyarakat akan menjalani ritual mudik, namun demikian pemerintah dengan lalai atau bahkan sengaja tidak berpihak dan juga memikirkan produk dan juga implementasi kebijakan ekonomi pro masyarakat. Karenanya, harusnya Pemerintah Prabowo wanita meminta maaf dengan seksama atas kegagalan menyediakan infrastruktur ekonomi, ekosistem dan juga pendukungnya.
Prabowo wajib berbalik arah untuk kembali mengambil langkah konkrit membantu dan melayani masyarakat hingga bangkit dari keterpurukan ekonomi, membangkitkan ekonomi UMKM, dan menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional.