Ditulis:
Heru Subagia Pengamat Politik dan Ekonomi
Mudanews.com OPINI | Impor adalah proses perdagangan internasional dengan memasukkan barang ekonomis dari satu negara ke dalam wilayah pabean negara lain. Dengan kata lain, kegiatan perdagangan ini melibatkan dua negara ( mulirlateral) atau lebih agar bisa terjadi.
Impor juga diartikan kegiatan memasukkan barang atau jasa dari negara lain ke dalam wilayah pabean negara sendiri. Impor merupakan bagian dari perdagangan internasional yang melibatkan dua negara.
Urgensi Impor
Suatu negara dapat melakukan kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ketika barang tersebut tidak dapat diproduksi atau diperoleh dengan biaya lebih rendah di dalam negeri.
Adapun tujuan impor suatu negara dimasukkan sebagai berikut;
Memenuhi atau menyuplai kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat diproduksi secara lokal. Tidak memungkinkan memproduksi karena ketiadaan barang baku dan atau proses biaya tinggi.
Mendapatkan pasokan bahan baku untuk industri dalam negeri. Negara tidak bisa menjamin ketersediaan pasukan karena faktor geografis, harga, ketersediaan tenaga ahli dan juga faktor keamanan. Aktivitas impor penting dalam perdagangan internasional yang memberikan manfaat besar bagi pengusaha di berbagai sektor industri.
Dalam kasus tertentu, impor berjuang untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern atau transfer teknologi. Ketidakmampuan untuk memodernisasi dan juga inovasi teknologi hingga harus mendatangkan impor teknologi.
Impor berkaitan kebijakan makro ekonomi, mengendalikan inflasi, tarik ulur kebutuhan dan suplai barang. Yang jelas, dengan impor ketersediaan barang akan terpenuhi, menjaga stabilitas nasional.
Impor dan Ekonomi Nasional
Kegiatan ekonomi nasional tercermin berbagai indikator ekonomi yang sedang berjalan. Suatu negara dikatakan dalam ekonomi ketika indikator ekonomi menyala dengan berbagai instrumen positif dan sebaliknya ekonomi nasional menunjukkan gejala batuk-natik atau sudah demam parah ketika alarm bunyi bahaya ekonomi terpuruk sudah menyala.
Bagaimana dengan kondisi ekonomi nasional saat ini? Apa hubungan impor dengan kondisi ekonomi nasional? Benaran ekonomi Indonesia sedang mencekam dan mengerikan menuju kegelapan nyata?
Negara Masih Berkelit
Alarm buruk ekonomi nasional sudah dinyatakan oleh berbagai pihak dan juga dibuktikan oleh lapangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali mencatatkan deflasi, nilainya mencapai 0,48% month to month (mtm) pada Februari 2025. Secara tahunan juga terjadi deflasi sebesar 0,09% year on year (yoy) dan secara tahun kalender mengalami deflasi 1,24% (Februari 2025 terhadap Desember 2024).
Disisi lain tren pelemahan rupiah terhadap dollar masih terus berlanjut di tahun 2025. Yang masih mampu tumbuh adalah indikator dari segmen PMI Manufaktur Indonesia, meskipun hanya naik 1,7 poin dari posisi Januari 2025, menjadi 53,6 pada Februari 2025. Ekonom
Terjadi deflasi sebesar 0,45% pada bulan Februari 2025 akibat daya beli masyarakat yang menurun. Belum lagi soal indikator kredit macet masyarakat di perbankan, terlihat dari data Bank Indonesia yang mencatat rasio NPL Kredit rumah tangga per Januari 2025 sudah berada di level 2,17%, memburuk dibandingkan periode tahun lalu yang di level 1,90% per Januari 2024.
Namun, negara belum juga merestui dan justru menolak alarm bahaya tersebut. Negara masih menyatakan dan optimistis ekonomi Indonesia baik-baik saja dan mas depan Indonesia emas 2045 terus menjadi slogan dan propaganda pencapaian ekonomi jangka panjang Kabinet Merah Putih.
Alam semesta sudah memberikan kearifannya untuk mencoba berdamai dengan par pembuat kebijakan negeri ini, namun sepertinya mereka mengingkarinya. Terbukti jika tanda-tanda ekonomi lesu di awal tahun 2025 .
Semakin hari ekonomi nasional semakin terpuruk tajam, tata kelola ekonomi amburadul, fungsi koordinasi tumpang tindih dan masih menyempatkan ego politik dan menyempatkan menunggangi dengan segala kepentingannya dalam setiap perencanaan dan keputusan penting.
Impor Konsumsi Ambrol
Ini temuan yang luar biasa. Bahaya alarm itu ternyata sudah menyapa dan menyalahkan kencang. Fakta terungkapkah bahwa kegiatan impor barang konsumsi menjelang masa Lebaran atau Idul Fitri 2025 maupun memasuki masa Ramadan justru menurun. Fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Membandingkan impor sebelumnya, pada 2024 saja, nilai impor barang konsumsi masih tercatat naik baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy). Terlihat jelas jika kinerja tim ekonomi Kabinet Merah Putih dalam dua bulan pertama tahun ini belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Data terbaru impor konsumsi yang baru dirilis Badan Pusat Statistik kian menggambarkan kondisi daya beli masyarakat yang lesu.
Menurut Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, impor barang konsumsi turun 21,05% pada Februari 2025 secara tahunan (yoy) dibanding Februari 2024. Komoditas yang menyumbang penurunan nilai impor adalah beras dengan andil penurunan 15,07%, monitor berwarna dengan andil penurunan 2,66%, dan otomotif diesel fuel dengan andil penurunan 1,01%.
Dikatakan secara bulanan (mtm), nilai impor barang konsumsi turun 10,61% pada Februari 2025, volume turun 27,63. Data tersebut dipaparkan Amalia dalam konferensi pers, Senin (17/3/2025).
Penurunan terbesar terjadi pada buah-buahan yang terkontraksi 34,72% (mtm) dengan selisih nilai US$60,9 juta; daging hewan turun 64,55% (mtm) dengan selisih nilai US$44,8 juta; dan serealia turun 99,96% dengan selisih nilai US$37,8 juta. Secara kumulatif, impor barang konsumsi merosot 14,28% pada Januari-Februari 2025 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Anomali Indonesia
Banyak pakar ekonomi menyebutkan jika impor barang turun menjelang ramadhan vdan lebaran adalah anomali ekonomi dan sebelumnya tidak pernah terjadi.
Berbagaii pihak menegaskan seharusnya impor barang konsumsi tengah terbuka lebar akibat kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti juga menyatakan hal yang serupa. Ia mengatakan, merosotnya impor barang konsumsi menjelang periode musiman seperti Hari Besar Keagamaan Nasional merupakan bentuk nyata tengah merosotnya daya beli warga RI.
Ia berpendapat, daya beli masyarakat tengah bermasalah karena memang dari sisi pendapatan atau income riil tengah menurun, disebabkan dampak PHK yang terus menerus terjadi di berbagai sektor usaha.
Ngak Bisa Bohong Lagi
Secara logika, kebutuhan masyarakat menjelang Ramadhan dan Lebaran harusnya terjadi kenaikan signifikan. Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia di hari raya lebaran menjadi pucak dan ritual ekonomi nasional. Diawali dengan terjadinya inflasi, kenaikan saya beli, kemudian kemacetan di jalan raya hingga masyarakat berbelanja di mal atau pasar tradisional.
Keseluruhan kegiatan masyarakat tersebut merupakan indikator ekonomi menggeliat, tambah subur dan negara acap bangga atas pencapaian pergerakan ekonomi menjelang Ramadhan dan Lebaran. Negara membutuhkan kegiatan ekonomi riil yang terdapat bergerak menciptakan pergerakan dan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, semua gambaran ekonomi makro Indonesia sedang hancur. Ekonomi nasional mengalami deflasi 2 bulan berturut-turut di awal tahun 2025, ditambahkan fakta baru jika Impor barang konsumsi yang rutin naik menjelang masa Ramadan atau Lebaran, pada 2025 malah merosot drastis.
Artinya apa? Jujurlah kepada hati nurani, bertanggung jawab pada profesional pekerjaan dan bermartabat terhadap bangsa dan negara. Sudah tidak ada celah lagi negara untuk berdusta, berbohong dan bahkan mencelakakan rakyatnya sendiri.