Penulis : Agung Wibawanto
Mudanews.com OPINI – Kenapa akhir cerita Sritex ini jadi melankolis ya? Jadi seperti perpisahan yang mengharu-biru. Bukan kisah yang tragis kesewenangan antara tuan kepada anak buah (pekerja).
Harusnya yang ada adalah kemarahan dan tuntutan akan hak-hak buruh yang harus dipenuhi tuannya. Mereka sudah bekerja tapi sekian bulan terakhir tidak digaji.
Kini mereka di-PHK juga tanpa pesangon. Itu semua ada aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan semua itu dilanggar tuannya.
Lha ini kok malah tangis-tangisan seperti perpisahan karena dipindah-tugaskan? Inilah kesadaran perjuangan hak-hak rakyat diberangus dengan cara melodrama seperti ini.
Memang sengaja dibuat menjadi tidak jelas seperti ini, seolah kesalahan ada karena takdir. Sudah menjadi kehendaknya Allah SWT. Memang benar, tapi kewajiban manusia untuk belajar (mengambil hikmah) dari setiap kehendak Allah tersebut.
Jika menyangkut hak ya diperjuangan pakai tangan (langsung), kalau tidak bisa maka pakai ucapan (mulut), kalau tidak bisa juga barulah berdoa (selemah-lemahnya iman).
“Bayarlah pekerjamu sesuai pekerjaannya sebelum keringatnya kering!”
Menangis itu buat apa? Meratapi apa? Kalau terkait hak-haknya ya diperjuangkan, kok nangis? Ayo buruh, anda semua punya hak bersuara dan mendapatkan pembayaran yang layak.
Ini murni kesalahan pemilik dan manajemen. Pemilik dan manajemen silahkan menyalahkan (tuntutan) ke pemerintah karena membuka kran lebar buat impor kain dari China dengan harga lebih murah di pasaran.
Pabrik bangkrut kalah saing. Itu yang terjadi. Makanya sebaiknya, jangan mudah tertipu daya dengan janji-janji manis Penguasa. Semoga bukan karena karma. Catat itu.
Hidup Buruh. ✊✊✊ Anak Negeri, 1 Maret 2025.