Ditulis Oleh: Heru Sebagai Pengamat Politik dan Ekonomi Alumni Fisipol UGM
Mudanews.com OPINI | Kabar buruk sedang menimpa Pertamina. Dikabarkan jika PT Pertamina Patra Niaga telah mengakui adanya banyak pelanggan Pertamina yang kabur setelah viral kabar kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang konon merugikan pemerintah selama 5 tahun sebesar Rp 1000 Triliunan.
Dampak ngedropnya penjualan BBM khususnya Pertamax tersebut tercermin dari penurunan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tanggal 25 Februari 2025. Demikian rilis yang disampaikan oleh Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo, seperti dikutip Antara, Kamis (27/2/2025).
Di hari yang sama, di sejumlah titik Kota Besar dan Daerah sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum non Pertamina seperti (SPBU) Shell mengalami peningkatan antrean kendaraan secara fenomenal. Diprediksi jika fenomena ini terjadi Ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan masyarakat ke SPBU Pertamina akibat kehebohan kasus dugaan penjualan bahan bakar oplosan yang melibatkan rombongan pejabat di Pertamina.
Turunnya penjualan BBM Pertamax di SPBU Pertamina dan fenomena masyarakat antri di SPBU Asing adalah bentuk perlawanan dan hukuman langsung kepada Pertama dan Negara. Masyarakat telah membayar lunas , aksi memboikot produk Pertamina, atas kecurangan yang mencolok oleh Pertamina dan tentunya perbuatan tersebut dianggap pelecehan terhadap rakyatnya sendiri yang sangat dirugikan materi dan kepercayaan.
Tidak Direspon
Sudah menjadi rahasia umum, BBM oplosan ini harusnya dari level SPBU sudah diketahui . Bahkan kalau ditanya pengecer jalanan, atau Pertamini pun mereka sudah lihai juga membedakan BBM Oplosan atau asli. Jadi, ini hanya masalah kesempatan dan waktu fakta bisa terungkap.
Sudah banyak laporan mobil atau motor dinyatakan rusak oleh diler atau bengkel resmi akibat pemakaian BBM oplosan, namun ditanggapinya biasa aja.
Bukti empiris bahwa kerusakan mobil atau motor pada mesin yang terjadi di komponen khusus karena pemakaian BBM oplosan, namun laporan berbagai pemakai mobil atau motor hilang ditelan angin sepoi-sepoi.
Korupsi Rp 1000 T
Dugaan terjadi pengoplosan bahan bakar, di mana Pertalite dicampur menjadi Pertamax oleh gerombolan oknu Pertamina dan para Vendor. BBM oplosan mengemuka ke publik di tengah proses penyidikan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di sub holding Pertamina.
Kerugian bisnis Oplosan BBM tudak tanggung-tanggung dengan nilai kerugian negara fantastis, nyaris mencapai Rp 100/ T. Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) mengemukakan bahwa kerugian negara kasus BBM Oplosan senilai Rp193,7 triliun hanya terjadi pada tahun 2023.
Sementara penyidikan kasus tersebut di mulai dari tahun 2018. Jadi, korupsi betmabgi aman dan terkendali selama 5 tahun. Rentan waktu tersebut, rezim penguasa di bawah kontrol Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Bagi masyarakat merasa kecewa karena mereka sudah membayar lebih untuk BBM Oktan tinggi yang seharusnya berkualitas lebih baik, justru mendapatkan produk yang tidak sesuai harga dan kualitas.
Pengalihan Isu
Pada akhirnya tiba saatnya kasus BBM Oplosan meledak. Konon kasus ini sengaja ditabung untuk menutupi jika ada kasus yang jauh lebih besar terjadi atau sedang disorot masyarakat. Satu hari peluncuran Danantara langsung diresmikan oleh Prabowo, Kejagung lungsung umumkan korupsi di Pertamina.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mencetutt awal mula pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
Keberadaan BBM oplosan diakuinya memberikan petunjuk bawak dari adanya temuan masyarakat.
Masyarakat mengeluhkan soal merosotnya kualitas BBM, dihubungkan dengan kenaikan harga BBM. Dari hal itu, penyidik kemudian melakukan pendalaman.
Dari laporan masyarakat pihaknya menerbitkan sprindik kasus ini teregister dengan Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024. Hal itu dilakukan pada 24 Oktober 2024. Pertanyaan, mengapa laporan masyarakat tersebut sangat lama ditindaklanjuti?
Namun, terdapat hikmah besar. berbahagia masyarakat Indonesia karena kebrutalan bisnis BBM Oplosan segera terungkap.
Pakai Jari Bisa Bedakan
Dulu pernah diajari bagaimana cara membedakan perbedaan secara fisik BBM asli atau oplosan. Pada waktu itu ada bandar penyedia angkutan / vendor Pertamina yang mengajarkan. Namun bukan Oplosan Pertalite menjadi Pertamax tapi Premium dengan Minyak Tanah. Maklum kejadiannya sekitar tahun 2002. BBM yang ada waktu itu kalau tidak keliru hanya ada Premium dan Solar.
Karenanya, dapat disimpulkan jika BBM oplosan secara fisik, baik warna dan bau serta jika diraba pakai jari digesek-gesek akan terasa bedanya. Tidak usah pakai alat canggih cukup dengan alat perasa buatan Tuhan, jari tangan untuk meraba kekentalan dan kelicininan, mata untuk melihat warna dan hidung untuk mencium bau.
Nah, pertanyaan, Apalah iya pengelola atau pemilik SPBU tidak mengetahui jika barang dagangan yang dijual mungkin salah satunya adalah produk oplosan?
Di Bawah Tekanan?
Bisa dikatakan bahwa BBM oplosan tampa alat canggih pun bisa dibedakan, mudah dikenali namun sulit dibuktikan ?
Mengapa bisa terjadi? Jawabnya mungkin karena akses dan wewenangnya berjenjang bagi pemilik atau pengelola untuk melaporkan atau membuat pelaporan verbal atau tertulis ke pihak berwenang?
Benarkah para pengelola SPBU tidak bisa berkata apa -apa? Tidak berani melaporkan adanya kecurigaan BBM Oplosan produk yang dijualnya? Adakah tekanan khusus atau ancaman kuat bagi pengelola atau pemilik SPBU jika berani melaporkan?
Jika benar bahwa pengelola dan atau pemilik SPBU sudah tahu jika barang dagangan salah satu produk oplosan? tentunya ini menjadi bukti bahwa kejahatan oplosan BBM begitu sistematis dan masif.