- Advertisement -
Mudanews.com OPINI – Kapitalisme berawal dari gerakan pembebasan (liberalisme), semangat negara bangsa, yang melahirkan kapitalisme (kelompok kapital/ pemegang modal) dengan perjuangannya menumbangkan otoritas gereja dan otokrasi (kerajaan) yang dengan semangat ideologi/ nilai/ karakter liberalisme, individualisme, materialisme, hedonisme.
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian.
Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Imperialisme juga politik untuk menguasai (butuh kekuatan militer untuk memaksa) untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya.
Fasisme adalah ideologi politik dan gerakan sayap kanan ekstrem, otoritarianisme, dan ultranasionalistik, yang ditandai dengan kepemimpinan bak diktator, otokrasi yang terpusat, militerisme, pemberangusan paksa terhadap oposisi, kepercayaan terhadap adanya hierarki sosial, penghilangan hak-hak individu atas nama kebaikan negara dan ras, serta penyeragaman dan pengontrolan luar biasa terhadap masyarakat dan ekonomi.
Ideologi di atas terutama kapitalisme mendapat perlawanan dai kaum sosialis. Kebanyakan sosialis berpendapat bahwa kapitalisme secara tidak adil memusatkan kekuasaan, kekayaan, dan laba pada sebagian kecil masyarakat yang mengendalikan modal dan memperoleh kekayaannya melalui eksploitasi.
Perbedaan jelas kapitalisme dengan sosialisme adalah: Kapitalisme adalah sistem yang serba bebas (liberal), tiap individu bebas memiliki dan menggunakan untuk memproduksi. Mekanisme pasar yang menentukan. Negara tidak terlalu dituntut memikirkan atau menjamin kesejahteraan rakyatnya (karena sudah diberi kebebasan sebagai individu).
Di sisi lain, Sosialisme intinya serba tidak bebas, serba diatur negara; semua faktor produksi dikuasai negara tabpa ada kebebasan individu untuk melakukan pilihan. Namun begitu negara dituntut dan wajib menanggung kehidupan rakyatnya. Jika memang bisa termasuk memenuhi setiap kebutuhan hidup rakyatnya tanpa harus berbayar.
Berangkat dari landasan teori di atas, menarik untuk memetakannya dalam konteks Indonesia saat ini. Indonesia sejak awal berdirinya disebutkan oleh Bung Karno tidak beraliran Barat (Kapitalis) dan Timur (Komunis). Pada saat itu, ideologi negara hanya mengenal dua istilah tersebut (dan memang sedang terbelah blok barat dan blok timur).
Bung Karno menetapkan bahwa bangsa Indonesia (digali dari nilai-nilai terkandung di dalam masyarakat Indonesia) berdiri pada falsafah Pancasila (sudah menjadi perdebatan lama bahwa jalan tengah ini memang agak merumitkan posisi Indonesia sendiri). Namun jika melihat lebih rinci ke dalam pasal-pasal Pancasila, maka sesungguhnya Indonesia cenderung kepada Sosialisme.
Di pasal 2 disebutkan “Kemanusiaan yang beradab” serta sila 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Kedua pasal itu (oleh banyak pengamat) merujuk kepada nilai-nilai sosialis. Yang pasti bukan Liberalis Kapitalis karena tidak ada terkait kebebasan individu dan diperkuat sila 3 “Persatuan Indonesia”. Dan juga bukan komunis karena ada sila 1 dan ke 4.
Di dalam Konstitusi UU 1945 jauh lebih dirinci bagaimana bentuk dan sistem bernegara Indonesia. Banyak sekali pasal yang lebih kepada “anti kapitalis” dimulai dari mukadimah. Namun begitu, UUD 1945 pernah mengalami perubahan (amandemen) sebanyak 4 kali yang dianggap oleh banyak kalangan awal dari melencengnya falsafah bangsa yang bergeser ke negara liberal kapitalis.***