212 Jalan Kemulian Ibu Pertiwi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Ir. S. Purwadi Mangunsastro, MM – Wangsa Sultan Arya Penangsang, Kerajaan Demak V, Sekjen PDKN Partai Non Kontestan Pemilu 2024.

Mudanews.com – Baru-baru ini viral di media online “seorang nenek menangis pilu diarak dengan tandu bambu karena mencuri sesisir pisang akibat lapar”, sungguh pemandangan menyayat hati. Berbanding terbalik ketika di tingkat elit bangsa ini korupsi ratusan triliun yang sangat menghebohkan tapi akhirnya senyap tidak ada tindakan tegas. Inilah potret hukum di Indonesia. Adil barang langka di Republik ini. Hukum hanya menjadi sarana untuk meraih kekuasaan bagi para penguasa itu sendiri.

Prof Mahmud MD, mantan Menteri, pakar hukum tatanegara bahkan berujar : “hindari urusan hukum jika tidak terpojok”. Ini mengindikasikan birokrasi yang seharusnya membantu menjaga semua orang tetap pada jalur ketika berhadapan dengan hukum faktanya tidak berfungsi. Dapat disimpulkan, gagal sudah Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 yang ditetapkan Perpres Nomor 81 Tahun 2010. Menyedihkan. Goal reformasi birokrasi adalah pemerintahan yang dikelola dengan baik, dengan aparatur yang berintegritas melayani rakyat. Jika terwujud niscaya setiap orang akan menempatkan hak dan kewajibannya untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.

Pada dasawarsa terakhir ini terjadi kerusakan parah birokrasi dan hukum. Rasa keadilan rakyat terkoyak sebab tidak diperlakukan dengan adil dan setara. Negara harus hadir untuk menolong rakyat mendapatkan keadilan ekonomi dan keadilan hukum, dan inilah jalan membahagiakan rakyat.

Gerakan sebangsa setanah air.

Sesungguhnya bangsa ini memiliki naluri mulia yang tertanam sejak dini yakni rasa persaudaraan dan tolerensi. Rasa persatuan dan kesatuan telah terbukti menyelamatkan bangsa ini hingga lahirlah Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Semangat kebangsaan melawan penjajahan pada masa kolonial hingga terbangun ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah embrio bersatu padunya gerakan kaum muda dan dari sinilah semangat dan rasa nasionalisme rakyat nusantara pada waktu itu mulai bekerja sama dan berhasil mempertemukan warga masyarakat yang berbeda suku, agama, adat budaya, bahasa, tingkat pendidikan dalam suatu komunitas yang dilandasi hukum Tuhan akhirnya bersama membangun gerakan memperjuangkan berdirinya negara.

Bagaimana yang terjadi kini? Reformasi 98 terjadi terkait adanya diskursus kebangsaan di tingkat masyarakat oleh sebab pengarusutamaan Pancasila distigmatisasi sebagai upaya mempertahankan statusquo lantaran dinilai tidak pro reformasi. Arus globalisasi yang mulai melanda Indonesia tahun 1990 an memiliki hubungan kasualitas dengan gerakan reformasi yang akhirnya melahirkan UUD baru yakni UUD 2002 melalui proses amandemen 4 kali dari 1999 sd 2002. Dampaknya dirasakan sekarang nilai-nilai kebangsaan yang sesungguhnya kebutuhan bangsa menjadi hilang karena dengan mudahnya ideologi asing kapitalisme, individualisme, liberalisme yang tidak berakar dari kehidupan bangsa Indonesia telah membelenggu rakyat karena pasal-pasal Batangtubuh UUD 2002 yang tidak sejalan dengan Pembukaan UUD nya itu sendiri yang ditempelkan persis sama dengan Pembukaaan UUD yang termaktub dalam UUD 1945 Asli sehingga tetap diklaim Indonesia negara berdasarkan UUD 1945.

Akibatnya, terjadi gap ideologi hingga melahirkan kemerosotan luar biasa terhadap wacana kebangsaan yang tidak lagi ditempatkan sebagai semangat pemersatu. Namun yang terjadi partai politik diberikan kebebasan tumbuh dan implikasinya Pancasila tidak diarusutamakan dalam percaturan politik, dalam penyelenggaraan negara dan bahkan dunia pendidikan. Semangat persaudaraan menjadi rapuh apalagi reformasi justru menghasilkan jurang yang sangat tajam antara si kaya dan si miskin.

Sejarah revolusi pada beberapa negara seperti revolusi Perancis 1789 terjadi karena mereka sadar sebagai bangsa yang dirugikan dan menerima perlakuan ketidakadilan oleh penguasanya sendiri. Hal yang tidak kita inginkan terjadi di negara kita. Segenap warga bangsa masih setia bahu membahu menopang tegaknya pemerintahan hasil pemilu sekalipun pemilu telah menorehkan pro kontra atas sebuah proses pemilu jurdil demokratis yang pada beberapa periode pemilu terakhir ini menuai banyak permasalahan.

Reuni 212 gerakan revolusi akhlak.

Tidak sampai sebulan lagi event reuni akbar 212 kembali digelar di Jakarta. Gerakan rakyat yang pada mulanya akan diselenggarakan 25 November 2016 akhirnya terlaksana 2 Desember 2016 di Monas Jakarta dihadiri hingga jutaan orang menjadi aksi damai menuntut kasus dugaan penistaan agama, dengan cara bersama berdoa dan melakukan salat Jumat bersama yang pada moment itu akhirnya dihadiri Presiden Joko Widodo menjadi fenomenal. Hingga 8 tahun berlalu akan kembali lagi diadakan reuni akbar 212 dengan mengangkat tema revolusi akhlak.

Menilik suasana kebersamaan dan rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dari aksi 2 Desember 2016 yang bernuansa agamis kala itu patut menjadi perenungan bahwa paham sekularisme yang menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan tidaklah layak terjadi di negara kita yang mendasarkan pada Pancasila 18 Agustus 1945. Namun yang terjadi kemudian hari narasi radikalisme dan intolerensi menebar di seluruh penjuru tanah air dengan alasan menjaga resistensi paham/ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, dan hal ini berimplikasi longgarnya nilai-nilai peribadahan penganut Islam, selain mengakibatkan friksi diantara penganut Islam ataupun memicu retaknya kerukunan antar umat beragama oleh sebab seakan-akan islam dikonotasikan sebagai agama terorism. Akibat lain, timbul gejala permisif bangsa atas hadirnya gaya hidup hedonism dan sekulerisme dalam bentuk sex bebas, judi online, serbuan narkoba dan sebagainya. Sementara itu Pancasila yang termaktub dalam UUD 1945 itu sendiri setelah reformasi justru antara ada dan tiada lantaran tergerus ideologi baru liberalisme, kapitalisme, individualisme serta sekularisme yang merasuk jauh ke relung ideologi baru bangsa akibat diberlakukannya UUD 2002.

Agenda reuni akbar 212 dapat dibaca di medsos yang akan diselenggarakan 2 Desember 2024 bertajuk Revolusi Akhlak. Menghadirkan akhlak mulia pada bangsa ini dipandang sangat urgen, terlebih ketika rasa tidak malu melakukan keburukan, fitnah memfitnah, runtuhnya kejujuran, hilangnya rasa keadilan, harga diri, merebaknya iri dengki, hilangnya karakter lemah lembut bangsa, menipisnya rasa pribadi sosial, sopan santun dan etika, kurangnya kepedulian terhadap penderitaan orang lain justru semakin mudah ditemui.

Informasi kemerosotan moral atau karakter building bangsa terjadi sangat masif hal ini nyata berseliweran tertayang di medsos. Anak generasi milenial dikhawatirkan tidak lagi memahami dan menghayati nilai-nilai luhur Pancasila 18 Agustus 1945. Bukan tidak mungkin akan memudarkan tolerensi, kebersamaan dan tumbuhnya jiwa luhur generasi bangsa. Sungguh sangat memprihatinkan manakala telah dicontohkan nyata di masa pergerakan kaum muda dahulu berlangsung dengan lembut dan suasana sejuk berjuang menghadapi imperialism dimana justru Indonesia saat itu belum ada hingga akhirnya Indonesia berhasil merdeka, tapi setelah 79 tahun merdeka kondisi kebangsaan kita tercabik-cabik, dan rawan menyulut perpecahan.

Kiranya tidak berlebihan Indonesia yang dengan penduduk muslim terbesar dengan menggelar reuni akbar 212 patut dijadikan momentum sebagai gerakan untuk merajut dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Gerakan ini layak dijadikan wahana menebarkan rasa persaudaraan sebangsa setanah air sebagai ingatan jika cahaya langit 28 10 1928 yang berpendar di bumi pertiwi Indonesia adalah milik bersama dan letaknya mewujud pada UUD 1945 Asli yang dirumuskan setelah perjuangan sumpah pemuda diikrarkan dan kemudian dibentuk lambang Burung Garuda Pancasila dimana kedua kakinya mencengkeram erat pita semboyan Bhineka Tunggal Ika yang tidak akan lepas hingga kapanpun.

Secara ghaibiyah UUD 1945 Asli akan selalu menjadi bahan pokok inti dalam usaha memperjuangkan keadilan yakni adil yang dimaksud dalam praktek kerja ibadah sebagai rakyat, sebagai pemimpin, sebagai ulama dan umarah yang termaktub dalam kalimat tahuid adil itu sifat terpuji dan dicintai Allah SWT, diperintahkan untuk ditegakkan keadilan dalam setiap tindakan dalam arti tidak memihak atau tidak berat sebelah. Oleh karenanya semua tokoh politik bangsa ini hendaknya selalu melihat pancaran dari nilai pokok inti Pancasila 18 Agustus 1945 dengan nilai tujuan ke 5 sila yg ada di dada Sang Rajawali, dimana para raja-raja di masa tempo perjuangan kaum muda pasca Boedi Oetomo dulu menitipkan wujud penataan melalui sistem perjuangan Amanah Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).

Alangkah sangat berarti andai Bapak Prabowo Subianto Presiden RI tidak melewatkan momentum ini dan hadir dalam kesempatan reuni akbar 212. Terlebih bilamana seluruh komponen ormas keagamaan dan ormas kemasyarakatan bekerja bersama dikerahkan untuk peduli membangun kemuliaan pada acara reuni akbar 212. Mereka hadir bersama dalam suasana persaudaraan kebangsaan satu nusa, satu bangsa, satu bahasa Indonesia yang momentum ini akan menyejukkan dan menghadirkan kemuliaan bagi cahaya ibu pertiwi.
Dari sinilah bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto dapat meletakkan tonggak sejarah baru keberpihakan kepada rakyat yang tertindas, rakyat yang sejak masa kerajaan hingga sistem republik berusia 79 tahun ini masih banyak sekali yang mengalami penderitaan di lain pihak sebagian kecil anak bangsa hidup berlimpah kekayaan dan kemewahan yang sangat mungkin diperoleh dengan cara-cara korupsi dari mengeruk sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia. In syaa Allah gerakan revolusi akhlak 212 akan menjadi tonggak sejarah sebagai memulai sebuah nilai wujud penuntasan Amanah Ampera. (SP official, 151124).

Berita Terkini