Militeristik, Soal Pendekatan Atau Memang Menjadi Karakter?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Penulis :  Agung Wibawanto
Banyak pertanyaan publik soal retreat yang diterapkan presiden baru Prabowo kepada para menteri pembantunya. Apa hubungannya baris-berbaris dengan kinerja para menteri? Ada beberapa tujuan memang yang disampaikan dan bisa ditangkap publik yakni: meningkatkan kedisiplinan dan membangun kekompakan.

Presiden tentu memiliki hak dan kewenangan mau dibawa kemana menteri kabinet ini nantinya. Dan mengapa dengan gaya militeristik, karena Prabowo memiliki back ground sebagai TNI AD. Mungkin ia menganggap bahwa retreat ala militer akan cocok menggembleng anak buahnya dalam bekerja.

Dalam sebuah tulisan, saya juga sudah pernah mengulas tipe kepemimpinan yang diantaranya ada model partisipatif, aristokrat dan juga komando. Gaya Prabowo sepertinya memang berbeda dengan model kepemimpinan Jokowi (yang nota bene sebagai sipil). Jokowi lebih cenderung ke partisipatif sedangkan Prabowo lebih bergaya komando.

Pertanyaannya, apakah kemudian para menteri kabinet Merah Putih akan benar-benar mau dan bisa bekerja sesuai ritme kerja Prabowo yang komandois? Tentu publik masih perlu menunggu karena pemerintahan Prabowo masih dalam hitungan hari. Dari yang terlihat, event retreat hanya dijadikan sebagai ajang selfi para menteri (entah bangga atau mumpung?).

Dalam beberapa kesempatan Prabowo menyampaikan statemen yang sangat meyakinkan. Beliau mengatakan bahwa pemerintahannya akan bekerja untuk rakyat dan acara-acara seremonial yang tidak perlu agar dikurangi. Namun belum terdengar bagaimana bentuk “ancaman” presiden kepada menterinya jika tidak patuh pada arahannya.

Publik sendiri melihat selain menteri yang memang tampak memiliki kualitas dan capable, namun banyak juga menteri yang sangat tidak meyakinkan. Menteri yang tidak meyakinkan tadi justru diyakini bakal diganti (reshuffle). Ia terpilih hanya untuk memberi reward sementara atas dukungannya selama ini kepada Prabowo. Lihat saja seperti Natalius Pigai dll.

Selain sanksi yang belum jelas seperti apa, juga soal definisi dari “bekerja untuk rakyat” itu seperti apa? Belum lagi hitungan dua minggu hari kerja, beberapa menteri sudah membuat hati dan pikiran rakyat meradang. Mulai soal penggunaan kop kementerian untuk acara pribadi, hingga permintaan anggaran yang fantastik.

Perilaku menyimpang yang melukai rakyat ini tidak direspon oleh presiden dengan segera. Maka perlu dipertanyakan sekuat apa pemerintahan gaya komando Prabowo itu terhadap menteri-menterinya? Gaya kepemimpinan berbasis komando itu sangat saklek dan tanpa kompromi. Beberapa kepala negara yang menggunakan model itu diantaranya Hitler, Mussolini, dan kebanyakan pemimpin di negara komunis.

Di dalam negeri sendiri gaya kepemimpinan semacam itu ada pada presiden kedua Indonesia, Suharto. Suharto merupakan bapak mertua Prabowo yang sama-sama berlatar belakang seorang tentara. Prabowo juga bisa dikatakan sebagai anak ideologis Suharto yang dikhawatirkan akan membawa gaya pemerintahan orba di era kekinian.

Sebagian masyarakat memang menghendaki kepemimpinan yang kuat dan bahkan galak. Alasannya karena banyaknya tindak kejahatan yang semakin meningkat di masyarakat. Mereka berharap Prabowo bisa bersikap tegas membasmi kejahatan tersebut. Sementara kalangan civil society tidak menghendaki gaya orba bangkit kembali.

Mereka menganggap bahwa gaya militeristik orba hanya bisa galak kepada rakyat namun perilaku koruptif di kalangan elite dibiarkan. Lantas, kembali, bagaimana korelasi antara retreat di akademi militer Magelang dengan peningkatan kualitas kerja para menteri yang dituntut merakyat? Adakah sekadar lip service saja atau seperti apa? Sikap militeristik hanya sekadar pendekatan atau mau dijadikan karakter pemerintah?

Mungkin juga Prabowo telah bercermin kepada program revolusi mental Jokowi yang ternyata tidak berdampak apapun (alih alih memiliki hasil). Prabowo akan mengubah mental terutama para menterinya menyerupai militer yang tunduk dan patuh kepada komandan? Tapi bagaimana jika komandannya yang salah dan dikritik oleh menterinya? Kembali pada pasal pertama: Atasan tidak pernah salah***

Berita Terkini