Tata Niaga Karbon untuk Kemajuan Ekonomi Indonesia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWD.COM – JAKARTA | *******”

Pendahuluan

Indonesia telah berkomitmen kuat dalam upaya global mengurangi emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim. Dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbarui, Indonesia berencana mengurangi emisi karbon hingga 29% pada tahun 2030, setara dengan 834 juta metrik ton CO2. Dengan dukungan internasional, target pengurangan ini bisa mencapai 41%, atau setara dengan 1,185 miliar metrik ton CO2.

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mencapai target tersebut, seperti penanggulangan kebakaran hutan, rehabilitasi hutan, percepatan ekosistem energi terbarukan dan mobil listrik, pengembangan perdagangan karbon, serta penerapan insentif dan pajak bagi industri. Dua instrumen utama untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca, baik di Indonesia maupun di dunia, adalah perdagangan karbon dan pajak karbon. Keduanya memiliki mekanisme yang berbeda, serta tantangan masing-masing.

Perdagangan Karbon di Indonesia

Untuk mendukung perdagangan emisi karbon, pemerintah Indonesia meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada akhir 2023. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Harga Karbon di Indonesia, yang merupakan langkah penting dalam pengembangan pasar karbon. Bursa ini adalah bagian dari komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Melalui bursa karbon, perusahaan yang mampu mengurangi emisi di bawah ambang batas yang ditentukan dapat menjual kelebihan izin emisinya kepada perusahaan lain yang membutuhkan lebih banyak izin. Dengan demikian, ada insentif ekonomi bagi perusahaan untuk mengurangi emisi karbon mereka. Bursa ini diharapkan mendukung pencapaian target pengurangan emisi nasional yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan NDC di bawah Perjanjian Paris.

Pada tahap awal, perdagangan karbon akan difokuskan pada sektor-sektor dengan emisi tinggi dan dampak signifikan terhadap perubahan iklim, seperti energi, industri, dan transportasi. Namun, implementasi sistem perdagangan karbon memerlukan infrastruktur yang kompleks, termasuk sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi yang andal. Tantangan ini menuntut penguatan infrastruktur dan peningkatan pemahaman perusahaan tentang manfaat perdagangan karbon. Pendidikan dan pelatihan tambahan sangat diperlukan.

Dari data IDXCarbon, sepanjang tahun 2024 hingga Agustus, tercatat transaksi sebesar Rp 511,386,600 di pasar reguler, Rp 76,770,000 di marketplace, dan Rp 5,551,058,864 di pasar negosiasi. Meskipun masih relatif kecil, angka ini menunjukkan potensi besar yang dapat terus dikembangkan.

Pajak Karbon di Indonesia

Pajak karbon adalah instrumen lain yang bertujuan menanggulangi emisi dengan mengenakan pajak berdasarkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh suatu entitas. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan penerapan pajak karbon sebagai bagian dari reformasi perpajakan dan kebijakan lingkungan. Pajak karbon akan diperkenalkan secara bertahap, dimulai dari sektor energi dan industri beremisi tinggi, dengan tujuan mendorong pengurangan emisi dan transisi menuju teknologi yang lebih bersih.

Implementasi pajak karbon memerlukan penyesuaian dalam sistem perpajakan serta dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Pajak karbon dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan, yang pada akhirnya berpotensi mempengaruhi harga barang dan jasa. Oleh karena itu, pemerintah perlu merancang mekanisme kompensasi untuk mengurangi dampak ekonomi dan sosial, terutama bagi sektor-sektor yang bergantung pada emisi tinggi. Tantangan utama lainnya adalah menetapkan tarif pajak yang adil dan efektif, serta memastikan dana yang terkumpul digunakan untuk mendukung program pengurangan emisi.

Penutup

Untuk memastikan kelancaran implementasi kebijakan ini, diperlukan pembentukan badan khusus yang mengelola perubahan iklim dan tata niaga karbon. Badan ini akan memiliki peran penting dalam mengoordinasikan kementerian dan badan terkait, seperti KLHK, Kemenkeu, BPDLH, BRIN, ESDM, dan Kemenhub. Dengan kewenangan yang memadai, badan ini dapat mempercepat tercapainya target NDC 2030 dan net zero emission pada 2060. Di sisi lain, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia dan masyarakatnya.**()

Indra Rinaldhi,  Chief of Operation – PT Avogadro Inovasi Indonesia

Bobby Fachrizal Assiddiq,  Pemerhati Isu Lingkungan – PT Labsistematika Indonesia.

Berita Terkini