Melik Nggendhong Lali

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Penulis : Oerip Lestari Djoko Santoso

Mudanewes.com Manusia adalah makhluk yg tidak sempura, memiliki sisi kebaikan dan keburukan.Oleh karena itu Tuhan memberikan akal, budi dan nurani untuk mengendalikan keburukan-keburukan  yg melekat pada diri manusia tersebut.
Selain itu masih ada agama yg merupakan tuntunan bagi penganutnya dengan segala kaidahnya yang wajib ditaati.

Sebagaimana diketahui di Indonesia terdapat 6 agama yg diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen,Khatolik , Hindu, Budha dan Kong Hu Chu/ Konfusius,Apabila kita renungkan Indonesia dikenal sebagai suatu negara yg tergolong religius dan memiliki kearifan lokal yg berakar kuat dalam kehidupan keseharian para penduduknya.

Berbagai ritual berbau keagamaan mapun berdasarkan aliran kepercayaan yg masih lekat dengan suku-suku  di Indonesia, menyebabkan Indonesia sering tidak mudah difahami oleh bangsa-bangsa  lain

Bagi orang non Jawa , pasti judul diatas menimbulkan tanda tanya besar yg menyangkut arti , makna dan kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Didalam tata Pemerintahan, semua warga negara wajib memenuhi aturan yg berlaku meliputi UUD, UU, Peraturan2 dibawahnya yg mengikat, Perpres, Permen, Pergub, Perda, dan lain-lain.Dengan demikian tidak boleh siapapun menabraknya, merekayasa, mempermainkan ketentuan-ketentuan  tersebut dengan alasan apapun.

Namun demikian bagaimana realitanya, apakah kita semua mentaati ketentuan yang berlaku?Pasti ada saja yg disengaja atau tidak ingin mencoba melanggarnya, sesuatu yg bukan miliknya justru menarik hasratnya ( bhs Jawa, melik).Dari sinilah awal dari perbuatan tidak terpuji,tidak amanah bahasa religinya , yang membuat seseorang melupakan rambu-rambu yang sudah ada.Sejatinya dari sisi moral, etika dan agama , bekal kita sudah lebih dari cukup untuk menjadi manusia yg beradab dan mampu menghindari perbuatan tercela yg pada ujungnya berhadapan dengan hukum,kenyataan empiris menunjukkan bahwa tempat-tempat  ibadah selalu penuh dikunjungi jamaahnya pada hari Minggu, Jumat dan hari-hari lain.

Rumah-rumah ibadah tersebar di seluruh pelosok negeri, disamping itu kelompok-kelompok  pengajian tidak terhitung jumlahnya dimana penyelenggaraannya di lakukan di kantor dan rumah-rumah  pribadi.

Yang saya singgung tersebut  diatas dari pemeluk agama Islam, sedangkan yg non muslim pasti memiliki kajian-kajian senada sesuai keyakinannya.Maksud pertemuan bernafaskan keagamaan itu tentu saja sangat mulia, yakni mengingatkan manusia untuk selalu berbuat baik, jangan punya sifat iri dan dengki, bersikap adil terhadap sesamanya.Belajar mengendalikan diri membutuhkan proses yg cukup panjang, kesabaran revolusioner yang melelahkan.Sebab yg paling sulit dalam hidup adalah mengendalikan dirinya sendiri sebelum mampu mengendalikan orang lain.

Keinginan untuk memiliki hak orang lain bisa mewujud dalam berbagai bentuk mulai dari benda mati hingga benda hidup yang bernyawa.Melik nggendong lali dalam wujud sederhana yg sering kita saksikan se hari-hari acap kali tidak mendapat perhatian serius sebab dianggap sebagai ” kesalahan kecil ” yg tidak termasuk dosa.Sebut saja mencuri mangga tetangga, membawa pulang sandal dari mesjid, menggaet jemuran, makan tanpa membayar ( bhs Jawa, ngemplang ) di warung atau kantin.

Banyak yg beranggapan hal remeh temeh tidak perlu di besar-besarkan , lama kelamaan kebiasaan minus akan hilang dengan sendirinya.
Deretan berbagai kejahatan yg diawali dari rasa ingin memiki, menjadi semakin.beragam dalam kadar yang lebih berat antara lain  korupsi, selingkuh, pembunuhan, rebutan proyek.

Bila direnungkan lebih dalam, apakah ada korelasinya antara religiusitas dengan tindak kejahatan tersebut diatas. ?

Penutup

Puncak ulasan dari ungkapan ” melik nggendhong lali ” adalah KORUPSI yg merupakan ancaman terselubung dan mampu merusak sendi-sendi  kehidupan bangsa dan negara.
Korupsi adalah wajah dan bentuk dari ketidak jujuran yg paripurna, sehingga sudah seharusnya menjadi musuh bersama dari seluruh bangsa Indonesia ( common public enemy ).

Bukannya malah dilindungi melalui aneka manuver yg berani menabrak aturan.
Korupsi lahir dari adanya jabatan politik dan jabatan publik yg disandang seseorang.
Ada tidaknya korupsi di suatu negara diukur oleh Indeks Persepsi Korupsi/ IPK, berdasarkan skala 0-100, artinya semakin tinggi angkanya semakin rendah nilai korupsinya.

Menurut catatan ICW dari 180 negara posisi Indonesia berada di peringkat ke 115 per 30 Januari 2024.Sementara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada dibawah Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam dan Thailand
Sedih bukan?

Lalu apa penyebabnya , diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi pemerataan ekonomi serta yg fatal adalah penegakan hukum anti korupsi yg belum effektif.( Ketua KPK kena kasus korupsi oleh Mentan )

Saya jadi ingat tagline yg diusung mas Ganjar saat menjabat gubernur selama 10 tahun ” mboten ngapusi, mboten korupsi ” masih benar-benar  sangat relevan.
Semoga gubernur berikutnya lebih galak dan commited on corruption issues seriously.

Berita Terkini