Tragedi Golkar, Catur Politik Jokowi dan Prabowo

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Penulis : Dahono Prasetyo

Mudanews.com – Pengunduran diri Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di tengah proses tarik ulur rekomendasi Paslon Kepala Daerah akhir Agustus ini merubah konstelasi politik antar Parpol. Sebagai Parpol “terkuat” meskipun bukan yang terbesar semenjak reformasi, Golkar terindikasi sedang “dilemahkan” oleh kekuatan intrik politik Jokowi.

Penyanderaan kasus pada Airlangga menjadi dilema di DPP bagi mereka yang masih lolos dari jebakan kasus. Pilihannya Airlangga harus dibuang untuk melepas dikte Politik dari Jokowi.

Gerindra sebagai partainya Prabowo punya andil besar dalam strategi pelucutan pengaruh Jokowi yang masih melekat di Partai Politik, usai memenangkan Pilpres satu putaran. Prabowo masih punya pengaruh besar di beberapa elite Golkar dalam memaksa Airlangga mengundurkan diri yang disusul Munaslub dadakan Golkar bulan Agustus.

Ini catur politik tingkat tinggi antara Jokowi dan Prabowo yang tenang di permukaan keruh di dalam. Keduanya berebut hegemoni di Pilkada serentak. Bersatu di Pilpres namun berseberangan di Pilkada.

Jadi bukan Jokowi yang menjebloskan Airlangga berlanjut kasus ekspor minyak goreng, namun kepiawaian Prabowo mempengaruhi elite Golkar lain untuk melakukan suksesi agar partainya terlepas dari sandera.

Mengapa Airlangga yang dijadikan tumbal? Jawabannya ada pada proyek Bansos untuk Pilkada. Prabowo sudah memasang 2 orang kepercayaannya di Wamenkeu dan Wamentan. Thomas Djiwandono bertugas mencairkan anggaran Bansos di Kemenkeu dan Sudaryono mengamankan stok sembako untuk Bansos di Kementan.

Pada Pilpres Februari lalu, Airlangga memegang kunci proyek Bansos yang sukses memporak porandakan matematika demokrasi. Kemenangan Prabowo satu putaran ditentukan oleh banjir Bansos melalui jalur skema Menko Perekonomian, bukan dari Kemensos. Skema itu yang akan dimanfaatkan Gerindra dan koalisinya untuk memenangkan Pilkada yang sudah tanpa Jokowi lagi di bulan November nanti.
Polemik Airlangga dan internal Golkar memaksa ketum-ketum Parpol lain yang masih disandera oleh Jokowi kini sedang berusaha merapat ke Gerindra jika ingin selamat. Bukan lagi ke Jokowi demi mengamankan skema penyanderaan tidak di-Airlangga-kan

PKB buru-buru memajukan gelaran Muktamar yang awalnya bulan Desember menjadi akhir Agustus nanti. Cak Imin yang juga diancam kasus mesti berhitung ulang strategi koalisi untuk Pilkada. Nasdem, Demokrat, PAN dan PKS berebut tunjuk tangan mendukung paslon kepala daerah dari Gerindra.

Di sini diamnya PDIP menyikapi turbulensi politik menjadi kematangan seorang Megawati. Menghadapi serangan Jokowi yang masih berhutang janji menghabisi PDIP, salah satunya dengan cara bertahan merapatkan barisan menunggu hasil perang strategi Jokowi dan Prabowo.

Bagi yang masih berasumsi Jokowi akan menguasai Golkar, semoga tulisan ini bisa membuat sedikit move on. Jokowi dan keluarga akan dihabisi oleh Prabowo, minimalnya pegang jabatan tapi tanpa kekuasaan. Duduk manis di Dewan Pertimbangan Agung jadi hadiah manis untuk Jokowi usai lengser. Sejajar dengan Presiden Prabowo, tapi tidak mengendalikan apa-apa.

Berita Terkini