33 Persen Warga Jakarta Menolak Kaesang, Untung Atau Buntung Bagi Jokowi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

 

Penulis : S.Ragil

Keputusan Mahkamah Agung yang mengubah syarat calon kepala daerah menuai kecurigaan masyarakat luas. Belajar dari putusan MK Nomor 90 /2023 yang mengubah batas usia calon Presiden dan calon wakil presiden yang ujung-ujungnya memberi karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Jokowi.

Apapun kontroversi pelanggaran etika dalam putusan tersebut, publik harus menerima sebagai realita hukum politik di tanah air. Gibran melaju hingga menjadi Wapres Prabowo dengan perolehan suara di atas 50 %.

Beralih ke momentum Pilkada serentak di bulan November nanti, manuver perubahan persyaratan batas usia menjadi strategi efektif menyalip di tikungan akhir pada kontestasi calon kepala daerah. Nama putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep mendapat previlage persyaratan calon kepala daerah melalui putusan MA.

Namun berbeda dengan kakaknya Gibran yang elektabilitasnya meroket usai sah mendaftar cawapres atas jasa Paman Anwar Usman. Justru kini Kaesang yang digadang-gadang menjadi cagub DKI Jakarta justru mengalami anomali.

Hasil Survey litbang Kompas periode Juni 2024 yang dirilis terkait elektabilitas tokoh yang berpotensi menjadi calon dalam Pilgub Jakarta : Anies Baswedan 29,8%, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok 20,0%, Ridwan Kamil 8,5%, Erick Thohir 2,3%.

Sejumlah tokoh lain mendapat elektabilitas pada kisaran 1% yakni : Sri Mulyani, Andika Perkasa, Kaesang Pangarep, Heru Budi Hartono, dan Tri Rismaharini.

Menariknya pada survey tersebut juga menghasilkan data respoden bahwa 33% warga DKI menyatakan tidak akan memilih Kaesang apabila maju dalam Pilgub November nanti.
Hasilnya tersebut tidaklah mengejutkan namun lumayan mengagetkan Jokowi sebagai ayah Kaesang.

Nyungsepnya elektabilitas Kaesang di DKI Menunjukkan fenomena pergeseran Jokowi effect. Sikap kedewasaan masyarakat sedikit demi sedikit mulai terbentuk menolak nepotisme dan feodalisme dalam Pilkada DKI.

Mustahil masyarakat Jakarta tidak mengenal Kaesang, yang pada kampanye Pemilu legislatif habis-habisan pamer wajah bersama PSI dalam ribuan baleho menjadi sampah plastik seusainya. Klaim PSI partainya Jokowi tidak juga menaikkan pemilih berdesakan masuk parpol berlogo mawar merah. PSI tetep berstatus partai gurem dalam Pemilu 2024.

Rendahnya elektabilitas Kaesang bukan karena belum pasang ribuan spanduk dan berbagi jutaan kaos. Daya tolak 33,8 % rakyat Jakarta kepada bos Sang Pisang itu sesungguhnya masih menyisakan 63,2 % yang mau memilih Kaesang. Namun ekspos angka 33,8 % justru ukuran Jokowi semakin merestui Kaesang maju ke Pilgub DKI.

Bagi warga yang 33,8% menolak Kaesang, siap-siaplah anda diguyur Bansos dan Sembako beraneka aroma. Bagi Jokowi yang menolak Kaesang harus di bawah 1 % syukur-syukur 0%. Putra bungsu harus berkuasa juga kalau ingin selamat urusan dunia dan akhirat.

Terserahlah, bebas…. anda kan penguasa?!

Berita Terkini