Rumah Politik Ahok di Jakarta, Bukan di Daerah Lain

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

 

Oleh Dahono Prasetyo
———–
Hutang politik Ahok ada di DKI, sebagaimana dulu dia naik dan dirubuhkan di kota multi etnis bernama Jakarta. Warga DKI yang sedang mengalami krisis kepercayaan kepada Gubernurnya, butuh sosok pengganti dengan ukuran visioner di atas Anies Baswedan.

Ahok pernah melakukannya dan mulai dirindukan gebrakannya memperbaiki carut-marut Jakarta. Kota yang dalam 5 tahun ke depan masih menjadi “Ibu Kota Bayangan” meski sedang berupaya dipindahkan di IKN.

PDI Perjuangan sebagai partai politik terakhir Ahok, berhak menempatkan kader terbaiknya dimanapun. Namun jika PDI Perjuangan sedikit jeli, tempat Ahok bukan di Sumatera Utara. Daerah yang cenderung mono etnis dan tantangan penataan otonomi daerahnya tidak serumit DKI.

APBD Sumut yang “hanya” 18 triliun berbeda jauh dengan DKI yang 81 triliun bonus tukang garong anggaran yang berkeliaran dari gedung Balaikota, DPRD sampai kelurahan. DKI butuh tukang gebrak tikus-tikus anggaran yang paham modus operandinya. Keberhasilan garong anggaran di DKI seringkali menjadi inspirasi daerah lain untuk ditiru.

Mengapa harus Ahok di DKI? Barangkali karena hanya Ahok yang punya nyali untuk memodifikasi sistem birokrasi feodal yang masih menjadi comfort zone. PDI Perjuangan punya sosok Ahok yang terlanjur putus urat takutnya. Tidak gengsi disebut petugas partai. Itu sebuah loyalitas yang terbentuk dari proses panjang.

Jika Ahok diutus bertarung ke Sumatera Utara, yang dihadapi adalah dendam rivalitas PDI Perjuangan pada dinasti politik Jokowi. Ahok yang masih merah melawan Bobby Nasution yang di-kuning-kan, adalah persoalan gengsi politik. Bukan sebuah seleksi mencari pemimpin ideal untuk menata daerah.

Cara PDI Perjuangan memutus nepotisme Bobby di tanah Batak bukan dengan cara mengimpor Ahok. Cukup dukung petahana Edy Rahmayadi yang paham Sumatera Utara tidak sebatas Medan saja yang sudah dikuasai Bobby.

Medan pengabdian Ahok tetap di DKI, meski harus berhadapan dengan Sang Pisang yang sudah santer disetting. Bahkan syarat umur Cagub sudah dirubah MA demi untuk mempersilahkan Sang Pisang yang masih prematur politik bertarung di DKI bermodal ribuan baleho.

Ahok harus tetap di DKI, menang atau kalah dia akan dikenang sebagai petarung tangguh dengan pendukung militan, bukan pendukung puritan yang berharap banjir Bansos di DKI jika Sang Pisang mulai obral kebaikan demi pamrih.

Ahok for DKI. Ngeri-ngeri sedap kalau punya kepala daerah yang hobi memangsa maling anggaran

 

Berita Terkini