Ke Piala Dunia? Dari Naturalisasi, Kompetisi, Sampai Klub Nunggak Gaji Pemain

Breaking News

- Advertisement -

 

Mudanews.com – Timnas Indonesia tengah berjuang lolos ke Piala Dunia. Dengan para pemain naturalisasi, Indonesia blasteran Eropa, Indonesia mampu bersaing dengan tim-tim Asia kelas 2. Namun pembinaan sepakbola di Indonesia harus tetap jalan.

Salah satu jalur pembinaan adalah kompetisi harus dibenahi. Dari mulai skandal pertandingan sampai gaji pemain yang tunggak atau belum dibayar, perlu disorot.

“Untuk menuju jalur pembinaan dan kompetisi sepakbola profesional di Indonesia jalannya terjal,” ujar Ignatius Indro, Ketua Umum Paguyuban Supporter Timnas Indonesia (PSTI) kepada media ini, di Jakarta, Jum’at (23/05/2025).

Pembinaan dan kompetisi, kata Indro, kadang memalukan seperti ada tim yang tidak membayar gaji pemain, menunggak gaji pemain.

Indonesia harus belajar soal pembinaan. Kompetisi dan pembinaan profesional terbukti berhasil mendongkrak performa negara adalah Jepang, dengan J-League, dan Liga Korea. Uzbekistan merambat naik, mengejar Iran, Korsel, Jepang, Australia.

Kompetisi sepakbola di Indonesia yang bernaung di bawah PSSI terbagi menjadi 4 kasta, mirip dengan Liga Inggris. Kasta tertinggi Englis Premier League (EPL). Bedanya, di kasta kedua, English Footbal League (EFL) terdapat tiga divisi, Championship (Divisi 2), League One (Divisi 3), League 2 (Divisi 4).

Bagus. Erick Thohir mengubah format liga menjadi Liga 1, Liga 2, Liga 3 yang sepenuhnya diurus oleh PSSI. Sementara Liga 4 dibentuk sebagai jalur promosi dan degradasi Liga 3. Hanya liga 1 dan 2 sebagai liga profesional sementara, liga 3 semi professional, liga 4 amatir.

Untuk liga 1 jelas sebagai liga profesional. Liga 2 dan Liga 3 sebagai penopang kompetisi Liga 2 harus memiliki pondasi yang kokoh. Khusus liga 2, jelas menjadi liga yang sangat menentukan. Kasta liga 2 ini menjadi sangat penting karena dihuni juga oleh tim-tim tergradasi dari liga 1.

Tentu persaingan untuk menghindari degredasi ke liga 3 dan promosi ke liga 1 menjadi persaingan yang sangat menarik. Untuk itu musim 2025-2026, klub divisi 3, semi profesional, diprediksi boleh menggunakan 1 pemain asing.

Namun demikian, PSSI harus mengantisipasi klub-klub di liga 2 dan 3. Karena dijadikan sebagai ajang kompetisi untuk menopang Liga 1, maka profesionalisme harus ditingkatkan, termasuk perlakuan terhadap para pemain.

“Persoalan klasik soal kemampuan klub membayar pemain dan pelatih, PSSI harus menetapkan persyaratan kemampuan keuangan sebelum kompetisi berlangsung, untuk menjamin gaji dan biaya untuk ikut kompetisi,” kata Indro.

Sebagaimana diketahui, usai gelaran Liga 2 yang menghasilkan PSIM Yogyakarta, Bhayangkara Presisi, dan Persijap Jepara lolos ke Liga 1, tercatat ada 13 klub yang sempat bermasalah belum menyelesaikan gaji pemain.

Sriwjaya FC, PSKC Cimahi, Persawar Waropen, Persikabo, Gresik United, Persiku Kudus, Persikas Subang, Persikota Tangerang, Nusantara United, Persipal Palu, Persiraja Banda Aceh. Rentang tunggakan antara Rp1,5 miliar sampai hanya di bawah Rp100 jutaan, bahkan ada yang hanya Rp27 juta.

Bahkan terpetik kabar, klub Adhyaksa FC, yang notabene dimiliki oleh Kejaksaan Agung tidak bisa seprofesional Bhanyangkara FC, mengalami masalah keuangan. Ada gaji pemain yang masih nunggak.

“PSSI tidak menjalankan fungsi supervisi, tidak mengaudit kemampuan keuangan sebuah klub seperti Adhyaksa FC untuk berkompetisi di Liga 2,” kata Indro.

Lebih lanjut, pria yang sangat kritis terhadap perkembangan sepakbola tersebut, sangat menyayangkan pemilik klub yang terkoneksi dengan Kejaksaan Agung yang belum memenuhi kewajibannya.

“Ya kalau benar menunggak gaji, pemain bersangkutan berhak mengadukan Manajemen atau CEO Adhyaksa FC, Eko Setiawan yang juga Exco PSSI, ke Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI),” pungkas Indro, sambal tertawa. (niko).

Berita Terkini