Babak Baru Ijazah Jokowi: Kesalahan Menafsirkan Keterangan Pihak Eggi Sudjana

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com OPINI – MPolemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kembali memanas bukan karena temuan fakta baru, melainkan akibat kesalahan menafsirkan pernyataan seorang pengacara. Dalam hal ini, sebagian pendukung Jokowi tampak tergesa-gesa menarik kesimpulan dari pernyataan Elida Netty, pengacara Prof. Eggi Sudjana, yang dinarasikan seolah-olah telah memastikan keaslian ijazah Jokowi.

Kesalahan tafsir ini bermula dari pernyataan awal Elida Netty kepada media, yang kemudian viral. Dalam keterangannya, Elida menyebut telah melihat ijazah SMA dan S1 Jokowi yang ditunjukkan penyidik. Dari potongan pernyataan tersebut, berkembang opini publik yang menyimpulkan bahwa ijazah Jokowi adalah asli dan dengan demikian tuduhan ijazah palsu yang selama ini disuarakan Bambang Tri dan pihak lainnya dianggap gugur.

Opini itu sesungguhnya keliru dan menyesatkan.

Saya berada tepat di samping kiri Elida Netty, lalu di sisi kanan Mustaris Tanjung (Advokat) saat pertama kali ia memberikan keterangan pers usai klaster 1 menjalani Gelar Perkara Khusus (GPK) kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Senin sore, 15 Desember 2025, di kantin belakang Rutan Polda Metro Jaya. Saya mendengar secara langsung dan utuh apa yang disampaikan Elida Netty kepada wartawan.

Elida memang menyatakan telah melihat ijazah yang ditunjukkan penyidik, ijazah asli atas nama Joko Widodo yang memiliki emboss dan watermark. Namun, pada saat yang sama, Elida dengan tegas menyampaikan bahwa dirinya bukan pihak yang memiliki kapasitas untuk menilai keaslian ijazah tersebut secara forensik, karena ia bukan ahli forensik digital. Ia juga menyatakan bahwa penilaiannya bersifat pribadi dan pembuktian sejati harus dilakukan di pengadilan.

Bahkan, masih di tempat dan waktu yang sama, Prof. Eggi Sudjana sempat menelepon Elida Netty. Percakapan itu terdengar cukup serius dan berisi klarifikasi. Dalam percakapan tersebut, Elida menjelaskan kepada Eggi bahwa ia telah memberi keterangan pers sebatas apa yang ia lihat secara fisik, tanpa menyimpulkan keaslian ijazah. Elida juga menegaskan bahwa pernyataannya bukan sikap resmi pembelaan dan sepenuhnya diserahkan untuk diuji dalam proses hukum di pengadilan.

Beberapa hari kemudian, saya menulis opini publik mengenai klarifikasi Prof. Eggi Sudjana atas pernyataan pengacaranya tersebut. Dalam komunikasi langsung melalui sambungan WhatsApp, Prof. Eggi menegaskan kepada saya yang bahwa pernyataan Elida Netty bukan merupakan tanggung jawab dirinya, tidak pernah diarahkan olehnya, dan tidak dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan sikap hukum Eggi Sudjana dalam perkara ini.

Dengan demikian, terang benderang bahwa tak ada satu pernyataan dari pihak Eggi Sudjana termasuk pengacara Elida Netty yang mengatakan ijazah yang diperliatkan dalam Gelar Perkara Khusus (15/12/2025) asli 100% berbasis forensik. Dapat diduga telah terjadi kesalahan serius dalam menafsirkan pernyataan Elida Netty. Pernyataan tersebut mungkin dipelintir, dipotong konteksnya, lalu dijadikan alat legitimasi untuk membangun opini bahwa ijazah Jokowi telah terbukti asli. Padahal, faktanya tidak demikian.

Di kesempatan terpisah, saya menyaksikan dalam suatu diskusi central yang di ikuti berbagai lintas generasi aktivis civil soviety bahwa Bang Eggi Sudjana mendapat dukungan penuh untuk terus menyuarakan kebenaran terkait polemik ijazah Jokowi. Hal ini mempertegas bahwa masyarakat sipil tengah menyoroti kasus ini, sambil menunggu momentum yang tepat untuk masuk dalan ruang perubahan yang besar dan konkrit.

Demi Allah SWT, saya bersaksi bahwa sejak awal Elida Netty tidak pernah menyatakan ijazah Jokowi asli 100 persen secara forensik. Ia justru secara jujur dan terbuka menyampaikan keterbatasan kapasitasnya dan menyerahkan pembuktian kepada mekanisme hukum yang sah.

Dalam negara hukum, kebenaran tidak ditentukan oleh opini sepihak atau framing politik, melainkan oleh pembuktian ilmiah dan proses peradilan yang objektif. Menyederhanakan persoalan serius ini hanya demi membela figur politik tertentu bukan saja mencederai akal sehat publik, tetapi juga merusak prinsip keadilan itu sendiri.

Sudah saatnya publik bersikap dewasa, kritis, dan jujur dalam membaca setiap pernyataan hukum, agar demokrasi tidak tenggelam oleh opini sesat yang dibangun dari salah tafsir.

Kalibata, Sabtu 20 Des 2025, 16:36 Wib.

Agusto Sulistio – Penulis, Pegiat Sosial Media.

Berita Terkini