Mudanews.com Jakarta – Akademisi dan pakar pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia yang berisi kritik keras atas lambannya respons negara dalam menangani bencana lingkungan yang telah berlangsung lebih dari 23 hari. Surat tersebut ditulis dari St. Petersburg, Rusia, tertanggal 18 Desember 2025.
Dalam suratnya, Connie menegaskan bahwa hak untuk hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Karena itu, negara—terutama Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi—memikul tanggung jawab mutlak untuk memastikan keselamatan rakyat.
“Ketika negara masih mempertimbangkan risiko politik, reputasi, dan implikasi masa lalu, rakyat di lapangan sedang kehilangan hak paling dasar: hak untuk hidup,” tulis Connie.
Ia menekankan bahwa bencana akibat kerusakan lingkungan tidak boleh diperlakukan berbeda dengan bencana alam, baik dari sisi kecepatan respons maupun skala bantuan. Bahkan, menurutnya, secara moral dan hukum internasional, bencana ekologis justru menuntut tindakan yang lebih cepat karena berkaitan langsung dengan kegagalan tata kelola.
“Dalam hukum negara dan hukum internasional, tidak ada satu pun alasan yang membenarkan penundaan penyelamatan manusia, apa pun dan di mana pun penyebab bencananya,” tegasnya.
Connie mengkritik keras kecenderungan negara yang dinilai lebih berhati-hati secara politik dibanding sigap secara kemanusiaan. Ia menyebut penundaan status darurat, pembatasan bantuan, atau perlambatan akses kemanusiaan sebagai bentuk kelalaian yang dilembagakan.
“Menunda status darurat atau membatasi bantuan demi kehati-hatian politik bukanlah kepemimpinan, melainkan kelalaian yang dilembagakan,” tulis Connie.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa penegakan hukum atas kerusakan lingkungan tetap penting, namun tidak boleh mengalahkan prioritas penyelamatan nyawa.
“Akuntabilitas hukum memang wajib ditegakkan, tetapi harus datang setelah nyawa rakyat diselamatkan, bukan sebaliknya,” lanjutnya.
Dalam konteks global, Connie mengingatkan bahwa dunia internasional menilai Indonesia bukan dari pidato resmi atau klaim kemampuan negara, melainkan dari kondisi nyata yang terlihat di lapangan. Ketidaksinkronan antara pernyataan negara dan penderitaan rakyat, menurutnya, akan berujung pada runtuhnya kepercayaan.
“Hari ini dunia tidak menilai Indonesia dari pidato, tetapi dari apa yang nyata terlihat di lapangan,” tulisnya.
Surat tersebut ditutup dengan refleksi tajam mengenai makna kepemimpinan nasional di saat krisis.
“Sejarah tidak mencatat alasan teknokratis atau kalkulasi politik. Sejarah hanya mencatat apakah negara hadir atau absen ketika rakyatnya paling membutuhkan perlindungan,” tegas Connie.
Sebagai informasi, Connie Rahakundini Bakrie merupakan Guru Besar dan Ambassador of Science and Education di St. Petersburg State University, Rusia. Ia dikenal aktif menyuarakan isu konstitusi, pertahanan negara, dan hak asasi manusia, serta konsisten menempatkan perlindungan rakyat dan lingkungan hidup sebagai inti dari keberadaan negara.**(Red)

