Catatan meja Redaktur Mudanews.com
Mudanews.com OPINI | Banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sepanjang Desember 2025 telah berkembang menjadi krisis kemanusiaan berskala besar. Hingga 16 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia dilaporkan menembus 1.053 jiwa, ratusan orang hilang, serta ratusan ribu warga mengungsi. Skala bencana ini memaksa pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah kebijakan cepat dalam penanganan darurat, rehabilitasi, dan pemulihan pascabencana.
Pemerintah melalui BNPB menetapkan status tanggap darurat di puluhan kabupaten dan kota terdampak. Fokus kebijakan diarahkan pada operasi pencarian dan penyelamatan, pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, serta pemulihan infrastruktur vital. Namun, di tengah tekanan krisis, pemerintah menegaskan bahwa penanganan bencana dilakukan secara mandiri tanpa membuka skema bantuan asing langsung.
Sikap ini ditegaskan sebagai bagian dari prinsip kedaulatan nasional dan kapasitas domestik penanggulangan bencana. Pemerintah menilai bahwa sumber daya nasional—baik dari BNPB, TNI–Polri, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga relawan sipil—masih mencukupi untuk menangani dampak bencana. Bantuan internasional dinilai tidak mendesak, berbeda dengan konteks bencana lintas negara atau pandemi global.
Kebijakan tidak menerima bantuan asing juga bertujuan menjaga efektivitas koordinasi di lapangan. Pengalaman pada sejumlah bencana sebelumnya menunjukkan bahwa masuknya banyak aktor eksternal kerap menimbulkan tumpang tindih komando, kendala birokrasi, dan ketidaksinkronan data. Dalam konteks Sumatra, pemerintah memilih memperkuat sistem komando nasional melalui BNPB dan BPBD sebagai pusat kendali utama.
Meski demikian, kebijakan ini memunculkan kritik publik. Di tengah besarnya jumlah korban dan luasnya kerusakan, sebagian pihak menilai negara seharusnya lebih fleksibel membuka ruang solidaritas internasional, terutama untuk dukungan teknis, peralatan khusus, dan pendanaan pemulihan jangka panjang. Kritik ini menguat seiring lambannya pemulihan akses di wilayah pedalaman dan kawasan hulu sungai.
Pemerintah menegaskan bahwa penolakan bantuan asing tidak berarti menutup diri dari kerja sama internasional secara keseluruhan. Koordinasi tetap dilakukan dalam bentuk pertukaran data cuaca, pemantauan iklim, dan dukungan teknis tidak langsung melalui mekanisme multilateral yang tidak melibatkan kehadiran fisik di lapangan.
Di sisi lain, laporan kebijakan ini menegaskan bahwa inti persoalan banjir bandang Sumatra bukan semata respons darurat, melainkan kegagalan mitigasi struktural. Kerusakan hulu DAS, alih fungsi lahan, dan lemahnya pengawasan tata ruang menjadi faktor dominan yang memperbesar dampak bencana. Tanpa pembenahan kebijakan lingkungan, sikap mandiri dalam penanganan bencana hanya akan berulang sebagai respons darurat tahunan.
Ke depan, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan kemandirian penanggulangan bencana diimbangi dengan keberanian politik dalam pencegahan: penertiban izin bermasalah, rehabilitasi hutan hulu, serta integrasi mitigasi bencana ke dalam rencana pembangunan daerah. Tanpa itu, angka korban hanya akan menjadi statistik yang terus bertambah setiap musim hujan.
Banjir bandang Sumatra menempatkan negara pada persimpangan penting: antara mempertahankan kedaulatan kebijakan penanganan bencana dan memastikan keselamatan warga sebagai prioritas tertinggi. Kemandirian sejati bukan diukur dari menolak bantuan asing, melainkan dari kemampuan negara mencegah bencana sebelum air kembali menelan korban.***(Suratmin Ragil ,S.Pd)
Catatan Kaki
1. BNPB: Korban Banjir Bandang dan Longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar Tembus 1.053 Jiwa, TVOneNews, 16 Desember 2025.
2. BNPB Tegaskan Penanganan Bencana Sumatra Dilakukan Mandiri Tanpa Bantuan Asing, ANTARA, 16 Desember 2025.
3. Pemerintah Pastikan Kapasitas Nasional Cukup Tangani Banjir Bandang Sumatra, Kompas.com, 17 Desember 2025.
4. DPR Soroti Status Bencana Nasional Aceh–Sumut–Sumbar, DetikNews, 17 Desember 2025.
5. Alih Fungsi Lahan Perparah Dampak Banjir Bandang di Sumatra, The Jakarta Post, 15 Desember 2025.

