Mudanews- Medan | Dalam suasana peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025, sebuah gagasan yang selama ini hanya menjadi keluhan publik kembali ditegaskan lewat orasi ilmiah Dr. Yanhar Jamaluddin, M.AP: tanpa transparansi, keuangan publik hanya akan mengalir ke ruang-ruang gelap yang sulit diawasi masyarakat.
Orasi bertema “Transparansi Pengelolaan Keuangan Publik” itu disampaikan dalam rangka Deklarasi Gerakan Kaya Raya Bersama Rakyat Indonesia (GKR-BRI) yang berlangsung di AOBI Café, Jalan Singgalang No. 1 Medan. Deklarasi tersebut dipimpin Syarifuddin Siba dan dihadiri tokoh lintas agama, etnis dan profesi—mulai dari Dr. Parlindungan Purba, Prof. Basyaruddin, MS, H. Ruslan, SH, hingga Datuk Adil F. Haberham.
Media Independen Sebagai Benteng Terakhir
Dr. Yanhar, yang juga Ketua Prodi MAP-UMA sekaligus Sekjen PB Ikatan Sarjana Melayu Indonesia, menegaskan bahwa media yang independen menjadi benteng terakhir keterbukaan fiskal.
“Tanpa media yang berani, informasi anggaran mudah direkayasa dan dikaburkan,” tegasnya dalam orasi tersebut.
Menurutnya, ekosistem transparansi tidak mungkin berdiri jika hanya mengandalkan pemerintah. Diperlukan birokrasi yang terbuka, media yang kuat, dan masyarakat sipil yang kritis. Keterbukaan bukan sekadar melihat angka, tetapi membangun kepercayaan bahwa setiap rupiah dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
Kritik terhadap Transparansi Semu
Dalam paparannya, Dr. Yanhar menyinggung masih adanya pola lama di mana data anggaran kerap dipagari alasan “rahasia negara”. Praktik ini, menurutnya, membuat publik hanya melihat transparansi semu—terlihat terbuka, namun sebenarnya tertutup dalam ruang samar.
Deklarasi GKR-BRI disebut sebagai upaya untuk menggeser pola itu menuju tata kelola yang lebih terang, di mana akses anggaran menjadi hak publik, bukan privilese kelompok tertentu.
Rekomendasi untuk GKR-BRI
Menutup orasi, Dr. Yanhar memberikan rekomendasi konkret:
GKR-BRI diminta mengambil peran sebagai penggerak agar masyarakat dapat mengakses data anggaran secara komprehensif—untuk analisis, edukasi, hingga advokasi publik.
Gerakan ini, tambahnya, bukan hanya tentang membongkar angka, tetapi mengembalikan fungsi keuangan negara sebagai alat mencapai keadilan dan kesejahteraan.
[Red]

