Prosesi Pemakaman Raja Paku Buwono XIII Digelar dengan Upacara Adat

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com Surakarta, — Kota Surakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tengah berduka atas wafatnya Raja Solo, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII. Prosesi pemakaman jenazah almarhum dilaksanakan hari ini, Rabu (5/11/2025), dengan rangkaian upacara adat yang disiapkan secara cermat oleh pihak keraton.

Upacara ini bukan sekadar penghormatan terakhir bagi sang raja, tetapi juga menjadi simbol pelestarian budaya dan tradisi luhur Keraton Kasunanan Surakarta, yang selama berabad-abad menjadi penjaga warisan peradaban Mataram.

Persiapan dan Upacara Adat di Keraton

Sejak dini hari, suasana di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta dipenuhi aktivitas persiapan. Para abdi dalem dan kerabat keraton tampak sibuk menata tempat, menyiapkan perlengkapan, dan memastikan seluruh kebutuhan ritual adat terpenuhi.

KGPH Puger, salah satu kerabat keraton, menjelaskan bahwa prosesi adat dimulai dengan memandikan jenazah, dilanjutkan dengan pengenaan busana adat lengkap. Setelah itu, jenazah dikafani dan ditempatkan dalam terbelo, peti khusus bagi raja. “Setiap tahap dilakukan dengan penuh penghormatan dan doa. Ini adalah bentuk bakti terakhir kepada Sinuhun,” ujarnya.

Sebelum jenazah diberangkatkan, dilakukan ritual Brobosan, penghormatan terakhir yang dilakukan keluarga dan kerabat dekat dengan melewati jenazah sebagai tanda perpisahan. Prosesi ini mencerminkan nilai luhur dan filosofi kehidupan Jawa tentang siklus lahir, hidup, dan kembali kepada Sang Pencipta.

Setelah itu, dilaksanakan salat jenazah di Masjid Kagungan Dalem Keraton Surakarta, diikuti abdi dalem, kerabat, dan tokoh masyarakat. Doa bersama ini menjadi wujud permohonan ampunan dan tempat terbaik bagi almarhum di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Tepat pukul 09.00 WIB, jenazah diberangkatkan dari keraton melalui pintu belakang menuju Alun-Alun Kidul, melintasi dua ringin kembar yang menjadi simbol keseimbangan dan keagungan keraton.

Kirab Adat Menuju Loji Gandrung

Usai prosesi di dalam keraton, jenazah diberangkatkan dalam kirab adat menggunakan kereta kuda menuju Loji Gandrung, bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial yang kini menjadi simbol harmoni antara tradisi dan modernitas Surakarta.

Sepanjang rute kirab yang melintasi jalan utama kota, ribuan warga berjejer memberikan penghormatan terakhir. Suasana haru menyelimuti perjalanan, banyak warga meneteskan air mata sembari melantunkan doa.

Kereta jenazah milik keraton, yang biasa digunakan untuk upacara raja, kembali menjadi saksi sejarah. Prosesi ini mendapat pengawalan ketat dari aparat Kepolisian dan TNI agar berjalan lancar dan tertib.

Kompol Engkos Sarkosi, Kabagops Polresta Surakarta, menjelaskan, “Kami mengawal dua tahap kegiatan: dari Keraton ke Loji Gandrung, kemudian dari Loji Gandrung menuju Imogiri. Lebih dari seribu personel disiagakan di 50 titik,” ujarnya.

Perjalanan ke Imogiri dan Prosesi Pemakaman

Setelah tiba di Loji Gandrung, jenazah dipindahkan ke mobil ambulans untuk diberangkatkan menuju Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta. Imogiri merupakan kompleks pemakaman para raja Mataram, termasuk Sultan Agung dan para penerusnya dari Surakarta serta Yogyakarta.

Pemilihan Imogiri sebagai tempat peristirahatan terakhir Paku Buwono XIII menandai kesinambungan spiritual dan genealogis antara Keraton Surakarta dan leluhur Mataram.

Ari Wibowo, Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Surakarta, menjelaskan bahwa sejumlah jalan ditutup sementara untuk kelancaran prosesi. “Penutupan dilakukan di Jalan Diponegoro dan Jalan Wirangan. Area sayap Alun-Alun Kidul steril dari kendaraan dan PKL. Arus lalu lintas bersifat situasional tergantung kondisi lapangan,” katanya.

Dishub juga menyiapkan area parkir alternatif di sekitar Alun-Alun Utara, Pasar Cenderamata, dan Pasar Klewer. Di kawasan Pagelaran dan Kemandungan hanya diperbolehkan drop off untuk menghindari kemacetan.

Suasana Duka dan Makna Budaya

Prosesi pemakaman Sri Susuhunan Paku Buwono XIII menjadi momen bersejarah bagi masyarakat Surakarta. Ribuan warga, tokoh adat, dan pejabat pemerintah hadir memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang selama hidupnya dikenal sebagai penjaga tradisi dan perekat kebudayaan Jawa.

Budayawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Sri Handayani, M.Hum., menilai prosesi ini bukan sekadar ritual kematian, tetapi juga ekspresi kolektif masyarakat Jawa dalam menjaga kesinambungan nilai-nilai luhur.

“Ritual adat seperti ini menunjukkan bahwa budaya Jawa masih hidup dan menjadi pedoman moral masyarakat. Wafatnya Sinuhun bukan hanya kehilangan seorang raja, tetapi juga simbol hilangnya penjaga tradisi,” ujarnya.

Sementara itu, KPH Eddy Wirabhumi, Ketua Eksekutif Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat, menegaskan bahwa seluruh rangkaian prosesi dilakukan sesuai pakem keraton.

“Semua tata upacara dijalankan sebagaimana mestinya. Ini adalah bentuk penghormatan terakhir bagi Sinuhun dan bukti bahwa adat istiadat keraton tetap lestari,” katanya.

Penutup: Warisan yang Tak Terputus

Suasana duka menyelimuti seluruh penjuru kota, namun di balik kesedihan itu terselip semangat masyarakat Surakarta untuk terus melestarikan adat dan budaya Jawa yang adiluhung.

Wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono XIII bukan akhir dari perjalanan trah Mataram, melainkan bagian dari siklus sejarah panjang yang menegaskan bahwa nilai-nilai budaya Jawa akan tetap hidup di hati rakyatnya.***(Red)

 

Berita Terkini