Penulis: Nurul Azizah
Mudanews.com OPINI – Setiap melintas di jalan Pudak Payung Banyumanik Semarang atau Watu Gong depan Markas Kodam IV Diponegoro Semarang banyak siswa tertarik pada dua bangunan yang menonjol di area tersebut. Yaitu bangunan tempat ibadah umat Buddha Vihara Buddhagaya, ada Dhammasala dan Pagoda yang tingginya mencapai 45 meter.
Untuk itu pada kesempatan ini siswa kelas X MA Darut Taqwa Semarang mengadakan Pembelajaran Luar Sekolah (PLS) pada hari Selasa 14 Oktober 2025 di Vihara Buddhagaya untuk mata pelajaran sejarah dan Pendidikan Pancasila (PP).
PLS ini tujuannya memberikan pengalaman belajar langsung, meningkatkan motivasi siswa, serta membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan melalui aktivitas yang berbasis fakta nyata.
Untuk mata pelajaran sejarah melalui PLS ini siswa mengenal tentang ajaran agama Budha dalam sejarah penyebaran agama di Indonesia serta menumbuhkan rasa nasionalis dan hormat. Melalui sejarah seseorang dapat belajar tentang perjuangan leluhur untuk mencapai kejayaan dan persatuan, serta meneladani nilai-nilai luhur untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di Vihara Buddha siswa memahami ajaran Buddha dimana Vihara sebagai pusat kegiatan keagamaan untuk umat Buddha. Lingkungan Vihara yang tenang dan begitu kaya sejarah. Umat Buddha menemukan kedamaian dan memperoleh kebijaksanaan melalui praktik meditasi dan pemahaman ajaran Dhamma.
Untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dulu PKn, berkunjung ke Vihara Buddhagaya dapat meningkatkan toleransi umat beragama dengan cara menambah wawasan, menumbuhkan dialog antar umat beragama dan mempererat hubungan antar umat. Tentunya kita bisa memahami antar keyakinan.
Dalam kesempatan PLS kali ini para siswa dipandu oleh Romo Warto pengawas pada Yayasan Buddhagaya dan dua pemandu lainnya, mbak Isa Multivani, S.Par dan Mbak Widina Lokhasari, S.Ag.
Dalam kesempatan ini Romo Warto menerangkan bahwa Dhammasala merupakan inti atau pusat dari bangunan Vihara. Terdiri dari dua lantai, lantai atas berfungsi sebagai tempat Puja Bakti utama umat Buddha, Penahbisan Samanera, Meditasi, khotbah dhamma dan lain-lain. Di dalam Dhammasala terdapat altar dimana Buddharupam yang berbentuk Dhammacakka Mudra, sebagai tiruan dari Buddharupam yang terdapat di dalam Candi Mendut.
Dhammasala di dalamnya terdapat patung Shidarta Gautama untuk penganut Buddha Mahayana.
Selanjutnya Romo Warto mengajak rombongan ke bangunan Pagoda Avalokitesvara merupakan bangunan suci sebagai perwujudan Metta Karuna (Cinta Kasih) pada Buddha di alam semesta ini. Di dalam Pagoda disemayamkan Bodhisatva Avalokitesvara atau lebih dikenal sebagai Dewi Kwan She Im Po Sat atau Dewi welas asih. Banyak sekali ornamen China, apalagi di depan Pagoda ada pohon Bodhi atau pohon keberuntungan. Pada pohon tersebut banyak ornamen khas China dan pita permintaan.
Di Pagoda untuk penganut Buddha Theravada puja bakti pada Dewi Kwan She Im Po Sat.
Masih menurut Romo Warto: “Mahayana itu diartikan sebagai kendaraan besar artinya diri sendiri mencapai kesucian dulu, baru bisa mengajarkan pada yang lain.”
“Sedangkan Theravada itu bagaikan kendaraan kecil disamping mencapai kesucian diri sendiri juga mengajarkan pada yang lain.”
Baik penganut Mahayana maupun Theravada mereka sama-sama pemeluk agama Budha yang menganut guru yang sama yaitu Sidharta Gautama. Mereka hidup rukun berdampingan dalam satu lokasi di Vihara Buddhagaya.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI