Mudanews.com- Makassar | Sabtu (11/10/2025) — Suasana di Baruga Anging Mammiri, di Rumah Wali Kota Makassar, sore itu terasa berbeda. Ratusan tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dari seluruh penjuru Sulawesi berkumpul dalam penutupan Silaturahmi Regional (Silatreg) KAHMI se-Sulawesi.
Dari forum inilah, lahir seruan moral bertajuk “Sulawesi Menggugat” — sebuah refleksi tentang arah bangsa, antara keberpihakan pada rakyat atau sekadar patuh pada kekuasaan.
Seruan ini dibacakan oleh Asri Tadda, perwakilan Majelis Wilayah KAHMI Sulawesi Selatan. Ia menyuarakan kristalisasi gagasan dan kegelisahan yang muncul selama dua hari forum, yang dihadiri enam Majelis Wilayah dan 68 Majelis Daerah KAHMI dari seluruh Sulawesi.
Acara hari kedua turut dihadiri Menteri Kehutanan Raja Juli Antony, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI sekaligus Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, Sekjen MN KAHMI Syamsul Qomar, dan Koordinator Presidium MW KAHMI Sulsel Ni’matullah. Semua tokoh itu hadir dalam suasana kebersamaan yang kental dengan semangat intelektual dan keumatan.
Dalam naskah “Sulawesi Menggugat”, KAHMI se-Sulawesi menilai bahwa bangsa Indonesia sedang berada di persimpangan:
antara keberpihakan pada rakyat atau kepatuhan pada kekuasaan,
antara semangat desentralisasi atau tarikan sentralisasi,
antara idealisme kebangsaan atau pragmatisme kekuasaan.
“Dari Tanah Sulawesi — tanah peradaban, tanah pejuang, tanah ilmu — kami menggugah nurani bangsa agar pembangunan tidak kehilangan arah dan nilai,” kutipan itu menggema di aula, disambut tepuk tangan panjang para peserta.
Seruan tersebut memuat tujuh agenda moral dan intelektual bangsa yang dinilai krusial untuk masa depan Indonesia — mulai dari pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai tanggung jawab negara, hingga reformasi Polri yang transparan dan bermoral, serta penguatan pemberantasan korupsi yang independen.
KAHMI juga menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan, dengan dorongan agar daerah penghasil memperoleh Participating Interest (PI) minimal 25 persen dari laba bersih sektor SDA. Selain itu, forum ini menekankan perlunya evaluasi sistem pemilu dan reposisi otonomi daerah agar semangat desentralisasi benar-benar menyejahterakan rakyat.
“KAHMI harus tetap menjadi kekuatan moral dan intelektual bangsa,” ujar salah satu peserta dari Gorontalo. “Kita bukan sekadar penonton politik, tetapi penjaga nurani publik.”
Dalam penutupnya, KAHMI se-Sulawesi menegaskan bahwa kekuasaan harus dikembalikan pada hakikatnya: sebagai sarana pengabdian, bukan alat mempertahankan privilese.
“Dari Timur Indonesia, kami menyalakan kembali cahaya kesadaran nasional yang mengingatkan, menggugah, dan menggerakkan,” demikian seruan akhir naskah Sulawesi Menggugat.
Forum Silatreg 2025 pun ditutup dengan suasana teduh dan penuh harapan. Di luar baruga, angin Losari masih berhembus lembut, seolah ikut membawa pesan dari Timur: bahwa keadilan dan keberpihakan harus terus dijaga, demi masa depan bangsa yang tidak kehilangan arah.
[Tim Red]