Duka Ponpes Al Khoziny, Eggi Sudjana: Periksa Bangunannya dan Perilaku Asusila Oknum Pendidik

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta – Tragedi ambruknya bangunan Mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang menelan puluhan korban jiwa saat salat Azhar, menyisakan duka mendalam bagi bangsa. Advokat senior juga aktivis lingkungan hidup Prof. Eggi Sudjana, menyampaikan pesan moral untuk bersama kita renungkan.

Menurut Bang Eggi Sudjana (BES), mereka yang wafat saat sedang melaksanakan ibadah shalat adalah syuhada, orang-orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah di jalan Allah.

Ia mengutip janji Allah dalam Al-Qur’an bahwa orang beriman yang gugur di jalan-Nya akan memperoleh surga.

“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”
(QS. Ali Imran: 169)

“Insya Allah para santri dan jamaah yang wafat saat shalat Azhar itu meninggal dalam keadaan suci dan mulia. Mereka syuhada. Tapi kita yang hidup wajib belajar dari peristiwa ini. Jangan sampai musibah sebesar ini hanya jadi berita sesaat tanpa perubahan berarti,” ujar Eggi dalam pesan singkatnya ke redaksi.

Lebih jauh, Bang Eggi panggilan akrabnya menegaskan bahwa takdir buruk tidak terjadi tanpa sebab. Semua musibah pasti memiliki akar kesalahan manusia (human error).

Ia mengutip firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 79, yang berbunyi:

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
(QS. An-Nisa: 4:79)

“Ini pesan tegas dari Allah. Kalau terjadi musibah seperti ini, jangan buru-buru bilang ‘takdir’. Harus berani introspeksi: apakah ada kesalahan manusia di baliknya? Kualitas bangunan, korupsi anggaran, lalainya pengawasan, atau lemahnya tanggung jawab pemerintah?” ujar Eggi.

Ia menekankan bahwa evaluasi mendalam harus dilakukan, termasuk menelusuri kemungkinan penyimpangan dana pembangunan, peran pimpinan proyek, hingga pengawasan dari pihak pondok pesantren dan Kementerian Agama.

“Negara tidak boleh diam. Harus ada pertanggungjawaban moral dan material,” tegasnya.

BES juga mengingatkan agar umat tidak gegabah menilai, namun tetap waspada terhadap kemungkinan bahwa peristiwa ini adalah peringatan keras (azab), bukan sekadar cobaan.

Ia menyinggung adanya kasus-kasus pelanggaran moral asusila yang pernah terjadi di beberapa pondok pesantren yang diduga dilakukan oknum pendidik terhadap murid santri.

“Kalau lembaga yang seharusnya mendidik akhlak justru ternoda oleh kejahatan perbuatan asusila, bisa jadi Allah menurunkan peringatan-Nya. Maka ini harus jadi bahan introspeksi bersama bagi umat, pemerintah, dan seluruh elemen bangsa,” ucap Eggi.

Dalam konteks kenegaraan, BES menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung memimpin evaluasi nasional atas tragedi ini.

“Ini bukan sekadar bencana lokal. Ini ujian tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Jangan biarkan musibah berlalu begitu saja tanpa keadilan dan pembenahan struktural,” katanya.

Data Terkini

Hingga Senin (6/10/2025), Basarnas melaporkan total 66 korban meninggal dunia, termasuk 7 bagian tubuh (body part) yang ditemukan di area wudu dan belakang bangunan mushala. Sementara 104 orang berhasil diselamatkan setelah operasi pencarian delapan hari.

Peristiwa Al Khoziny bukan sekadar tragedi arsitektur, namun adalah tragedi nurani bangsa.

Mereka yang gugur saat sujud telah kembali kepada Allah dalam kemuliaan, namun mereka yang hidup wajib memastikan keadilan ditegakkan dan kebenaran terus dijaga.

Sosialisasi: Agusto Sulistio – The Activist Cyber.

Berita Terkini