Juru Masak Purbaya dan Warung Makan Indonesia

Breaking News
- Advertisement -

(Dongeng rakyat ditengah krisis)

_Oleh: Agusto Sulistio – Pendiri The Activist Cyber, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo)._

Mudanews.com OPINI – Alkisah, ada seorang juru masak bernama Purbaya yang baru saja dipercaya mengurus dapur besar “Warung Makan Indonesia”. Ia datang dengan semangat membara dengan konsep mantab”.

“Kalau dulu masak pakai satu kompor bisa bikin masakan enak, dan pakai kompor yang satunya lagi juga bisa enak, maka kalau dua-duanya dinyalakan bersamaan maka masakannya akan lebih lezat dan melimpah!,” logikanya masuk akal, tentunyah.

Ibarat warung bakso di pojok pasar. Zaman dulu, warung ramai karena pelanggan datang sendiri, nggak usah pakai promo dan diskon. Di masa berikutnya, warung tetap hidup karena ada pesanan besar dari kantor kelurahan. Kini, Purbaya percaya kalau pelanggan dan pesanan besar itu akan datang bersamaan, omzet warung pasti bisa melonjak tinggi.

Walau ini seperti dongeng umumnya warung dipasar, tapi perlu sentuhan hikmah supaya bisa jadi pelajaran, bahwa kenyataan di pasar hari ini jauh lebih pelik. Gas elpiji semakin mahal, banyak pelanggan tak lagi sanggup membeli semangkok bakso karena dompetnya kosong. Sebagian pedagang kecil gulung tikar karena dagangan tak laku. Di balik hiruk pikuk itu, ada pula tikus-tikus rakus, para koruptor, yang mencuri mie, daging, bahkan kuahnya aja tega mereka curi, dapur dan piring-piring semakin kering.

Lebih runyam lagi, para pelanggan mulai kehilangan percaya pada pemilik warung. “Untuk apa bayar mahal kalau rasa masakannya hambar? Untuk apa juga titip uang kalau malah dikorupsi?” begitu keluh pelanggan. Semua ini adalah warisan dari pengelola dapur sebelumnya, yang meninggalkan tungku kotor, panci penyok, dan persediaan bahan yang sudah rusak separuh.

Purbaya sebenarnya paham, untuk bisa kembalikan warung jadi ramai dan laris ia tak bisa bekerja sendirian. Semua pihak harus ikut membantu, petani yang menyuplai cabai, peternak yang menyediakan daging, hingga tukang sayur yang rajin mengantar bawang ke warung. Tapi bagaimanapun, mencapai target tinggi dalam waktu singkat tetaplah sulit. Bahkan dengan waktu yang panjang sekalipun, pekerjaan ini akan melelahkan. Banyak bahan produksi sudah basi, peralatan dapur rusak, dan yang paling menghambat adalah mental sebagian petugas Pasar Pojok yang masih bermental maling, terus saja mencuri bahan pokok yang seharusnya dipakai untuk memasak.

Meskipun Purbaya menyalakan dua kompor sekaligus buat masakan tambah berlimpah, tetap saja akan rugi, masalahnya bukan sekadar bagaimana mengatur panas api kompornya, tapi juga bagaimana memastikan tabung gas ngga bocor, bahan makanan tidak dicuri, dan pelayan warung kembali dipercaya pelanggan. Tanpa itu, kompor bisa saja menyala, tapi ngga ada yang mau makan di “Warung Makan Indonesia.”

Apapun keadaannya Purbaya sudah diterima dan diyakini sebagai koki handal. Dan semangat Purbaya pun tetap layak kita dukung. Bangsa ini butuh cita-cita besar agar tidak selamanya terjebak dalam dapur pengap dengan hidangan seadanya. Hanya saja, sebagaimana dongeng para leluhur, bahwa rumah megah tidak pernah berdiri kokoh di atas tanah rapuh.

Tugas Kang Purbaya bukan hanya menyalakan dua kompor, tapi juga membersihkan dapur dari tikus koruptor, memperbaiki peralatan yang rusak, mengisi kembali tabung gas dengan tabungan nasional, melatih juru masak muda, dan yang terpenting mengembalikan kepercayaan pelanggan pada warung kita. Tentunya dengan dukungan dan bantuan kita.

Jika itu dilakukan, barulah cara koki Purbaya masak pakai dua kompor bisa menjadi kenyataan indah. Dapur “Warung Makan Indonesia” akan harum semerbak, hidangan melimpah, dan rakyat makan dengan kenyang serta bahagia. Dan di sinilah letak pelajaran untuk kita semua, wahai rakyat yang setia duduk di bangku warung. Jangan hanya menunggu mangkok bakso dihidangkan. Tapi ikutlah menjaga dapur warung, awasi juru masak agar jujur, jangan biarkan tikus berkeliaran, dan bantu dengan apa yang kita bisa, entah itu menyuplai sayur, menjaga kebersihan, atau sekadar memberi kritik yang tulus. Sebab warung ini milik kita bersama. Kalau dapur Indonesia harum, maka setiap meja rakyat akan penuh piring-piring rakyat (piring-piring rakyat meminjam istilah Wakil BP Taskin RI, Ir. Iwan Sumule) dengan aneka hidangan yang layak disantap.

Kalibata, Jaksel, Jumat 12/9/2025, 16:45 Wib.

Riwayat Penulis: Partner Tim Ekonomi Provinsi Jawa Tengah era Wakil Gub Bidang Ekonomi, Alm. Kol. Djoko Sudandoko, SE – Tim Sosialisasi Raskin Dolog Jateng 1999 – 2001 (Kepala Aksi & Advokasi Lembaga Kajian Strategis Rakyat – LEKSTRA – Semarang).

Berita Terkini