Pendidik Punya Banyak Beban?

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews com-Opini | Beberapa hari terakhir publik diramaikan oleh klarifikasi pernyataan yang sempat dikaitkan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, soal “guru menjadi beban negara”. Ibu Sri Mulyani sudah menegaskan tidak pernah mengucapkan hal itu. Namun, pernyataan ini sudah terlanjur memantik diskusi: benarkah guru, dosen, dan para pendidik dianggap sebagai beban negara?

Faktanya, justru sebaliknya. Yang punya banyak beban adalah para pendidik itu sendiri.

Beban Seorang Pendidik

Guru dan dosen bukan hanya mengajar. Mereka dituntut untuk menjadi inspirasi, motivasi, sekaligus teladan. Berat memang, karena beban itu tak hanya soal tugas administratif dan beban kerja, tapi lebih dalam: beban moral.

Setidaknya ada tiga kompetensi utama yang harus dibentuk seorang pendidik dalam diri murid atau mahasiswanya:

Akhlak dan sikap mulia – jujur, beretika, dan punya perilaku yang baik.

Keterampilan dan keahlian – kemampuan berkomunikasi, keterampilan teknis, dan skill praktis yang mumpuni.

Kecerdasan dan pengetahuan – ilmu yang luas, daya kritis, dan wawasan yang bisa membawa mereka pada kemandirian.

Inilah gambaran pendidikan ideal: membentuk generasi yang siap mengemban amanah kepemimpinan di masa depan.

Tak heran, Prof. Budi Djatmiko (Ketua Umum APTISI) menegaskan perlunya memasukkan konsep kepemimpinan dalam kurikulum perguruan tinggi. Karena pendidikan sejati tak sekadar soal transfer ilmu, tapi juga pembentukan karakter pemimpin.

Empat Tugas Utama Pendidik

Dalam pandangan Prof. Syawal Gultom, pendidikan di era perubahan menuntut pendidik untuk lebih dari sekadar “mengajar”. Ia menekankan bahwa bahaya sesungguhnya bukan pada perubahan zaman, melainkan pada pola pikir yang terjebak dengan logika masa lalu.

Empat tugas utama pendidik menurutnya adalah:

Menjadikan murid pembelajar sejati. Bukan sekadar tahu, tapi ingin tahu sepanjang hayat.

Menumbuhkan kepercayaan diri. Karena percaya pada potensi diri adalah modal awal pencapaian.

Membangun rasa tanggung jawab. Intelektualitas tanpa tanggung jawab hanya melahirkan gelar tanpa makna.

Berperan dalam kemajuan peradaban. Ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk menuntun zaman.

Pendidikan sejati harus melahirkan agen peradaban. Dunia saat ini tengah luka—oleh ketimpangan, intoleransi, dan degradasi moral. Di titik ini, pendidik punya tugas mulia: bukan menjadi tembok, tetapi jembatan; bukan hanya penonton, melainkan cahaya di tengah gelap.

Refleksi

Memang benar, beban guru, dosen, dan pendidik begitu berat. Mulai dari rendahnya penghargaan, kompleksitas kerja, hingga tuntutan moral yang tak pernah selesai. Namun, ada satu kebahagiaan yang tak tergantikan: ketika mereka melihat muridnya berhasil, sukses, dan berkontribusi bagi bangsa.

Bagi seorang guru, penghargaan terbesar bukanlah gelar atau jabatan, melainkan perjumpaan kembali dengan murid-murid yang tumbuh menjadi pribadi unggul.

Tulisan ini adalah ungkapan syukur dan dedikasi. Untuk mahasiswa yang berhasil, untuk Prof. Budi Djatmiko yang tak pernah lelah menginspirasi, dan untuk Prof. Syawal Gultom, dosen idola yang selalu mengingatkan bahwa pendidikan adalah jalan peradaban.

Karena pada akhirnya, pendidik bukanlah beban negara. Mereka adalah penopang masa depan bangsa.

Oleh : Wahyu Triono KS
Dosen UNAS, Tutor FHISIP Universitas Terbuka, Tenaga Ahli Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerja Sama Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri.

Berita Terkini