PKS Boyolali Menjaga Demokrasi

Breaking News
- Advertisement -

 

oleh: H. Ali Hufroni, S.T., M.Si (Anggota DPRD Kabupaten Boyolali)

Mudanews,com OPINI – Awal bagi penulis menorehkan wawasan ini, sebatas ingin menguatkan dan menambahkan lagi dengan gagasan lebih konstruktif dalam membawa Boyolali yang lebih baik. Bahkan bisa jadi tulisan ini akan melengkapi berbagai gagasan dari berbagai sudut bagaimana kita menjaga demokrasi di Boyolali.

Kalau mau jujur, mengemban amanah kepemimpinan memang tidak mudah. Ada tanggungjawab dalam mengadvokasi kepentingan dan kesejahteraan rakyat Boyolali. Keberadaan partai politik, khususnya bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tentu ingin membersamai Pemerintah Daerah Boyolali yang saat ini dibawah nahkoda Bupati Agus Irawan dan Wakil Bupati Dwi Fajar Nirwana dalam menjaga demokrasi.

Keberadaan PKS sebagai penjaga demokrasi, tentu sebagai mitra dalam menentukan arah pembangunan daerah selama 5 (lima) tahun ke depan. Bahkan, saat PKS mencermati draft Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJMD Tahun 2025-2029 yang berlanjut mengikuti proses pembahasan bersama mitra kerja sekaligus mencermati jawaban Bupati atas Pandangan Umum Fraksi, PKS menyampaikan beberapa pendapat, catatan dan saran konstruktifnya.

Tidak Berdalih

Pertama, PKS tentu menyampaikan apresiasi atas kebijakan peningkatan penghasilan tetap (siltap) bagi perangkat desa. FKS berharap peningkatan tersebut mendorong semangat, kinerja dan profesionalisme perangkat desa dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun demikian, PKS mengingatkan agar perhatian yang sama turut diberikan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) nantinya, mengingat peran strategis mereka dalam fungsi pengawasan dan penyaluran aspirasi masyarakat di tingkat desa.

Selaras dengan hal itu, perhatian terhadap pembangunan infrastruktur juga menjadi sorotan. PKS mengapresiasi secara eksplisit target peningkatan kemantapan jalan kabupaten dari 83,19% pada tahun 2024 menjadi 84,7% di tahun 2029. Meskipun kenaikannya terbilang moderat dalam rentang waktu 5 (lima) tahun sebesar 1,5%, dengan kepemimpinan baru serta komitmen yang disampaikan dalam janji kampanye terkait pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan dan tertinggal, PKS yakin bahwa capaian kemantapan jalan seharusnya dapat mencapai 90%.

Kedua, Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dalam pandangan PKS saat ini menyentuh sekitar 1.000 unit per tahun melalui APBD, namun sering tidak tuntas, dan seringkali terbentur dengan alasan keterbatasan anggaran. Sekedar mengingatkan, saat kampanye, Bupati dan Wakil Bupati kerap sekali menyampaikan komitmennya untuk bersinergi dengan Pemerintah Pusat dalam menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan.

Artinya, PKS mendorong agar komitmen tersebut dibuktikan secara nyata, salah satunya dengan memastikan program RTLH dapat dituntaskan secara bertahap melalui kolaborasi yang konkret dengan Pemerintah Pusat. Jangan sampai program RTLH menjadi pekerjaan rumah abadi yang hanya dipindah dari satu RPJMD ke RPJMD berikutnya tanpa penyelesaian.

Lebih sekadar RTLH, PKS menilai bahwa berbagai janji kampanye Kepala Daerah lainnya juga menuntut pembuktian. Pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan, pengelolaan sampah berbasis teknologi, serta peningkatan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan di daerah yang membutuhkan harus diterjemahkan secara nyata ke dalam strategi dan target yang terukur.

Pemerintah Daerah tidak boleh terus berlindung di balik narasi adanya keterbatasan anggaran dan SDM, tetapi harus tampil sebagai aktor utama yang proaktif membangun sinergi, mencari solusi, dan menghadirkan perubahan nyata di tengah masyarakat. Di saat yang sama, program sosial juga harus diarahkan pada pemberdayaan yang berkelanjutan, bukan semata-mata bantuan karitatif yang temporer dan konsumtif.

Narasi Kebijakan

Ketiga, sebagai catatan penting, maka PKS sampaikan bahwa cita-cita menjadikan Boyolali sebagai daerah yang nyaman dihuni merupakan tujuan mulia. Namun, kenyamanan tidak boleh menjebak pemerintah dalam zona nyaman. Tantangan nyata ke depan adalah bagaimana proporsi belanja pegawai yang saat ini masih mencapai 40,92% dari total APBD dapat diturunkan secara bertahap sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang mengatur batas maksimal belanja pegawai sebesar 30%.

Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan perluasan titik layanan publik seperti Pos Pemadam Kebakaran (damkar) dan cakupan layanan Puskeswan terus meningkat. Oleh karena itu, PKS mendorong adanya pembenahan tata kelola SDM dan pelayanan publik secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi efisiensi anggaran, tetapi juga dalam hal distribusi, kinerja, dan produktivitas ASN, agar belanja daerah benar-benar diarahkan untuk memperkuat fungsi pelayanan dan mendukung pembangunan yang merata dan berkeadilan.

Sejalan, dengan hal tersebut PKS mengingatkan bahwa tahun 2025 merupakan tahun ketiga pelaksanaan program beasiswa bagi warga miskin tingkat sarjana, dan diperkirakan pada tahun depan, angkatan pertama penerima beasiswa akan mulai menyelesaikan studinya. Hal ini sekaligus akan bersambung dengan program Bupati “Satu Desa Dua Sarjana”, dimana yang sebelumnya satu desa satu Sarjana.

Dalam hal ini, PKS mendorong agar Pemerintah Daerah Boyolali tidak memandang program beasiswa sebatas bantuan pendidikan yang diberikan secara cuma-cuma, melainkan sebagai bagian dari strategi penguatan SDM daerah. Para penerima beasiswa binaan semestinya dipersiapkan sebagai agen-agen penggerak pembangunan Boyolali, terutama desa asal mereka masing-masing. Untuk itu, PKS berharap adanya tindak lanjut yang serius dan terencana dari Pemerintah Daerah guna memastikan kesinambungan, pembinaan, dan optimalisasi peran mereka dalam pembangunan lokal.

Di samping itu, PKS kembali menegaskan bahwa bentuk perhatian terkait pentingnya ketelitian dalam penyajian data dan konsistensi logika kebijakan dalam dokumen perencanaan. Pemerintah Daerah harus berhati-hati dalam menyusun narasi kebijakan dan penyajian data. Karena setiap pernyataan yang termuat dalam dokumen resmi akan menjadi cerminan kepemimpinan kinerja Bupati dan Wakil Bupati yang baru saat ini. Munculnya kesalahan atau kekeliruan bukan hanya soal teknis semata, tetapi menyangkut kredibilitas pemerintahan di mata rakyat.***

Berita Terkini