Mudanews.com-Jakarta | Perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang pernah menjadi kebanggaan industri nasional, kini berada di pusaran skandal hukum. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi penyaluran kredit bernilai jumbo dari sejumlah bank pelat merah dan bank pembangunan daerah, dengan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.
Pengungkapan ini menyeret dua tokoh utama Sritex: Iwan Setiawan Lukinto (ISL), Direktur Utama periode 2005–2022, dan Allan Moran Severino (AMS), Direktur Keuangan periode 2006–2023. Keduanya diduga menyalahgunakan dana kredit yang seharusnya untuk penguatan modal perusahaan, demi kepentingan pribadi.
Kredit untuk Modal, Lari ke Kantong Pribadi
Hasil penyidikan Kejagung menemukan bahwa ISL menggunakan fasilitas kredit senilai Rp692 miliar untuk membayar utang pribadi dan memborong aset tanah di berbagai lokasi strategis, seperti Yogyakarta dan Solo. AMS tak kalah nekat: ia diduga memakai dana kredit untuk melunasi utang berbentuk medium term note (MTN) dan bahkan memanfaatkan invoice palsu dalam proses pencairan dana.
“Pengajuan kredit Sritex disebut untuk modal kerja, tetapi digunakan melenceng dari peruntukan,” ungkap Nurcahyo Jungkung Madyo, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, pada Senin (21/7/2025).
Aroma Penyalahgunaan Wewenang
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai, keberanian menyalahgunakan dana kredit dalam skala besar bisa saja dipicu kedekatan dengan lingkar kekuasaan di masa lalu. “Mereka merasa punya beking yang kuat, sehingga berani bermain di wilayah yang seharusnya tabu,” katanya.
Trubus juga mengingatkan risiko lain: kasus ini bisa membuat para bankir trauma memberikan kredit, sehingga sektor perbankan menjadi “pelit” menyalurkan pembiayaan yang sebenarnya vital bagi pertumbuhan ekonomi.
Bankir Ikut Terseret
Selain jajaran direksi Sritex, Kejagung juga menetapkan sembilan tersangka dari sektor perbankan, di antaranya pejabat dan mantan pejabat Bank BJB, Bank DKI, Bank Jateng, dan Bank BKB. Mereka diduga terlibat dalam proses persetujuan kredit yang sarat penyimpangan.
Kejagung menegaskan bahwa proses hukum akan terus bergulir. “Kami akan menelusuri aliran dana, aset terkait, serta kemungkinan keterlibatan pihak lain,” ujar Abdul Qohar, mantan Direktur Penyidikan Jampidsus.
Dari Puncak Kemewahan ke Meja Hijau
ISL sempat masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes pada 2020, dengan kekayaan diperkirakan mencapai Rp 8,41 triliun. Kini, bayang-bayang kemewahan itu berbalik menjadi beban perkara.
Sritex yang dulu menjadi simbol kejayaan tekstil nasional, kini tercoreng oleh dugaan keserakahan pengelolanya.
Kisah ini menjadi peringatan keras: modal besar dan akses mudah ke pembiayaan publik bukanlah tiket kebal hukum—apalagi jika dipakai untuk kepentingan pribadi.
Redaksi-Mudanews