Patriotisme Sudah Menjadi DNA Kami, Jangan Coba Tuduh Makelar!

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Heru Subagia (Pengamat Politik, Alumni UGM)

Mudanews.com-OPINI | Pernyataan Firman Soebagyo, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, yang menyebut tindakan masyarakat menyebarkan simbol bendera One Piece sebagai bentuk makar adalah pernyataan yang tidak hanya keliru, tetapi juga berbahaya secara politik dan moral. Terlalu tergesa-gesa membuat kesimpulan dan pada akhirnya memicu kemarahan masyarakat.

Sementara itu, gerakan pengibaran bendera anime bajak laut One Piece pada Hari Kemerdekaan RI juga disebut sebagai gerakan untuk memecah belah kesatuan bangsa oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco. Ia mengingatkan adanya upaya sistematis yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan masukan dari lembaga-lembaga pengamanan, Jumat (1/8/2025).

Keduanya—Dasco dan Firman—yang merupakan anggota DPR RI, merespons fenomena pengibaran bendera bajak laut menjelang HUT Ke-80 RI dengan sinis dan kecurigaan yang berakhir pada tuduhan melawan hukum.

Sikap dan pernyataan mereka mencerminkan kegagalan sebagian elite politik dalam membaca realitas sosial yang tengah berkembang. Padahal mereka adalah wakil rakyat yang seharusnya hadir dan menyelami denyut masyarakat. Namun tampaknya, mereka justru menjaga jarak, atau bahkan tidak benar-benar memahami suara rakyat.

Hati nurani dan akal sehat mereka nyaris tumpul. Ketika masyarakat meluapkan ekspresi kekecewaan, kemarahan, bahkan satir dalam bentuk simbolik, itu bukanlah tanda makar—melainkan cerminan dari akumulasi rasa frustrasi terhadap kondisi kebangsaan yang menjauh dari nilai keadilan dan kesejahteraan.

Rakyat Indonesia hari ini tidak sedang bermain-main dengan simbol asing, apalagi mengimpor ideologi. Mereka sedang mengirim pesan penting—alarm bahaya dalam bentuk simbol dan gerakan. Pesan tentang ketidakadilan ekonomi, ketimpangan politik, dan rasa kehilangan terhadap makna kemerdekaan yang selama ini diagungkan.

Apa yang disebut sebagai makar dan upaya mengacaukan keamanan dalam narasi elite politik justru membuat rakyat semakin yakin bahwa pemerintah tuli dan masa bodoh terhadap berbagai persoalan esensial yang dialami mayoritas masyarakat.

Masyarakat memilih mengkritik dengan cara damai: mengibarkan bendera bajak laut. Sebuah bentuk ekspresi simbolik yang bukan sekadar ‘iseng’, tapi wujud perlawanan atas sistem yang dibajak segelintir penguasa. Mereka sadar, masalah bangsa ini bukan karena rakyat tak cinta negeri, tapi karena nasionalisme telah berubah menjadi alat untuk menutupi kegagalan elite menjalankan konstitusi.

Ironis dan geli rasanya ketika peringatan Hari Kemerdekaan justru dijadikan panggung untuk menekan ekspresi publik. Padahal kemerdekaan bukan hanya pembebasan fisik dari penjajahan, tapi juga kemerdekaan berpikir, bersuara, dan berkeadilan. Ketika rakyat merasa hari kemerdekaan hanya menjadi seremoni kosong, itu tandanya ada yang salah dengan negara.

Tudingan makar terhadap rakyat adalah bentuk pembalikan logika yang kasar. Makar sejati justru dilakukan oleh mereka yang menyalahgunakan kekuasaan, menumpuk kekayaan dari jabatan publik, dan menduduki kursi negara bukan karena prestasi, melainkan koneksi.

Jika rakyat hari ini terlihat sinis, bukan karena melupakan jasa pahlawan, tapi karena melihat cita-cita para pahlawan telah dikorupsi oleh para penjaga republik. Republik ini bukan milik elite. Republik ini milik seluruh rakyat Indonesia. Siapa pun yang mengklaim nasionalisme sebagai milik eksklusif kelompok tertentu, sesungguhnya sedang melecehkan makna persatuan dan kesetaraan.

Catatan kritis terhadap Firman Soebagyo dan Dasco perlu diluruskan. Mereka tak hanya menyempitkan nalar publik, tetapi juga menyakiti rakyat yang terus berjuang hidup di tengah tekanan ekonomi, sosial, dan politik.

Sebagai penutup, kami dan rakyat menyatakan dengan lantang: kami bukan makar. Justru kami sedang melawan makar yang dilakukan secara sistematis oleh mereka yang duduk di kursi kekuasaan namun tak berpihak pada rakyat.

Disclaimer
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Redaksi menghormati kebebasan berekspresi sesuai koridor hukum yang berlaku, namun tetap memisahkan antara opini penulis dan sikap redaksi.

Berita Terkini