𝐌𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐩𝐚𝐭: 𝐅𝐨𝐧𝐝𝐚𝐬𝐢 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐬𝐚

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Drs. Muhammad Bardansyah.Ch.Cht

𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧 𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐧𝐭𝐮 𝐀𝐫𝐚𝐡 𝐒𝐞𝐣𝐚𝐫𝐚𝐡.

Mudanews.com-Opini | Dalam sejarah bangsa-bangsa, pilihan terhadap seorang pemimpin sering menjadi titik balik kemajuan atau kemunduran peradaban.

Kepemimpinan bukan sekadar soal popularitas atau pencitraan, melainkan tentang kapasitas moral, intelektual, dan strategis untuk membawa bangsa melintasi tantangan zaman.

Pemimpin yang tepat mampu mempercepat pembangunan, merawat demokrasi, dan memperkuat posisi negara dalam konstelasi global.

Sebaliknya, pemimpin yang keliru dapat menjadi awal dari keterpurukan struktural yang berkepanjangan.

𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐩𝐚𝐭 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐮𝐧𝐜𝐢 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐬𝐚?

1.Visi Strategis dan Arah Pembangunan Nasional

Seorang pemimpin yang andal memahami peta kekuatan dan kelemahan bangsanya. Ia tidak hanya berpikir untuk lima tahun ke depan, melainkan untuk generasi mendatang.

Lee Kuan Yew menjadi simbol kepemimpinan strategis karena berhasil mengidentifikasi tantangan global dan meresponsnya dengan reformasi mendalam, termasuk meritokrasi, efisiensi birokrasi, dan penegakan hukum (Zakaria, 1994; Yew, 2000).

2 Kepemimpinan Buruk dan Dampak Sistemik Jangka Panjang.

Robert Mugabe di Zimbabwe dan Nicolás Maduro di Venezuela adalah contoh bagaimana kegagalan dalam memilih pemimpin membawa konsekuensi sosial-ekonomi yang menghancurkan.

Kerusakan tidak hanya terjadi pada sektor ekonomi, tapi juga kepercayaan rakyat terhadap institusi, hukum, dan nilai-nilai kebangsaan (Hanke & Kwok, 2009; IMF, 2018).

3.Legitimasi Internasional dan Daya Tawar Global.

Pemimpin juga merupakan wajah negara di mata dunia. Dalam era multipolar dan kompetisi geopolitik, pemimpin yang lemah akan sulit mengamankan kepentingan nasional dalam diplomasi internasional.

Sebaliknya, pemimpin yang memiliki kredibilitas dan integritas dapat meningkatkan daya tawar bangsa dalam isu-isu seperti perdagangan internasional, pertahanan, hingga perubahan iklim.

𝐔𝐫𝐠𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧 𝐌𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐭𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐓𝐢𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐩𝐚𝐭

1.Kepemimpinan Efektif Adalah Kepemimpinan Tim

Max Weber menekankan bahwa birokrasi rasional adalah syarat bagi pemerintahan modern (Weber, 1922). Seorang presiden, gubernur, atau wali kota harus mampu membentuk kabinet dan tim ahli yang solid. Tanpa dukungan teknokrat yang cakap, visi sebesar apa pun akan gagal menjadi kebijakan nyata

2.Disfungsi Kepemimpinan Akibat Lingkaran Dalam yang Korup

Jacob Zuma (Afrika Selatan) adalah contoh bagaimana nepotisme dan korupsi merusak sistem.

Awalnya dianggap sebagai pemimpin rakyat, rezimnya justru melemahkan institusi negara dan memicu krisis kepercayaan publik (Transparency International, 2017).

𝐓𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐰𝐚𝐛 𝐑𝐚𝐤𝐲𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧

1.Literasi Politik dan Etika Pemilu.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berasal dari suara rakyat. Oleh karena itu, rakyat tidak boleh bersikap apatis, transaksional, atau emosional saat memilih.

Rakyat perlu memiliki literasi politik yang memadai agar tidak terjebak dalam narasi dangkal, janji populis, atau sekadar pesona media.

2.Panduan Praktis Menilai Calon Pemimpin.

Mengacu pada pemikiran Jim Collins dalam Good to Great (2001), berikut adalah indikator rasional untuk menilai calon pemimpin

– Integritas moral: rekam jejak bersih dari korupsi dan konsistensi nilai

– Kompetensi strategis: kapasitas memimpin, bukan hanya pintar berbicara.

– Pengalaman manajerial: pernah mengelola institusi dengan sukses

– Visi kebangsaan: program yang realistis, bukan sekadar slogan.

– Kemampuan merangkul ahli: siapa tim di belakangnya, bukan hanya siapa dia.

3.Peran Media dan Pendidikan Politik.

Media massa dan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam menyajikan informasi objektif dan membangun kesadaran kritis masyarakat.

Demokrasi tidak akan sehat jika media menjadi alat propaganda atau institusi pendidikan menjauh dari misi mencerdaskan bangsa.

𝐒𝐭𝐮𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐬𝐮𝐬 𝐍𝐞𝐠𝐚𝐫𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐌𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧

𝐕𝐞𝐧𝐞𝐳𝐮𝐞𝐥𝐚: 𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐏𝐨𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐡𝐚𝐧𝐜𝐮𝐫𝐚𝐧.

Dari negara kaya minyak, Venezuela terperosok dalam krisis kemanusiaan akibat populisme dan nasionalisme ekonomi yang tidak realistis.

Rezim Chávez–Maduro gagal mendiversifikasi ekonomi, menindas oposisi, dan menghancurkan kredibilitas lembaga keuangan (IMF, 2018; HRW, 2020).

Krisis ini membuktikan bahwa kekeliruan memilih pemimpin dapat membawa bencana jangka panjang.

𝐙𝐢𝐦𝐛𝐚𝐛𝐰𝐞: 𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐊𝐞𝐤𝐮𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧 𝐓𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐁𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐧𝐜𝐮𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐬𝐚

Di bawah Mugabe, Zimbabwe kehilangan nilai tukar mata uang, cadangan devisa, dan struktur agraria akibat kebijakan ekspropriasi tanpa perencanaan.

Sekali lagi, salah memilih pemimpin bukan hanya soal ketidaksejahteraan, tapi kehilangan masa depan bangsa (Hanke & Kwok, 2009).

𝐑𝐞𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐬𝐢 𝐊𝐞𝐛𝐢𝐣𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐬𝐲𝐚𝐫𝐚𝐤𝐚𝐭

– Pendidikan Kepemimpinan Sejak Dini: Bangsa harus menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan melalui sekolah, kampus, dan pelatihan kepemimpinan berbasis karakter.

– Reformasi Sistem Pemilu dan Partai Politik: Demokrasi akan gagal jika sistem pemilu hanya melahirkan calon instan tanpa rekam jejak

– Peran Civil Society dan Akademisi: Organisasi masyarakat sipil dan kampus harus proaktif menjadi kekuatan penyeimbang dan sumber literasi politik yang kritis.

𝐊𝐞𝐬𝐢𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧: 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐬𝐚 𝐃𝐢𝐦𝐮𝐥𝐚𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐊𝐨𝐭𝐚𝐤 𝐒𝐮𝐚𝐫𝐚.

Memilih pemimpin bukan sekadar ritual lima tahunan. Ini adalah investasi strategis yang menentukan arah sejarah bangsa.

Rakyat harus menjadikan rekam jejak, integritas, dan kapasitas strategis sebagai tolok ukur utama, bukan sentimen etnis, atau janji-janji emosional semata. Sebab satu kesalahan dalam memilih bisa membawa konsekuensi selama puluhan tahun.

Maka, bijaklah memilih—karena nasib negara ada dalam suara kita.

Pendidikan adalah kuncinya dan moral adalah lubang kuncinya, tanpa keduanya sebuah bangsa tidak akan bisa berbuat banyak .

Disclaimer : Tulisan ini tidak bermaksud menyoroti sebuah fenomena secara khusus, namun hanya media pembelajaran bagi bangsa dengan referensi dari sumber-sumber terpercaya

𝐑𝐞𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐬𝐢

– 𝘊𝘰𝘭𝘭𝘪𝘯𝘴, 𝘑. (2001). 𝘎𝘰𝘰𝘥 𝘵𝘰 𝘎𝘳𝘦𝘢𝘵: 𝘞𝘩𝘺 𝘚𝘰𝘮𝘦 𝘊𝘰𝘮𝘱𝘢𝘯𝘪𝘦𝘴 𝘔𝘢𝘬𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘓𝘦𝘢𝘱… 𝘢𝘯𝘥 𝘖𝘵𝘩𝘦𝘳𝘴 𝘋𝘰𝘯’𝘵. 𝘏𝘢𝘳𝘱𝘦𝘳𝘉𝘶𝘴𝘪𝘯𝘦𝘴𝘴.

– 𝘏𝘢𝘯𝘬𝘦, 𝘚. 𝘏., & 𝘒𝘸𝘰𝘬, 𝘈. 𝘒. 𝘍. (2009). 𝘖𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘔𝘦𝘢𝘴𝘶𝘳𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵 𝘰𝘧 𝘡𝘪𝘮𝘣𝘢𝘣𝘸𝘦’𝘴 𝘏𝘺𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘧𝘭𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯. 𝘊𝘢𝘵𝘰 𝘑𝘰𝘶𝘳𝘯𝘢𝘭, 29(2), 353-364.

– 𝘏𝘶𝘮𝘢𝘯 𝘙𝘪𝘨𝘩𝘵𝘴 𝘞𝘢𝘵𝘤𝘩. (2020). 𝘝𝘦𝘯𝘦𝘻𝘶𝘦𝘭𝘢’𝘴 𝘏𝘶𝘮𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘌𝘮𝘦𝘳𝘨𝘦𝘯𝘤𝘺: 𝘓𝘢𝘳𝘨𝘦-𝘚𝘤𝘢𝘭𝘦 𝘜𝘕 𝘙𝘦𝘴𝘱𝘰𝘯𝘴𝘦 𝘕𝘦𝘦𝘥𝘦𝘥 𝘵𝘰 𝘈𝘥𝘥𝘳𝘦𝘴𝘴 𝘏𝘦𝘢𝘭𝘵𝘩 𝘢𝘯𝘥 𝘍𝘰𝘰𝘥 𝘊𝘳𝘪𝘴𝘦𝘴.

– 𝘐𝘔𝘍. (2018). 𝘝𝘦𝘯𝘦𝘻𝘶𝘦𝘭𝘢: 𝘚𝘦𝘭𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘴𝘴𝘶𝘦𝘴. 𝘐𝘔𝘍 𝘊𝘰𝘶𝘯𝘵𝘳𝘺 𝘙𝘦𝘱𝘰𝘳𝘵 𝘕𝘰. 18/328.

– 𝘛𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘦𝘯𝘤𝘺 𝘐𝘯𝘵𝘦𝘳𝘯𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭. (1998). 𝘊𝘰𝘳𝘳𝘶𝘱𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘗𝘦𝘳𝘤𝘦𝘱𝘵𝘪𝘰𝘯𝘴 𝘐𝘯𝘥𝘦𝘹 1998.

– 𝘞𝘦𝘣𝘦𝘳, 𝘔. (1922). 𝘌𝘤𝘰𝘯𝘰𝘮𝘺 𝘢𝘯𝘥 𝘚𝘰𝘤𝘪𝘦𝘵𝘺: 𝘈𝘯 𝘖𝘶𝘵𝘭𝘪𝘯𝘦 𝘰𝘧 𝘐𝘯𝘵𝘦𝘳𝘱𝘳𝘦𝘵𝘪𝘷𝘦 𝘚𝘰𝘤𝘪𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺. 𝘜𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘪𝘵𝘺 𝘰𝘧 𝘊𝘢𝘭𝘪𝘧𝘰𝘳𝘯𝘪𝘢 𝘗𝘳𝘦𝘴𝘴.

– 𝘠𝘦𝘸, 𝘓. 𝘒. (2000). 𝘍𝘳𝘰𝘮 𝘛𝘩𝘪𝘳𝘥 𝘞𝘰𝘳𝘭𝘥 𝘵𝘰 𝘍𝘪𝘳𝘴𝘵: 𝘛𝘩𝘦 𝘚𝘪𝘯𝘨𝘢𝘱𝘰𝘳𝘦 𝘚𝘵𝘰𝘳𝘺 – 1965-2000. 𝘏𝘢𝘳𝘱𝘦𝘳𝘊𝘰𝘭𝘭𝘪𝘯𝘴.

– 𝘡𝘢𝘬𝘢𝘳𝘪𝘢, 𝘍. (1994). 𝘊𝘶𝘭𝘵𝘶𝘳𝘦 𝘪𝘴 𝘋𝘦𝘴𝘵𝘪𝘯𝘺: 𝘈 𝘊𝘰𝘯𝘷𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘸𝘪𝘵𝘩 𝘓𝘦𝘦 𝘒𝘶𝘢𝘯 𝘠𝘦𝘸. 𝘍𝘰𝘳𝘦𝘪𝘨𝘯 𝘈𝘧𝘧𝘢𝘪𝘳𝘴, 73(2), 109-126.

Catatan Redaksi:

Tulisan ini sepenuhnya merupakan opini pribadi penulis. Redaksi Mudanews tidak bertanggung jawab atas isi yang tertulis, namun menghargai kebebasan berekspresi sesuai dengan Undang-Undang Pers.

Berita Terkini