Oleh: Drs. Muhammad Bardansyah. Ch.Cht
Mudanews.com-Opini | Generasi milenial Indonesia (lahir 1981–1996) dan Generasi Z (lahir 1997–2012) sering disebut sebagai “generasi emas” karena potensi mereka untuk memajukan bangsa.
Namun, sistem pendidikan yang kaku dan kurang adaptif justru mengancam potensi ini. Di era digital yang terus berkembang, tantangan tidak hanya datang dari dalam negeri tetapi juga dari persaingan global.
Tulisan ini akan mengulas karakteristik generasi milenial, kesenjangan sistem pendidikan, serta tantangan kontemporer yang harus dihadapi Indonesia untuk memaksimalkan potensi generasi ini.
𝐊𝐚𝐫𝐚𝐤𝐭𝐞𝐫𝐢𝐬𝐭𝐢𝐤 𝐆𝐞𝐧𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐌𝐢𝐥𝐞𝐧𝐢𝐚𝐥: 𝐊𝐫𝐞𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐌𝐚𝐮 𝐃𝐢𝐩𝐚𝐤𝐬𝐚
Generasi milenial dan Gen Z tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi, membuat mereka lebih terbuka terhadap informasi tetapi juga kritis terhadap otoritas tradisional. Menurut Tapscott (2009), ciri khas generasi ini meliputi:
1. Kolaboratif: Lebih suka bekerja dalam tim daripada bersaing secara individual.
2. Berorientasi pada makna : Mereka mencari tujuan dalam belajar, bukan sekadar nilai akademik.
3. Anti-hierarki kaku : Menghargai kebebasan berekspresi dan tidak nyaman dengan struktur yang terlalu birokratis.
Sayangnya, sistem pendidikan Indonesia masih didominasi oleh pendekatan 𝒕𝒆𝒂𝒄𝒉𝒆𝒓-𝒄𝒆𝒏𝒕𝒆𝒓𝒆𝒅 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 di mana guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan. Padahal, generasi ini membutuhkan 𝙨𝙩𝙪𝙙𝙚𝙣𝙩-𝙘𝙚𝙣𝙩𝙚𝙧𝙚𝙙 𝙡𝙚𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜
yang melibatkan mereka secara aktif (Prensky, 2001).
𝐊𝐞𝐬𝐞𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐒𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐮𝐭𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐌𝐢𝐥𝐞𝐧𝐢𝐚𝐥
Beberapa masalah utama yang menghambat pengembangan potensi generasi milenial di Indonesia antara lain:
𝐊𝐮𝐫𝐢𝐤𝐮𝐥𝐮𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐅𝐥𝐞𝐤𝐬𝐢𝐛𝐞𝐥
Kurikulum nasional masih terlalu padat dan kurang mengakomodasi kreativitas. Generasi ini membutuhkan pembelajaran berbasis proyek (𝒑𝒓𝒐𝒋𝒆𝒄𝒕-𝒃𝒂𝒔𝒆𝒅 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈) untuk memacu inovasi (Trilling & Fadel, 2009).
𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐨𝐧𝐨𝐭𝐨𝐧
Banyak sekolah masih mengandalkan hafalan dan ujian standar, padahal milenial lebih efektif belajar melalui diskusi, eksperimen, dan teknologi (Robinson, 2010).
𝐌𝐢𝐧𝐢𝐦𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐀𝐬𝐩𝐢𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐒𝐢𝐬𝐰𝐚
Generasi ini ingin didengar, tetapi banyak sekolah tidak memberikan ruang bagi 𝒔𝒕𝒖𝒅𝒆𝒏𝒕 𝒗𝒐𝒊𝒄𝒆 (Mitra, 2014).
𝐓𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐊𝐨𝐧𝐭𝐞𝐦𝐩𝐨𝐫𝐞𝐫 𝐛𝐚𝐠𝐢 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚
Selain masalah sistemik di atas, Indonesia juga menghadapi tantangan eksternal yang semakin kompleks:
𝐃𝐢𝐬𝐫𝐮𝐩𝐬𝐢 𝐓𝐞𝐤𝐧𝐨𝐥𝐨𝐠𝐢
Revolusi Industri 4.0 menuntut keterampilan baru seperti literasi digital dan kecerdasan buatan (AI). Namun, banyak sekolah belum siap mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran.
𝐊𝐞𝐬𝐞𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐢𝐠𝐢𝐭𝐚𝐥
Akses internet dan perangkat teknologi masih timpang antara kota dan desa, menghambat pemerataan kesempatan belajar.
𝐏𝐞𝐫𝐬𝐚𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐆𝐥𝐨𝐛𝐚𝐥
Negara-negara seperti Singapura dan Finlandia telah menerapkan pendidikan berbasis keterampilan abad 21, sementara Indonesia masih tertinggal dalam hal inovasi pedagogis.
𝐊𝐫𝐢𝐬𝐢𝐬 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐬𝐜𝐚-𝐏𝐚𝐧𝐝𝐞𝐦𝐢
Studi Bank Dunia (2022) menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 memperlebar 𝒍𝒆𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒍𝒐𝒔𝒔, terutama di daerah terpencil.
𝐒𝐨𝐥𝐮𝐬𝐢 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧
Agar generasi milenial dapat menjadi penggerak kemajuan, diperlukan transformasi pendidikan yang mencakup:
𝐏𝐞𝐦𝐛𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐫𝐭𝐢𝐬𝐢𝐩𝐚𝐭𝐢𝐟
Guru harus berperan sebagai fasilitator, bukan penguasa kelas. Metode seperti 𝒇𝒍𝒊𝒑𝒑𝒆𝒅 𝒄𝒍𝒂𝒔𝒔𝒓𝒐𝒐𝒎 (𝑩𝒆𝒓𝒈𝒎𝒂𝒏𝒏 & 𝑺𝒂𝒎𝒔, 2012) dapat meningkatkan keterlibatan siswa.
𝐈𝐧𝐭𝐞𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐓𝐞𝐤𝐧𝐨𝐥𝐨𝐠𝐢
Pemanfaatan e-learning, gamifikasi, dan media sosial untuk pembelajaran dapat meningkatkan *engagement* (Prensky, 2010).
𝐅𝐨𝐤𝐮𝐬 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐊𝐞𝐭𝐞𝐫𝐚𝐦𝐩𝐢𝐥𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐝 𝟐𝟏
Keterampilan seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan literasi digital harus menjadi prioritas (𝑷𝒂𝒓𝒕𝒏𝒆𝒓𝒔𝒉𝒊𝒑 𝒇𝒐𝒓 21𝒔𝒕 𝑪𝒆𝒏𝒕𝒖𝒓𝒚 𝑺𝒌𝒊𝒍𝒍𝒔, 2007).
𝐊𝐞𝐛𝐢𝐣𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐫𝐨𝐠𝐫𝐞𝐬𝐢𝐟
Pemerintah perlu memperluas akses teknologi, melatih guru dalam metode modern, dan merevisi kurikulum agar lebih fleksibel.
𝐊𝐞𝐬𝐢𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧
Generasi milenial Indonesia adalah aset berharga yang dapat membawa bangsa ini menuju kemajuan. Namun, potensi mereka akan sia-sia jika sistem pendidikan tidak beradaptasi dengan cepat.
Transformasi pendidikan yang dialogis, fleksibel, dan berbasis teknologi adalah kunci untuk memenangkan persaingan global.
Jika tidak, Indonesia berisiko kehilangan kesempatan emas untuk memanfaatkan generasi terbaiknya. Perubahan harus dimulai sekarang—dari kebijakan hingga praktik di ruang kelas.
𝐑𝐞𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐬𝐢
1. 𝘉𝘦𝘳𝘨𝘮𝘢𝘯𝘯, 𝘑., & 𝘚𝘢𝘮𝘴, 𝘈. (2012). 𝘍𝘭𝘪𝘱 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘤𝘭𝘢𝘴𝘴𝘳𝘰𝘰𝘮: 𝘙𝘦𝘢𝘤𝘩 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘴𝘵𝘶𝘥𝘦𝘯𝘵 𝘪𝘯 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘤𝘭𝘢𝘴𝘴 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘥𝘢𝘺. 𝘐𝘯𝘵𝘦𝘳𝘯𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭 𝘚𝘰𝘤𝘪𝘦𝘵𝘺 𝘧𝘰𝘳 𝘛𝘦𝘤𝘩𝘯𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺 𝘪𝘯 𝘌𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯.
2. 𝘔𝘪𝘵𝘳𝘢, 𝘋. (2014). 𝘚𝘵𝘶𝘥𝘦𝘯𝘵 𝘷𝘰𝘪𝘤𝘦 𝘪𝘯 𝘴𝘤𝘩𝘰𝘰𝘭 𝘳𝘦𝘧𝘰𝘳𝘮: 𝘉𝘶𝘪𝘭𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘺𝘰𝘶𝘵𝘩-𝘢𝘥𝘶𝘭𝘵 𝘱𝘢𝘳𝘵𝘯𝘦𝘳𝘴𝘩𝘪𝘱𝘴 𝘵𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘵𝘳𝘦𝘯𝘨𝘵𝘩𝘦𝘯 𝘴𝘤𝘩𝘰𝘰𝘭𝘴 𝘢𝘯𝘥 𝘦𝘮𝘱𝘰𝘸𝘦𝘳 𝘺𝘰𝘶𝘵𝘩. 𝘚𝘜𝘕𝘠 𝘗𝘳𝘦𝘴𝘴.
3. 𝘗𝘢𝘳𝘵𝘯𝘦𝘳𝘴𝘩𝘪𝘱 𝘧𝘰𝘳 21𝘴𝘵 𝘊𝘦𝘯𝘵𝘶𝘳𝘺 𝘚𝘬𝘪𝘭𝘭𝘴. (2007). 𝘍𝘳𝘢𝘮𝘦𝘸𝘰𝘳𝘬 𝘧𝘰𝘳 21𝘴𝘵 𝘤𝘦𝘯𝘵𝘶𝘳𝘺 𝘭𝘦𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨. 𝘩𝘵𝘵𝘱://𝘸𝘸𝘸.𝘱21.𝘰𝘳𝘨
4. 𝘗𝘳𝘦𝘯𝘴𝘬𝘺, 𝘔. (2001). 𝘋𝘪𝘨𝘪𝘵𝘢𝘭 𝘯𝘢𝘵𝘪𝘷𝘦𝘴, 𝘥𝘪𝘨𝘪𝘵𝘢𝘭 𝘪𝘮𝘮𝘪𝘨𝘳𝘢𝘯𝘵𝘴. 𝘖𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘏𝘰𝘳𝘪𝘻𝘰𝘯, 9(5), 1-6. 𝘩𝘵𝘵𝘱𝘴://𝘥𝘰𝘪.𝘰𝘳𝘨/10.1108/10748120110424816
5. 𝘙𝘰𝘣𝘪𝘯𝘴𝘰𝘯, 𝘒. (2010). 𝘊𝘩𝘢𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘦𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘥𝘪𝘨𝘮𝘴 [𝘝𝘪𝘥𝘦𝘰]. 𝘛𝘌𝘋. 𝘩𝘵𝘵𝘱𝘴://𝘸𝘸𝘸.𝘵𝘦𝘥.𝘤𝘰𝘮/𝘵𝘢𝘭𝘬𝘴/𝘬𝘦𝘯_𝘳𝘰𝘣𝘪𝘯𝘴𝘰𝘯_𝘤𝘩𝘢𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨_𝘦𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯_𝘱𝘢𝘳𝘢𝘥𝘪𝘨𝘮𝘴
6. 𝘛𝘢𝘱𝘴𝘤𝘰𝘵𝘵, 𝘋. (2009). 𝘎𝘳𝘰𝘸𝘯 𝘶𝘱 𝘥𝘪𝘨𝘪𝘵𝘢𝘭: 𝘏𝘰𝘸 𝘵𝘩𝘦 𝘯𝘦𝘵 𝘨𝘦𝘯𝘦𝘳𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘪𝘴 𝘤𝘩𝘢𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘸𝘰𝘳𝘭𝘥. 𝘔𝘤𝘎𝘳𝘢𝘸-𝘏𝘪𝘭𝘭.
7. 𝘛𝘳𝘪𝘭𝘭𝘪𝘯𝘨, 𝘉., & 𝘍𝘢𝘥𝘦𝘭, 𝘊. (2009). 21𝘴𝘵 𝘤𝘦𝘯𝘵𝘶𝘳𝘺 𝘴𝘬𝘪𝘭𝘭𝘴: 𝘓𝘦𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘧𝘰𝘳 𝘭𝘪𝘧𝘦 𝘪𝘯 𝘰𝘶𝘳 𝘵𝘪𝘮𝘦𝘴. 𝘑𝘰𝘴𝘴𝘦𝘺-𝘉𝘢𝘴𝘴.
8. 𝘞𝘰𝘳𝘭𝘥 𝘉𝘢𝘯𝘬. (2022). 𝘛𝘩𝘦 𝘴𝘵𝘢𝘵𝘦 𝘰𝘧 𝘨𝘭𝘰𝘣𝘢𝘭 𝘭𝘦𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘱𝘰𝘷𝘦𝘳𝘵𝘺: 2022 𝘶𝘱𝘥𝘢𝘵𝘦. 𝘩𝘵𝘵𝘱𝘴://𝘸𝘸𝘸.𝘸𝘰𝘳𝘭𝘥𝘣𝘢𝘯𝘬.𝘰𝘳𝘨/𝘦𝘯/𝘵𝘰𝘱𝘪𝘤/𝘦𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯/𝘱𝘶𝘣𝘭𝘪𝘤𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯/𝘵𝘩𝘦-𝘴𝘵𝘢𝘵𝘦-𝘰𝘧-𝘨𝘭𝘰𝘣𝘢𝘭-𝘭𝘦𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨-𝘱𝘰𝘷𝘦𝘳𝘵𝘺-2022-𝘶𝘱𝘥𝘢𝘵𝘦