Pasaman Barat Mendunia [3]: Dari Suriname Ke Desa Tongar

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com-Opini |  Pernakah Anda mendengarkan sebuah tembang yang berjudul “Kangen Neng Nickerie” yang dinyanyikan Sang Maestro Campur Sari Almarhum Didi Kempot? Tembang ini mengisahkan tentang kerinduan seseorang terhadap kekasihnya yang berada di Distrik Nickerie, Suriname, Amerika Selatan.

Tembang “Kangen Neng Nickerie” ini menjadi populer karena liriknya yang sederhana namun menyentuh, serta melodi yang khas Campursari, dan menjadi bagian dari karya-karya Didi Kempot yang banyak digemari, khususnya di kalangan penggemarnya yang menyebut diri mereka sebagai “Sobat Ambyar”.

Artikel ini bukan tentang tembang campur sari “Kangen Neng Nickerie” yang dinyanyikan Almarhum Didi Kempot, tetapi tentang jejak dan peristiwa, kisah dan warisan keberhasilan pemerintahan orde baru membangun desa melalui program desa transmigrasi yang dihuni oleh repatrian (orang yang kembali) dari Suriname, Amerika Selatan.

Desa Transmigrasi Tongar

Ada jejak yang tak pernah hilang, meski musim dan waktu berganti. Jejak itu bernama Tongar, terletak di Nagari Airgadang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, dengan jarak kurang lebih 204,9 KM dari Kota Padang dan menghabiskan waktu kurang lebih  5 – 6 jam perjalanan menggunakan angkutan umum.

Di belahan Barat Sumatera, tersembunyi di balik hijaunya perbukitan dan nyanyian angin ladang, berdiri sebuah desa yang bernama Tongar. Tak sekadar kampung biasa, Tongar adalah pelabuhan terakhir bagi sebuah pelayaran panjang yang dimulai dari belahan bumi yang jauh — Suriname, Amerika Selatan.

Tongar bukan hanya nama, melainkan harapan. Di sinilah, pada awal 1950-an, ratusan anak keturunan Jawa yang telah menetap di Suriname, memutuskan untuk pulang. Mereka adalah repatrian —bukan sekadar imigran yang kembali, tapi jiwa-jiwa yang rindu tanah airnya.

Desa Tongar merupakan bagian dari program transmigrasi yang diluncurkan pemerintah Indonesia pasca-kemerdekaan sebagai upaya pemerataan penduduk dan pembangunan wilayah luar Jawa. Pada awalnya, Desa Tongar dibuka sebagai lokasi transmigrasi pada tahun 1952 dan dihuni oleh para transmigran dari Pulau Jawa.

Transmigran yang datang ke Tongar sebagian besar adalah petani yang diberi lahan, rumah, serta bantuan sarana produksi pertanian oleh pemerintah. Dengan semangat gotong royong dan kerja keras, Desa Tongar berkembang dari wilayah yang dulunya hutan menjadi pemukiman produktif dan salah satu desa percontohan dalam program transmigrasi nasional.

Selain itu juga terdapat transmigran Jawa dari Suriname. Sejarah mencatat, ribuan orang Jawa dibawa ke Suriname oleh pemerintah kolonial Belanda sejak akhir abad ke-19 sebagai pekerja kontrak di perkebunan. Mereka bekerja keras, beranak-pinak, dan menjadikan Suriname rumah baru. Setelah Suriname merdeka, mereka memilih kembali ke Indonesia dan oleh pemerintah Indonesia mereka ditempatkan di Tongar (Pasaman).

Namun setelah Suriname meraih kemerdekaan, mereka dihadapkan pada pilihan genting: tetap tinggal di tanah asing, atau pulang ke tanah leluhur. Indonesia memanggil, dan mereka menjawab. Melalui program transmigrasi, mereka diangkut ke Sumatra Barat, ditempatkan di sebuah kawasan yang saat itu masih sunyi —Tongar, Pasaman Barat.

Dunia Menoleh ke Tongar

Tongar menjadi model keberhasilan transmigrasi yang menginspirasi dunia, adalah simbol dari sebuah tekad nasional dalam membangun keadilan wilayah, menyebar pemerataan, dan membangun Indonesia dari pinggiran jauh sebelum konsep itu menjadi jargon pembangunan masa kini.

“Kami datang dengan cangkul dan keyakinan. Tak ada jaminan, kecuali keyakinan bahwa tanah ini akan menjadi rumah.” —Sebut salah seorang transmigran generasi awal di Tongar. Tahun demi tahun, Tongar berubah. Dari ladang yang gersang menjadi hamparan hijau subur. Dari rumah papan menjadi bangunan yang kokoh. Tongar tak hanya tumbuh secara fisik, tapi juga secara sosial dan budaya. Harmoni tercipta antara pendatang dan warga lokal. Nilai gotong royong dan kemandirian menjelma menjadi identitas kolektif.

Melalui GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit) –lembaga kerja sama teknis milik pemerintah Jerman pada era 1980-an hingga 1990-an, GTZ bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam berbagai program pembangunan, termasuk di sektor pertanian, lingkungan, dan pembangunan pedesaan.

Di Desa Tongar, GTZ terlibat dalam sebuah program pengembangan wilayah transmigrasi yang lebih berkelanjutan. Tujuan utama program GTZ di Tongar antara lain: Pertama, Peningkatan Kapasitas Petani. GTZ membantu para petani transmigran dalam peningkatan keterampilan bertani melalui pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan teknis. Hal ini meliputi pertanian berkelanjutan, pemanfaatan teknologi tepat guna, serta diversifikasi tanaman.

Kedua, Pengembangan Infrastruktur Dasar. GTZ turut berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur desa seperti jalan, irigasi, dan fasilitas air bersih, guna mendukung produktivitas pertanian dan kualitas hidup warga transmigran.

Ketiga, Manajemen Sumber Daya Alam Berbasis Komunitas. Salah satu fokus utama GTZ adalah pengelolaan lingkungan. Di Tongar, GTZ mendorong pelestarian hutan dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan agar dampak lingkungan dari pembukaan lahan transmigrasi bisa diminimalkan. Keempat, Peningkatan Kelembagaan Desa. Program ini juga memperkuat lembaga lokal seperti koperasi tani dan kelompok tani agar masyarakat mampu mengelola ekonomi desa secara mandiri.

Berkat keberhasilan program transmigrasi dan dukungan dari mitra internasional GTZ, Desa Tongar pernah dinobatkan sebagai Desa Transmigrasi Teladan Tingkat Nasional pada tahun 1989. Desa ini menjadi model bagi pengembangan desa transmigrasi lainnya di Indonesia. Begitu juga dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNDP menobatkan Tongar sebagai desa transmigrasi terbaik tingkat dunia. Sebuah penghargaan yang membuat dunia menoleh ke Pasaman Barat.

Infrastruktur berkembang pesat —akses jalan, sekolah, rumah sakit, dan pertanian modern menjadi bagian dari wajah baru Tongar. Para transmigran membentuk komunitas yang kuat, penuh semangat gotong royong dan daya tahan luar biasa. Dari lumpur dan peluh, lahirlah kemajuan.

Tongar adalah bukti bahwa Indonesia bisa membangun dari pinggiran. Di sini, kemiskinan dilawan dengan kerja keras, dan masa depan ditanam bersama. Tongar bukan hanya milik Pasaman Barat, tapi milik dunia. Ia adalah potret berhasilnya mimpi dan kerja keras manusia.

Penutup

Tongar, nama yang abadi dalam sejarah, Tongar adalah bukti bahwa sebuah desa bisa mengubah dunia, setidaknya mengubah cara dunia memandang Indonesia. Dari sunyi dan sederhana, desa ini menjelma menjadi simbol kerja keras dan keberhasilan kebijakan yang tak hanya menyentuh angka, tapi juga kehidupan manusia.

Tongar berkembang menjadi desa yang cukup maju, dengan infrastruktur yang memadai dan kegiatan ekonomi yang beragam, tidak hanya terbatas pada sektor pertanian. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan mitra internasional seperti GTZ dapat menghasilkan pembangunan desa yang berkelanjutan dan mandiri.

Tongar kini dan nanti, menjaga warisan, merawat masa depan. Beberapa keluarga masih merawat hubungan budaya dan kekeluargaan dengan Suriname. Ada yang menelusuri silsilah leluhurnya, ada pula yang bermimpi suatu hari bisa menapak tanah di Paramaribo, Suriname, Amerika Selatan —tempat di mana sejarah keluarga mereka dimulai.

Tongar juga menjadi tujuan riset dan wisata sejarah. Pengunjung datang bukan hanya untuk menikmati keindahan alamnya, tetapi juga untuk menyelami cerita langka tentang transmigrasi, diaspora, dan pembangunan desa. Tongar bukan hanya tempat untuk tinggal, tetapi tempat untuk mengingat.

Tongar bukan sekadar tempat, Ia adalah kisah, Ia adalah bukti bahwa Indonesia dibangun oleh tangan-tangan biasa, yang percaya bahwa tanah sejengkal pun bisa jadi awal surga. Dari Pasaman Barat, Ia menyapa dunia. Dari ladang-ladang sunyi, Ia bicara tentang Indonesia yang sesungguhnya. [WT, 20/7/2025].

Ditulis Oleh: Wahyu Triono KS. Akademisi dan Praktisi Kebijakan Publik, Founder LEADER dan CIA Indonesia. Tenaga Ahli Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerja Sama, Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Berita Terkini